Jumat, Desember 12, 2008

Catatan PELAYARAN INDONESIA

SEJARAH PELAYARAN INDONESIA


Tahun 1890-1935

Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah kolonial Belanda, yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij  ). KPM merupakan satu-satunya perusahaan yang mendapat hak monopoli (dari Pemerintah Belanda) di bidang pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi pemerintah sampai batas tertentu yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.

Tahun 1936-1942

Pada tahun 1936, dengan disahkannya undang-undang perkapalan (Indische Scheepvartet) memberikan banyak fasilitas bagi perusahaan pelayaran KPM. Hal itu menyebabkan perusahaan KPM berkembang pesat dan mampu menyelenggarakan pelayaran di seluruh wilayah perairan Indonesia.

Tahun 1942-1945

Pada 1942, dengan adanya pendudukan Jepang di Indonesia, kapal-kapal niaga digunakan untuk melayani keperluan tentara Jepang, sehingga hampir semua pelayaran niaga terhenti operasinya.

Tahun 1945-1956

Pada tahun 1945-1956, setelah tentara jepang menyerah, pemerintah Belanda mencoba menghidupkan kembali perusahaan pelayaran KPM dengan mendirikan perusahaan pelayaran lain yang mendukung usaha KPM tersebut. Sementara itu, di wilayah kekuasaan republik Indonesia telah beroperasi beberapa perusahaan pelayaran. Pada tahun 1951 pemerintah Republik Indonesia mendirikan PN. PELNI, sehingga terjadi dualisme penguasaan dalam pelayaran yakni KPM oleh Belanda dan PN.PELNI oleh Indonesia.

Tahun 1957-1960

Pada tahun 1957 perusahaan pelayaran KPM dinasionalisasikan dan seluruh kekayaannya antara lain berupa 79 kapal berkapasitas kebih dari 135.000 DWT diserahkan kepada PN.PELNI. Disamping PN.PELNI pada waktu itu juga tumbuh beberapa perusahaan pelayaran swasta nasional, tetapi pada tahun 1960 karena kelesuan ekonomi banyak perusahaan pelayaran swasta nasional mengalami kepailitan.

Tahun 1960-1968

Pada periode ini keadaan ekonomi di Indonesia kurang menguntungkan dunia pelayaran karena tingkat inflasi yang tinggi (300%). Hal ini menyebabkan banyak perusahaan pelayaran yang kesulitan dana untuk memperbarui armadanya disamping kondisi prasarana pelayaran yang semakin menurun, antara lain fasilitas pelayaran niaga dan navigasi semakin menambah buruknya situasi pelayaran niaga saat itu. Pemerintah Indonesia pada saat itu telah membantu pengadaan kapal dengan dana pinjaman luar negeri dari negara-negara blok timur. Jenis dan tipe kapal beserta peralatan yangn tidak sesuai dengan kondisi perairan Indonesia, menyebabkan tambahan sarana pelayaran tersebut tidak banyak membantu meningkatkan produktivitas pelayaran.

Tahun 1969-1980

Pembinaan pelayaran ditekankan pada pembinaan pelayaran dalam negeri (Pelayaran Nusantara), yang dimaksudkan untuk menghidupkan kegiatan pelayaran yang tetap dan teratur antara pelabuhan-pelabuhan utama di seluruh Indonesia. Pembinaan pelayaran ini antara lain dituangkan dalam program pengembangan pelayaran yang disebut RLS (Regulasi Liners Service). Jaringan pelayaran dikelompokkan dalam golongan trayek yaitu:
- Trayek pelayaran di wilayah Barat, 
- Trayek pelayaran di wailayah Timur,
- Trayek kapal Penumpang dan trayek pelayanan Ke Singapura.
Trayek – trayek ini mencakup lebih dari 90 pelabuhan dengan tidak membedakan antara trayek utama dan trayek lokal, sehingga dapat membuka pelayaran langsung di seluruh wilayah Indonesia. Dalam prakteknya, tidak semua trayek dapat diisi. Masing-masing perusahaan saling memperebutkan trayek pelayaran ke Singapura sedangkan trayek-trayek tidak potensial terutama di wilayah timur ditinggalkan.

Tahun 1980-1987
Periode tahun 1980-1987 merupakan program pemantapan pola angkutan laut nusantara di seluruh Indonesia melalui program RLS. Program ini diadakan untuk menyempurnakan trayek pelayaran Nusantara, yaitu:
- Trayek Pelayaran Nusantara Barat
- Trayek Pelayaran Nusantara Timur
- Trayek Pelayaran Nusantara Timur Ke Nusantara Barat
- Trayek Pelayaran Nusantara Barat Ke Nusantara Timur

Tahun 1988-1994

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1988 yang lebih dikenal dengan PAKTO 1988 ( Pekan Oktober 1988), pemerintah melaksanakan deregulasi di bidang pelayaran yang meliputi:
- Penyederhanaan di bidang perizinan, antara lain, berupa penyatuan izin usaha pelayaran dan izin operasi.
- Pengelompokan jenis usaha pelayaran sesuai perizinannya menjadi
• Pelayaran Luar Negeri
• Pelayaran Dalam Negeri
• Pelayaran Rakyat
• Pelayaran Perintis

Tahun 1994 s/d sekarang

Penyederhanaan perizinan di bidang usaha pelayaran sesuai PAKTO ’88 tersebut disamping memperlancar arus barang dan penumpang juga menimbulkan pengaruh negatif bagi pertumbuhan pelayaran Nasional. Deregulasi tersebut memberikan keleluasan bagi kapal-kapal berbendera asing untuk beroperasi di Indonesia sehingga mendesak pangsa pasar pelayaran nasional baik untuk pelayaran luar negeri maupun pelayaran dalam negeri.