Showing posts with label PETUALANGAN. Show all posts
Showing posts with label PETUALANGAN. Show all posts

Wednesday, January 21, 2015

Mengenal ZHENG HE Laksamana Laut Muslim dari Dinasti Ming


                                                     SUN TZU vs ZHENG HE 
                                                                   
Dalam teori   Leadership   syarat    utama    dari    seorang pemimpin  adalah   Keteladanan,  sehingga  bagi seorang calon pemimpin    sepatutnyalah    mempelajari     sifat-sifat  keteladanan  dari   para  pemimpin pendahulunya.

Zheng He
Sejak bersekolah di sekolah dasar  kita yang berada di Nusantara diperkenalkan dengan banyak tokoh-tokoh legendaris penjelajah lautan.  Terutama dari barat seperti Columbus, Vasco da Gama, Ferdinand de Magellan, Captain James cook dan lainnya tanpa memperhatikan apa inti dari misi penjelajahan tersebut.

Di era globalisasi, masyarakat dunia menyadari dengan bertambahnya penduduk diperlukan penguasaan wilayah dengan  segala macam sumber alam    yang diperlukan bagi kelangsungan hidupnya, yang kemudian melahirkan bermacam strategi perluasan penguasaan kekuatannya dengan cara “ Hard power policy atau Soft power policy”.

Kita tidak boleh melupakan sejarah bahwa sebenarnya teori Soft Power diplomasi  pernah dilaksanakan pada waktu 600 tahun yang lalu dari tahun 1405 s/d 1433i ekspidisi armada laut china pada  kurun waktu kekuasan  dinasti Ming yang melibatkan 317 kapal beserta 27.000 awak kapalnya yang dipimpin oleh seorang muslim yaitu laksamana Zheng he (haji Ma he) yang menyinggahi 33 Negara  di asia selatan sampai ke Afrika, sehingga ada beberapa pakar sejarah maritim barat yang menyimpulkan bahwa benua Amerika telah diketemukan 70 tahun lebih dahulu  oleh para pelaut china sebelum kehadiran Columbus ke sana.

Wednesday, February 22, 2012

Tall Ship: The Long and Winding Road to the Dream Land

In the past, exploration often ended with the occupation. Starting from the spirit of exploration and exploitation of passion, then the human search, discover, conquer, and then create a new civilization in a land that had never known.

Various sea exploration expeditions, could end up with success stories. But not a few who later ended tragically due to various reasons, such as: sea battle, fight with pirates, crew uprising, which led to a ship then sank. It could be, as well as the crew was unable to face the storm and then sank into the waves.

The success stories of sea travel, which include the discovery of new continents or the hegemony of a culture, to the creation of a marriage or acculturation and language as we know up to now, in addition to heritage in the form of ancient buildings, sites, artifacts and more.

History records how the glory of the nation's fleet of Portugal and Spain that look mighty as a maritime country, who ruled the world in the 16th century until the 17th century.

But then hegemony was replaced by the emergence of fleets United Kingdom, the Netherlands, and France in the 17th century until the 19th century, and the US naval fleet afterwards. And all marine expedition when, relying on high-masted sailing ship!

Sunday, July 03, 2011

Tenggelamnya Kebanggaan Sebuah Bangsa Maritim

Seperempat Abad Pelayaran Ekspedisi Phinisi Nusantara

Pelayaran Ekspedisi Phinisi Nusantara, Jakarta-Vancouver, 1986, telah menorehkan tinta emas dalam sejarah pelayaran kapal tradisional Bangsa Indonesia menempuh samudera. Dan tahun ini, tepat terjadi seperempat abad silam. Tidak ada peringatan. Tidak ada kemeriahan. Dan kita adalah bangsa yang paling mudah melupakan sesuatu yang baik di masa lalu. 

Bagaimanapun pelayaran Ekspedisi Mahapatih Gajah Mada ini, telah berhasil membuktikan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia sejak dulu adalah bangsa maritim. Ekspedisi Phinisi Nusantara adalah suatu pelayaran tradisional yang berhasil dilaksanakan pada era modern dengan bukti dan dokumentasi yang lengkap. 

Friday, June 17, 2011

Wanadri Tancapkan Pagar Di Beranda Rumah Indonesia

Pesan Dalam Botol: ''Dari Bandung Untuk Indonesia Dengan Sepenuh Cinta''                                      
                                                     
“Dari Bandung untuk Indonesia. Rumah Indonesia, rumah kita. Terdiri dari 17.504 ruangan. Itulah pulau-pulau yang terserak dalam komposisi yang asri di hamparan Nusantara. Sembilan puluh dua (92) diantaranya, berada di garis depan Indonesia. Menjadi pagar yang berbatasan dengan negara tetangga.


menggapai atap dunia
Ekspedisi Garis Depan Nusantara berhasrat mengingatkan kita  bersama  untuk menghayati kebesaran negeri tercinta, ibu pertiwi Indonesia.

Kelak, setiap warga bangsa yang bermukim terpisah di ribuan pulau, dengan mudah dapat saling mengunjungi, ketika laut di antara pulau-pulau itu telah menjadi penghubung bukan pemisah, untuk mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia’’.

Ekspedisi Garis depan Nusantara, Penjelajahan dan Pendataan 92 Pulau Terluar Indonesia,


PENGABDIAN SEPENUH CINTA, 2008-2010,
                                         Wanadri- Rumah Nusantara

Tuesday, June 14, 2011

Wanadri Luncurkan Buku Pulau-pulau Terluar Indonesia: "Tepian Tanah Air"

Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung, Wanadri, malam ini memperkenalkan hasil ekspedisi "Garis Depan Nusantara" yang dikemas dalam bentuk buku berjudul "Tepian Tanah Air" 24 Pulau Terdepan Indonesia Bagian Tengah.

Acara peluncuran buku "Tepian Tanah Air" yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, didukung oleh Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Rencananya, dilangsungkan Selasa, 14 Juni 2011. Pukul 19.00 WIB - selesai, di Ruang Serba Guna, Galeri Nasional Jakarta, Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta. Keynote speaker: Ir. Jero Wacik, SE., Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Bagi Anda peminat kegiatan alam terbuka, silahkan datang dan bergabung.
See you there!


 Continue Reading>>   

Wanadri Tancapkan Pagar di Beranda Rumah Indonesia     
(Penjelajahan dan Pendataan TEPIAN TANAHAIR, Pulau-Pulau Terluar Indonesia)

Saturday, June 11, 2011

Keliling Indonesia Dengan Perahu Cadik, Siapa Takut?

Acara Pelepasan Pendi dari Ancol
(ekspedisibahari.wordpress.com)
Petualang Laut, Effendy Soleman (60), pada Minggu 29 Mei 2011 yang lalu, memutuskan untuk berlayar keliling Indonesia (Jakarta - Sabang - Merauke - Jakarta) menempuh jarak sekitar 9000 mil, menggunakan perahu Cadik, jenis trimaran (multi hull) bernama Katir Nusantara II. Pelayaran yang direncanakan selama 3 bulan ini, akan singgah pada setiap pelabuhan yang dilaluinya, dengan membawa serta para pemuda setempat untuk menularkan semangat dan jiwa bahari. 
effendy Soleman

Katir Nusantara II (panjang 8,5 M, lebar 6 M, dan tinggi tiang layar 10 M), selain menggunakan layar sebagai penggerak utama, juga  dibantu dua motor tempel bertenaga 15 PK. Katir dibuat oleh Dop Barr dari Carita Boat Indonesia menelan biaya sekitar Rp.335 juta (39,429.5 US Dollar)Ekspedisi Sabang-Merauke, selain didukung para pejabat juga mendapat banyak sponsor, terutama dari kalangan Media, karena memang Effendy Soleman  cukup dekat dengan lingkaran wartawan di Jakarta.

Pendi, demikian ia biasa dipanggil, bertolak dari kompleks Gelanggang Olah Raga Air, Bahtera Jaya, Ancol, Jakarta Utara, bersama Haberta Adi Pratama, Ases Roberty dari Masopala Universitas Sriwijaya, dan Syafei, pramuka Saka Bahari Jakarta. 

Pelayaran ‘nekat’ ini memang bukan pertama kali ia lakukan. Pada 1988, Pendi pernah berlayar dari Jakarta menuju Brunei Darussalam menggunakan perahu cadik tunggal, Cadik Nusantara. Setahun kemudian ia berlayar lagi mengajak 7 Cewek dari Jakarta menuju Bangka dengan nama ‘Ekspedisi Wanita Cadik Nusantara’. Dan pada 1996 ia seorang diri berlayar ke Penang, Malaysia. Terakhir, tahun 2005, ia berlayar dalam rangka memperingati setahun bencana tsunami di Aceh.

Pelayaran mantan fotografer tabloid Mutiara kali ini, seakan mengingatkan sejumlah pihak untuk ‘menghidupkan’ olah raga perahu layar di berbagai daerah di Indonesia. 

Dengan ekspedisi Sabang - Merauke, Pendi juga seakan memicu persiapan 'Sabang Regatta' (Sabang-Langkawi-Phuket) lomba layar internasional yang disponsori Departemen Pariwisata, yang digelar September mendatang, sehingga diharapkan kota Sabang (dan pulau Weh) yang merupakan wilayah di ujung paling barat Indonesia di mana terletak Kilometer NOL ini, bisa menjadi pintu gerbang utama pariwisata memasuki pulau Sumatera, Pulau Nias, dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Saturday, June 04, 2011

Saatnya, Menempa Calon Pemimpin Bangsa di Laut

NOVEMBER 1999. Sekitar 200 orang telah hadir di hotel Cumberland di jantung kota London. Mereka mewakili 26 negara anggota International Sail Training Association (STI), organisasi yang mewadahi perkumpulan kapal latih tiang tinggi (Tall Ship) di seantero bumi....

Sunday, May 22, 2011

Memetik Pelajaran Dari Lomba Layar Sydney-Hobart

source:  https://www.coralexpeditions.com/wp-content/uploads/2019/12/
Sydney-to-Hobart-Yacht-Race-Start-1.jpg

Sydney-Hobart Yacht Race dimulai usai perayaan Natal dan berakhir menjelang puncak acara pergantian tahun baru. Lomba layar yang bertujuan membina mental dan karakter para remaja ini, dimulai dari pelabuhan Sydney dan berakhir di Hobart, Kepulauan Tasmania, Australia, menempuh jarak sekitar 400 mil laut. Tahun ini, 2024-2025 setidaknya, ada 150 kapal layar berpartisipasi dalam lomba yang sudah menjadi tradisi pelaut di negeri Kanguru ini. Suasana berlangsung meriah.

Friday, May 20, 2011

Tindakan Luar Biasa, Hanyalah Kewajiban Biasa

(Bagian kedua: Saatnya, Menempa Calon Pemimpin Bangsa di Laut)


Membawa sebuah kapal dengan aman adalah pekerjaan yang cukup berat.  Tidak semua pelaut bisa menjadi nakhoda, disini tumbuh rasa tahu diri: biarlah kita menyingkir ke pinggir untuk memberikan jalan kepada teman yang lebih mampu untuk maju ke depan.....     

Wednesday, March 16, 2011

Gempa Bumi dan Tsunami, Pengalaman Dari Bengkulu (2)

Earthquake devastated Bengkulu
Bagian ke-2 dari tulisan pertama: 
Pengalaman Berada di Lokasi (Terdekat) Pusat Gempa Bumi

Gempa terjadi pukul 18.10 WIB. 
Pukul 18.30. Keadaan mulai tenang. Meski gempa susulan masih kerap terjadi hampir setiap 15 menit, namun kekuatannya menurun. 


Sebenarnya, ketika itu, saya dalam perjalanan mencari tempat penginapan, setelah menghadiri suatu pertemuan di sebuah Kantor Badan Usaha Milik Daerah di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan. Rencananya, pertemuan akan dilanjutkan besok pagi.

Jadi, ketika keadaan mulai tenang, kami pun melanjutkan niat semula: mencari hotel. Tetapi apa yang terjadi?   Justru mereka yang menginap di hotel-hotel  berhamburan keluar meninggalkan hotel. Tidak terkecuali para pengelolanya. Maka, malam itu, terpaksa kami ‘menginap’ di pinggir jalan.

Rupanya kami tidak sendirian, tampak orang-orang bergerombol di pinggir-pinggir jalan. Mereka mengeluarkan kendaraan dan seluruh barang-barang berharga lainnya dari dalam rumah. Menghindar dari reruntuhan pilar, atap atau apa saja yang bisa roboh sewaktu-waktu.

Wednesday, November 17, 2010

Di bawah Intaian Sniper: Memenuhi Undangan Presiden Soeharto di Istana

 
sharenator.com

Undangan Presiden ke Istana 
Tahun 1986, ada dua sukses besar di bidang kebaharian. Pertama, kapal latih Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut (TNI-AL) KRI Dewi-Ruci sampai ke benua Amerika dalam rangka memperingati 100 tahun berdirinya Patung Liberty di New York, Amerika Serikat. Kedua, Phinisi Nusantara, kapal layar tradisionil Indonesia, juga berhasil mencapai Kanada untuk memeriahkan Vancouver Expo 1986.

Sekembalinya kedua ekspedisi pelayaran tersebut, Presiden RI (Soeharto, ketika itu) mengundang kedua tim untuk hadir dalam suatu courtesy call di Istana Merdeka, Jakarta. Tim KRI Dewa Ruci dipimpin Kolonel (P) Ripa Gamhadi dan Kapal Layar 'Phinisi Nusantara' dipimpin Nakhoda  Capt. Gita Arjakusuma.

Tuesday, June 01, 2010

PHINISI NUSANTARA


Nenek Moyangku (Memang) Orang Pelaut!
the beauty phinisi nusantara
PHINISI Nusantara adalah kapal tradisional khas Indonesia. Kapal kayu ini dibuat oleh para pengrajin di Bulukumba, Makassar, Sulawesi Selatan. Pada 1986, Phinisi mencatat sejarah pelayaran yang spektakuler dan menakjubkan, ketika kapal ini berlayar menjelajah samudera. 


Setelah berhasil melalui masa uji coba pelayaran dari Sulawesi Selatan ke Jakarta, kemudian Phinisi Nusantara bertolak dari Pelabuhan Ikan Muara baru, Jakarta ke pantai barat Amerika. Setelah berlayar selama 67 hari, menempuh jarak sekitar 11.000 mil laut, akhirnya tiba dengan selamat di Canada, untuk turut memeriahkan Vancouver Expo 1986, yang mengundang decak kekaguman dari para pengunjung..... 

Saturday, May 23, 2009

Java Doll Menantang Maut, Antara Keelung - Tanjung Priok



Tiga petualang pemberani, berhasil menembus samudera hanya dengan Java Doll perahu jenis Ketch (13x2 M), dari Keelung (Taiwan) ke Tg. Priok (Jakarta) sejauh 2300 mil laut. Seperti tiga ekor semut yang bertahan pada selembar daun kering di tengah lautan luas. Namun ternyata, mereka berhasil tiba dengan selamat, setelah menghadapi berbagai kendala, tantangan dan badai, di Laut Cina  Selatan yang nyaris menghancurkan kapal mereka dan menguburnya di laut. Inilah kisah petualangan heroik mereka.     

Peristiwa ini terjadi pada 1974. Jika kita buka lembaran sejarah politik nasional, maka akan terbentang sebuah drama politik yang menampilkan babak baru tentang rekaman ‘keberanian’ para mahasiswa Indonesia menentang sebuah rezim yang paling represif. Tatkala Orde Baru di bawah pimpinan Jenderal Soeharto tengah berada di tampuk kekuasaan dengan sangat kuatnya.

Suhu politik di jantung Ibukota memanas, menyusul aksi demonstrasi para mahasiswa menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang Kakue Tanaka ke Jakarta. Tanaka dinilai sebagai simbol neo-kolonialisme dan imperialisme (nekolim) baru, dengan munculnya dominasi produk-produk Jepang yang membanjiri pasar Indonesia, sehingga melumpuhkan perekonomian nasional. 

Namun aksi mahasiswa yang berbuntut kerusuhan itu, tidak berlangsung lama setelah Panglima Komando Operasi Pemulihan dan Keamanan (Pangkopkamtib) Jenderal Soemitro berhasil ‘melumpuhkan’ gerakan mahasiwa dan menangkapi para pengunjuk rasa termasuk tokoh mahasiswa Hariman Siregar (mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). 

Keberanian serupa dengan gaya yang berbeda, terjadi di sekitar kepulauan Seribu, yang terpaut jarak beberapa kilometer saja dari Jakarta Utara. Seorang pelaut berpangkat Letnan Satu bersama dua rekannya, menunjukkan keberanian dengan gaya dan cara serta dalam ruang lingkup yang berbeda. 

Mereka bertekad melayarkan sebuah perahu layar dari pelabuhan Keelung, di bagian paling utara selat Formosa (Taiwan) menuju ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menempuh jarak 2.300 mil laut, hanya dengan perahu layar kecil jenis ketch. Mirip tiga ekor semut di atas selembar daun kering terhanyut di sebuah kolam raksasa berarus deras!

Petualangan heroik yang mengancam jiwa ini, dikisahkan oleh pelaku utamanya untuk pembaca Indonesia Waters. Selamat mengikuti!

Thursday, May 21, 2009

Kisah Pelayaran Legendaris Phinisi Nusantara (2)


Mission Impossible!


Saya ikuti proyek phinisi Nusantara sejak awal. Pada akhirnya, Panitia membutuhkan seorang Nakhoda di atas kapal itu. Kemudian saya mengontak Laksamana Urip Santoso, ketua Harian Ekspedisi Phinisi Nusantara. Kepadanya saya katakan, bila diperlukan seorang nakhoda untuk pelayaran ini, saya siap membantu proyek ini.

Capt. Gita Arjakusuma
Cerita itu, akhirnya sampai kepada Laksamana Sudomo. Setelah mendengar nama saya, beliau teringat pada proyek pelayaran Java Doll, pada tahun 1972. Laksamana Sudomo ketika itu diminta bantuan oleh Kol. Jerry Mitchell, Atase Angkatan Laut Amerika, untuk membawa perahu kecil dari KeeLung, Taiwan ke Jakarta, yang kemudian saya bersama John Gunawan dan Serma Abrar Buhari menyanggupi permintaan itu. Pelayaran Java Doll berakhir dengan sukses. Jadi, begitu mendengar saya mengajukan diri, dengan serta merta Pak Domo menyetujui dan mengirimkan surat ke pihak pimpinan Andhika Lines untuk meminjam saya, sebagai nakhoda dalam proyek Phinisi Nusantara.

Memang kami dengar bahwa sebetulnya, Kepala Staf Angkatan Laut pada waktu itu, menghendaki nakhoda yang membawa kapal itu adalah dari kalangan perwira Angkatan Laut. Namun ternyata, setelah beberapa perwira Angkatan Laut diuji coba kemampuannya, Pak Domo tetap memilih saya.

Setelah mendapat izin dari perusahaan, kemudian secara resmi saya terlibat sepenuhnya dalam proyek Phinisi Nusantara. Dan proses pembuatan kapal itu, saya ikuti dari awal.

Kalau melihat kapal yang saat itu sudah 90 persen selesai dikerjakan, siapa yang tidak
bersama kru lengkap ekspedisi Phinisi Nusantara
akan gentar melihat kondisi kapal itu? Sekali pandang saja, orang bisa mengatakan bahwa kapal itu memang tidak layak laut. Kapal dibuat dengan sangat sederhana. Dibuat secara tradisional, tanpa gambar oleh pengarajin-pengrajin di Tanah Beru.

Namun dengan tekad yang kuat - apa pun yang akan terjadi – saya bersumpah akan melayarkan kapal ini. Saya pun pergi ke galangan kapal IKI di Ujung Pandang (sekarang Makassar) dan mulai menyusun para calon ABK lainnya.



Monday, May 18, 2009

Kisah Pelayaran Legendaris Phinisi Nusantara (1)


Capt. Gita Arjakusuma adalah pelaut Indonesia yang berhasil melayarkan kapal tradisional Phinisi Nusantara dari Indonesia ke pantai barat Amerika sejauh 11.000 mil selama 67 hari. Tekadnya menghadapi gelombang dan menerjang badai, sungguh luar biasa. Hingga ia berhasil mendaratkan Phinisi dengan selamat dan turut mengharumkan nama dan bangsa Indonesia di pameran internasional Vancouver Expo 1986.

Kisah Penyelamatan Pengungsi Vietnam Oleh Nakhoda Indonesia


Alur Perjalanan Laut
Pengungsi Vietnam
Kisah penyelamatan pengungsi Vietnam ini, ditulis berdasarkan pengalaman Captain Gita Arjakusuma, ketika dia bertugas sebagai Nahkoda kapal MV Andhika Tarunaga milik perusahaan pelayaran Nasional di Jakarta. Peristiwa ini terjadi pada medio Juli 1981 di samudera Pasifik, sekitar 200 mil dari Laut Cina Selatan. 


Para pengungsi Vietnam, ketika itu masih muda belia. Bahkan ada yang masih bayi. Kini mereka  menetap dan hidup sejahtera di Australia. Beberapa diantaranya bahkan telah menjadi pengusaha sukses. 

SETELAH jatuhnya Saigon (Ho Chi Minh City) pada musim panas tahun 1975, ratusan ribu orang Vietnam mulai berhamburan meninggalkan negeri itu menggunakan sampan dan kapal-kapal kayu kecil. Tanpa menghiraukan keselamatan, mereka menyeberangi Laut Cina Selatan. Sebagian lainnnya, berupaya menyelamatkan diri dengan berjalan kaki ratusan kilometer melintasi perbatasan darat.

Sampul Majalah Time
Edisi 13 April 1981:
"Moment of Madness"
Sementara sebagian lainnya mengalami berbagai bentuk penderitaan. Seperti perlakuan tidak manusiawi dari para perompak dan bajak laut, ada pula yang harus menghadapi gelombang dan badai gila, sebagian lagi harus menderita karena penyakit dan kelaparan. Itulah gambaran para pengungsi Vietnam sebagaimana dilukiskan dalam Vietnamese Boatpeople Connection – The True Stories.

Sementara Dr. Kenneth Wilson, setelah menyelesaikan suatu missi on board Seaweep sebagaimana terungkap dalam World Vision International, dengan jernih melukiskan suasana batin para pengungsi Vietnam, seperti berikut:

Dengan daya tahan dan ketabahan luar biasa, mereka menempuh risiko dan bahaya yang sulit dibayangkan, demi menyelamatkan diri dan mencari kebebasan. Diperkirakan lebih dari sepertiga diantaranya, akhirnya menemui ajalnya di laut. 

‘’Being a refugee is being a name and a number on lists. It is being in a mass of people shuffled from one point to another, not knowing what you have to do next or where you are going. It is being a child fearful you will be separated from your parents. It is being an elderly woman too weak to walk without help, but not too weak to smile luminously at a small act of kindness. It is having fight to believe that wherever you go will be better than where you have been. When you are a refugee, hope is the last thing you dare let go.’’