Rabu, April 20, 2011

Bagaimana Membuat Tulisan Anda Menarik?

Anggap saja sebuah Tulisan itu, seorang manusia. Maka, faktor-faktor apa yang membuat kita tertarik kepada seorang Manusia? Atau apa kira-kira yang perlu kita persiapkan supaya banyak orang yang ‘tertarik’ kepada kita? Tentu jawaban untuk pertanyaan ini bisa beragam. Dan sangat tergantung kepada maksud dan tujuannya, karena itu juga bisa menjadi sangat subjektif, tergantung selera setiap orang.

Tetapi, mari kita permudah. Kalimat ‘tergantung kepada maksud dan tujuannya’ di atas, berlaku juga dalam hal menulis. Maka, pertanyaan yang sama kita ajukan: apa sebenarnya maksud dan tujuan Anda menulis? Ingat, menulis hanyalah alat, perantara, yang digunakan seseorang untuk mengekspresikan gagasan/ide, pendapat, pikiran, opini, bahkan juga perasaan. 


Dengan mengetahui maksud dan tujuan dengan jelas, maka kita pun selayaknya menggunakan alat yang tepat, supaya maksud dan tujuan tersebut dapat ‘tersampaikan’ dengan baik. Dalam arti, apa yang diterima oleh pembaca, itulah yang dikehendaki oleh si Penulis.  

SUNDA LAND Menjawab Misteri Benua Atlantis Yang Hilang

Menyingkap Kontroversi Terbesar Sejarah Awal Peradaban Manusia

Kontroversi terbesar sepanjang sejarah peradaban manusia,  tampaknya kini mulai terungkap. Benua Atlantis seperti disebutkan Plato, Filosof Yunani, dalam bukunya Timaeus and Critias sekitar 2500 tahun silam, dari sudut pandang geologi dan spekulasi ilmiah dewasa ini, sangat mungkin adalah Sunda Land, yang sekarang kita kenal dengan Indonesia Barat (Jawa, Sumatera dan Kalimantan) hingga semenanjung Malaysia dan Thailand.  

Benua Atlantis disebut sebagai awal peradaban manusia. Penduduknya memiliki kebudayaan tinggi dan bangsa superior. Namun benua itu telah tenggelam selama ribuan tahun karena berbagai bencana alam. Yang menarik, hingga kini tidak diketahui dengan pasti dimana sebenarnya letak benua Atlantis itu? Dari sudut pandang geologis, ternyata sangat mungkin letak Atlantis justru di tataran Sunda....!


Selasa, April 19, 2011

Menulis: Kekuatan dan Kelemahannya

writerscafe.org

Menulis pada dasarnya adalah berkomunikasi. Menulis adalah suatu proses pengoperan lambang-lambang yang berarti sehingga dapat dipahami oleh pembaca (seseorang atau sejumlah orang tertentu). Sedangkan tujuan menulis adalah menyampaikan informasi, menghibur, mendidik, bahkan juga mengubah sikap, pendapat dan perilaku. Bisa juga sekadar mengungkapkan pikiran, perasaan dan ekspresi seseorang kepada pihak lain. 


Menulis adalah fungsi lain dari berbicara. Jika berbicara dilakukan melalui mulut dengan menggerakan lidah, maka menulis dilakukan dengan jari-jemari tangan menggerakkan pena atau menekan tuts papan komputer atau mesin tik. Jika Anda mengalami kesulitan menulis, maka resep praktis saya adalah: lakukanlah ia semudah Anda berbicara. 

Baiklah, masalah kesulitan menulis ini, akan saya bahas kemudian pada topik yang khusus. Kali ini, saya ingin mengupas masalah manfaat menulis. Mengapa menulis itu perlu? Apa sebenarnya manfaat menulis dan benarkah ada pula kerugian menulis? 

Kemampuan dan keterampilan menulis, jelas sangat diperlukan tidak saja di dunia akademik tetapi juga di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam dunia akademik, kita tidak dapat menghindarkan kewajiban untuk memenuhi tugas-tugas di sekolah, tugas  perkuliahan, bahkan tugas dalam membuat dan menyusun karya tulis, makalah, skripsi, tesis hingga disertasi. Orang lain, khususnya guru, dosen, dekan dan para pihak penyelenggara pendidikan akan dengan mudah menilai kemampuan anak didik atau para mahasiswanya dengan melihat jawaban soal secara tertulis, dengan melihat atau membaca karya tulis seperti makalah dan karya-karya tulis lain yang Anda buat.


hm..what do you
think about me?
Jika Anda sering membuat karya tulis, lama kelamaan Anda akan menjadi terbiasa. Kemudian apa yang tumbuh dan menetap di dalam diri seseorang setelah ia terbiasa menulis?

Pertama, Anda akan dengan mudah mengolah pikiran dengan menganalisis suatu masalah secara teratur, logis dan runtut (sistematik).

Kedua, Anda bisa menjangkau khalayak (audiens) dalam jumlah lebih luas daripada yang bisa kita bayangkan! (Ini benar-benar fakta, karena kita tidak pernah tahu bahwa publikasi yang kita buat di jaman sekarang mudah sekali diketahui, dibaca bahkan diduplikasi dengan dukungan teknologi dalam jumlah hampir tidak terbatas di ruang yang juga nyaris tidak terbatas). Jika dengan berbicara secara lisan,  kita hanya menjangkau pendengar paling banyak satu ruang kelas atau paling banter seluas lapangan sepakbola, seperti sering kita lihat di waktu kampanye partai-partai politik. Maka, dengan menulis (apalagi dengan bantuan kemajuan internet dewasa ini), maka hampir-hampir kita tidak dapat membayangkan berapa banyak orang dari berbagai negara yang dapat membaca tulisan Anda. 

Ketiga, Anda relatif terbebas dari kendala ruang, waktu dan hambatan psikologis. Perkara kendala ruang dan waktu, kehadiran jejaring sosial (misalnya: facebook) sudah membuktikannya bahwa kendala semacam itu praktis sudah teratasi. Sedangkan kendala psikologis, jelas sekali: jika Anda seorang wanita, tidak perlu berdandan supaya  tampak cantik untuk menyampaikan pendapat dan pikiran Anda melalui tulisan. Juga tidak perlu merisaukan pakaian apa yang pantas digunakan ketika  hendak menyampaikan pesan kepada dunia secara tertulis.

Keempat, aktivitas menulis juga merupakan sarana aktualisasi diri. Maslow, pakar psikologi manajemen, mengatakan bahwa puncak kebutuhan manusia adalah aktualisasi diri, setelah mereka bisa memenuhi berbagai kebutuhan dasarnya (primary needs). Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal (fisik) serta kebutuhan akan cinta dan kasih sayang (psikis)  terpenuhi.

Secara sosiologis, manusia memang bukan mahluk monosoliter tapi senang hidup berkelompok. Pertumbuhan jumlah penduduk dunia berikut perilaku dan pola hidup yang bervariasi adakalanya tidak selaras dengan habitat alamnya. Apalagi ketika pola hidup konsumtif yang cenderung berlebihan itu, difasilitasi oleh kemajuan teknologi, maka terjadilah kerusakan yang menyebakan semakin terbatasnya daya dukung lingkungan. Maka,  terjadilah  dinamika kelompok karena setiap individu harus berjuang untuk bisa bertahan (hidup) dengan cara berkompetisi, bersaing untuk saling mengalahkan atau bekerjasama untuk melawan musuh yang lebih besar dari dirinya.

Persaingan terjadi di segala sektor.  Tidak saja antara satu kelompok dengan kelompok yang berbeda,  tetapi bahkan diantara sesama anggota kelompoknya. Masing-masing ingin tampak menonjol, lebih kuat, lebih cantik/tampan, lebih cerdas, lebih kaya dan lebih-lebih lainnya. Salah satu sarana untuk mengaktualisasikan diri dengan cara yang lebih berlipat ganda dampaknya adalah melalui media massa.

Maka, tak heran, di jaman sekarang ini begitu banyak orang yang berani mengorbankan apa saja demi mengejar popularitas dengan berbagai cara. Seperti banyak terjadi di kalangan selebriti dan politisi kita, yang senang disorot kamera (media exposure). Begitu kuatnya hasrat meraih aktualisasi diri ini sekuat ambisi seseorang mencapai kekuasaan. Demikian pula dengan menulis. Selain pengejawantahan nilai spiritual dan idealisme, menulis juga memberikan nilai praksis yang seketika (instant) yakni popularitas. Bedanya, pendekatan melalui tulisan bisa dikatakan lebih intelektual dan elegan ketimbang sorotan kamera dan terpaan media visual lainnya. 

Kelemahan Menulis
Selain beberapa sisi kekuatan (keuntungan) dari menulis, juga terdapat sisi kelemahan (kerugian) yang patut dicermati. Berikut ini beberapa diantaranya:

Pertama,  pesan yang kita kirimkan akan kehilangan banyak nuansa emosionalnya jika dibandingkan dengan pesan secara lisan. Kita tidak bisa menangkap ekspresi wajah atau air muka Si pembicara ketika menyampaikan pesan tertulis kepada kita. Tetapi jangan khawatir, penggunaan tanda-tanda baca secara efektif, akan lumayan membantu menutup (sebagian)  kelemahan ini.

Kedua, karena sifatnya bermedia, maka respon atau umpan balik yang kita terima pun akan mengalami penundaan. Tanggapan atau reaksi dari lawan bicara kita, tidak muncul seketika karena Penerima pesan memerlukan waktu untuk mencerna atau memahami isi pesan sesuai dengan persepsinya (persepsi juga terbentuk karena latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki seseorang) . Selain itu, ia harus memformulasikan tanggapannya yang menuntut kemampuan untuk: menemukan pilihan kata yang tepat (diksi); mengatur tata kalimat yang selain layak dan pantas (etis) juga memenuhi kaidah mantik (framework of logical thinking order). Dan last but not least, yang tak kalah pentingnya adalah penekanan kepada isi dan makna tertentu yang dikehendaki si Pemberi pesan (penulisnya). Namun kehadiran digital media dan perkembangan dunia internet dewasa ini, telah memungkinkan percakapan tertulis secara langsung. 

Ketiga, setiap ‘kesalahan’  yang  kita buat dalam bentuk tertulis akan bertahan lama. Bahkan nyaris ‘abadi’ sepanjang  masa!   Sampai kita meralat, memperbaiki atau melupakannya sama sekali. Hal terakhir inilah yang seringkali mencegah kita untuk menulis sembarangan.

Sayangnya, point terakhir itu seringkali dilebih-lebihkan, diperburuk dengan tradisi dan kebiasaan-kebiasaan kita yang cenderung memperkuat gejala ‘takut salah’ ini menjadi sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya kita tidak pernah mau menulis. Terutama yang ditujukan untuk kepentingan umum. Seperti menulis untuk konsumsi publik di situs-situs internet atau blog, media cetak seperti Suratkabar, Majalah, Buletin, Internal Magazine, Jurnal Ilmiah atau forum for professional gathering dan lainnya.

Lebih parah lagi, ternyata keengganan (lebih tepatnya: malas) menulis itu pun banyak terjadi di lingkungan akademik kita. Akibatnya, tentu saja sangat merugikan. Tingkat produktivitas karya-karya ilmiah dari para cendekiawan Indonesia di forum internasional, merupakan  salah satu indikator penting yang menunjukkan berkembang atau tidaknya ‘budaya akademik’  suatu universitas. Harus diakui, faktor inilah yang menyebabkan banyak universitas kita (di Indonesia) terpuruk! 

Kebanyakan Perguruan Tinggi kita (menurut sebuah survey) berada pada ranking ratusan atau berada pada peringkat sangat jauh jika dibandingkan dengan beberapa Universitas ternama lainnnya di luar negeri. Bahkan dari universitas-universitas di negara tetangga dekat kita. Jika pada 20-30 tahun silam, banyak mahasiswa Malaysia, Thailand dan Filipina yang menuntut ilmu di universitas-universitas terbaik di Indonesia, maka sekarang ini keadaannya terbalik: mahasiswa Indonesia lah yang lebih banyak belajar di negara-negara tetangga!

Sampai saat saya menulis di sini, saya belum melihat cara lain yang lebih baik untuk mengejar  ketinggalan itu, kecuali dengan mendorong para cendekiawan kita agar lebih produktif untuk   mempublikasikan hasil-hasil penelitan mereka yang bermanfaat bagi kemanusiaan.  Mereka harus dirangsang agar lebih banyak dan lebih sering  lagi menulis di jurnal-jurnal ilmiah yang bergengsi! Sehingga suara kita bisa ‘terdengar nyaring’ di ruangan yang lebih luas.

Pada saat yang sama, secara perlahan tetapi pasti, akan tumbuh secara alami berbagai aktivitas semarak yang akan menguji dan mengapresiasi hasil-hasil temuan, melalui berbagai bentuk kegiatan. Seperti kolokium, seminar, diskusi, dan arena lainnya. Berbagai kegiatan yang dinamis inilah yang menurut pendapat saya bisa merangsang kembali tumbuhnya tradisi ilmiah dan budaya akademik, yang akhir-akhir ini semakin surut tergerus oleh gelombang dahsyat konsumerisme (termasuk komersialisasi dunia pendidikan).

Saya menyadari, itu persoalan besar yang bagi sebagian orang adalah masalah abstrak! Tetapi saya ingin menjawabnya dengan cara yang mudah. Bahwa dalam konteks personal,  setiap kita memang bertanggungjawab bahkan dituntut (sesuai bidang dan kapasitasnya masing-masing) berbuat sesuatu  agar lingkungan kita menjadi lebih baik, lebih sehat, lebih menyejahterakan bagi sebanyak mungkin orang.  Dan ini harus ada langkah awal untuk memulainya.

Buat para akademisi, tak lain  dengan produktif menulis! Tentu saja, soal ini tidak bisa sekedar diinstruksikan atau diperintahkan, tetapi benar-benar hanya bisa dimulai dari diri sendiri. Ya, sekali lagi dari diri sendiri melalui cara mudah dan praktis menulis karya ilmiah (juga ilmiah populer), bisa dimulai dengan langkah-langkah kecil dan tindakan sederhana, seperti menulis di blog yang kini semakin menjamur di Indonesia. 

                                                               Continue Reading>>

Bagaimana Membuat Tulisan Anda Menarik? Menolak Rutinitas

Banyak Negara Yang Mengklaim Atlantis, Kini Peluang Indonesia

SUNDA LAND Menjawab Misteri Benua ATLANTIS yang Hilang (2) 

 benteng di dasar laut  diduga
reruntuhan atlantis

Pendapat Oppenheimer (1999) dan Santos (2005) bagi sebagian para peneliti adalah kontroversial dan mengada-ada. Tentu kritik ini adalah hal yang wajar dalam pengembangan ilmu untuk mendapatkan kebenaran. 

Beberapa tahun ke belakang, pendapat yang paling banyak diterima adalah seperti yang dikemukakan oleh Kircher (1669) bahwa Atlantis itu berada di tengah-tengah Samudera Atlantik sendiri, dan tempat yang paling meyakinkan adalah Pulau Thera di Laut Aegea, sebelah timur Laut Tengah.


Pulau Thera yang dikenal pula sebagai Santorini adalah pulau gunung api yang terletak di sebelah utara Pulau Kreta. Sekira 1.500 SM, sebuah letusan gunung api yang dahsyat mengubur dan menenggelamkan kebudayaan Minoan...

Hasil galian arkeologis menunjukkan bahwa kebudayaan Minoan merupakan kebudayaan yang sangat maju di Eropa pada zaman itu, namun demikian sampai saat ini belum ada kesepakatan di mana lokasi Atlantis yang sebenarnya.

Setiap teori memiliki pendukung masing-masing yang biasanya sangat fanatik dan bahkan bisa saja Atlantis hanya ada dalam pemikiran Plato.  Perlu diketahui pula bahwa kandidat lokasi Atlantis bukan hanya Indonesia, banyak kandidat lainnya antara lain: Andalusia, Pulau Kreta, Santorini, Tanjung Spartel, Siprus, Malta, Ponza, Sardinia, Troy, Tantali, Antartika, Kepulauan Azores, Karibia, Bolivia, Meksiko, Laut Hitam, Kepulauan Britania, India, Srilanka, Irlandia, Kuba, Finlandia, Laut Utara, Laut Azov, Estremadura dan hasil penelitian terbaru oleh Kimura's (2007) yaitu menemukan beberapa monument batu dibawah perairan Yonaguni, Jepang yang diduga sisa-sisa dari peradaban Atlantis atau Lemuria.


Peluang Pengembangan Ilmu 

monumen bawah laut
 diduga reruntuhan atlantis
(newprophecy.com)
Adalah fakta bahwa saat ini berkembang pendapat yang menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang dianggap ahli waris Atlantis yang hilang. Untuk itu kita harus bersyukur dan membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya adalah merupakan pusat peradaban dunia yang misterius.

Bagi para arkeolog atau oceanografer modern, Atlantis merupakan obyek menarik terutama soal teka-teki di mana sebetulnya lokasi benua tersebut dan karenanya menjadi salah satu tujuan utama arkeologi dunia.

Jika Atlantis ditemukan, maka penemuan tersebut bisa jadi akan menjadi salah satu penemuan terbesar sepanjang masa. Perkembangan fenomena ini menyebabkan Indonesia menjadi lebih dikenal di dunia internasional khususnya di antara para peneliti di berbagai bidang yang terkait. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia perlu menangkap peluang ini dalam rangka meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peluang ini penting dan jangan sampai diambil oleh pihak lain.

Kondisi ini mengingatkan pada Sarmast (2003), seorang arsitek Amerika keturunan Persia yang mengklaim telah menemukan Atlantis dan menyebutkan bahwa Atlantis dan Taman Firdaus adalah sama. Sarmast menunjukkan bahwa Laut Mediteranian adalah lokasi Atlantis, tepatnya sebelah tenggara Cyprus dan terkubur sedalam 1500 meter di dalam air.

‘Penemuan’ Sarmast, menjadikan kunjungan wisatawan ke Cyprus melonjak tajam. Para penyandang hibah dana penelitian Sarmast, seperti editor, produser film, agen media dll mendapat keuntungan besar. Mereka seolah berkeyakinan bahwa jika Sarmast benar, maka mereka akan terkenal; dan jika tidak, mereka telah mengantungi uang yang sangat besar dari para sponsor.

Santos (2005) dan seorang arkeolog Cyprus sendiri yaitu Flurentzos dalam artikel berjudul: ”Statement on the alleged discovery of atlantis off Cyprus” (Santos, 2003) memang menolak penemuan Sarmast. Mereka sependapat dengan Plato dan menyatakan secara tegas bahwa Atlantis berada di luar Laut Mediterania

Pernyataan ini didukung oleh Morisseau (2003) seorang ahli geologis Perancis yang tinggal di pulau Cyprus. Ia menyatakan tidak berhubungan sama sekali dengan fakta geologis. Bahkan Morisseau menantang Sarmast untuk melakukan debat terbuka. 

Namun demikian, usaha Sarmast untuk membuktikan bahwa Atlantis yang hilang itu terletak di Cyprus telah menjadikan kawasan Cyprus dan sekitarnya pada suatu waktu tertentu dibanjiri oleh wisatawan ilmiah dan mampu mendatangkan kapital cukup berasal dari para sponsor dan wisatawan ilmiah tersebut. 

Demikian juga dengan letak Taman Eden, sudah banyak yang melakukan penelitian mulai dari agamawan sampai para ahli sejarah maupun ahli geologi jaman sekarang. Ada yang menduga letak Taman Eden berada di Mesir, di Mongolia, di Turki, di India, di Irak dsb-nya, tetapi tidak ada yang bisa memastikannya.

Penelitian yang cukup konprehensif berkenaan dengan Taman Eden diantaranya dilakukan oleh Zarins (1983) dari Southwest Missouri State University di Springfield. Ia telah mengadakan penelitian lebih dari 10 tahun untuk mengungkapkan rahasia di mana letaknya Taman Eden. Ia menyelidiki foto-foto dari satelit dan berdasarkan hasil penelitiannya ternyata Taman Eden itu telah tenggelam dan sekarang berada di bawah permukaan laut di teluk Persia.

Hingga saat ini, letak dari Atlantis dan Taman Eden masih menjadi sebuah kontroversi, namun berdasarkan bukti arkeologis dan beberapa teori yang dikemukakan oleh para peneliti, menunjukkan kemungkinan peradaban tersebut berlokasi di Samudera Pasifik (disekitar Indonesia sekarang). Ini menjadi tantangan para peneliti Indonesia untuk menggali lebih jauh, walaupun banyak juga yang skeptis, beranggapan bahwa Atlantis dan Taman Eden tidak pernah ada di muka bumi ini.

Penutup
Gulf of Atlantis
Peluang pengembangan ilmu sebenarnya telah direalisasikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui 'International Symposium on The Dispersal of Austronesian and the Ethnogeneses of the People in Indonesia Archipelago, 28-30 Juni 2005 yang lalu. 

Salah satu tema dalam gelaran tersebut menyangkut banyak temuan penting soal penyebaran dan asal usul manusia dalam dua dekade terakhir. Salah satu temuan penting dari hasil penelitian yang dipresentasikan dalam simposium tersebut adalah hipotesis adanya sebuah pulau yang sangat besar terletak di Laut Cina Selatan yang kemudian tenggelam setelah Zaman Es.

Menurut Jenny (2005), hipotesis itu berdasarkan pada kajian ilmiah seiring makin mutakhirnya pengetahuan tentang arkeologi molekuler. Salah satu pulau penting yang tersisa dari benua Atlantis jika memang benar, adalah Pulau Natuna, Riau, Indonesia.

Berdasarkan kajian biomolekuler, penduduk asli Natuna diketahui memiliki gen yang mirip dengan bangsa Austronesia tertua. Bangsa Austronesia diyakini memiliki tingkat kebudayaan tinggi, seperti bayangan tentang bangsa Atlantis yang disebut-sebut dalam mitos Plato.

Ketika Zaman Es berakhir, yang ditandai tenggelamnya 'benua Atlantis', bangsa Austronesia menyebar ke berbagai penjuru. Mereka lalu menciptakan keragaman budaya dan bahasa pada masyarakat lokal yang disinggahinya. Dalam tempo cepat yakni pada 3.500 sampai 5.000 tahun lampau kebudayaan ini telah menyebar. Kini rumpun Austronesia menempati separuh muka bumi.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa asal usul Taman Eden (manusia modern) dan hilangnya benua Atlantis sangat berkaitan dengan kondisi geologi khususnya aktivitas tektonik lempeng dan peristiwa Zaman Es.

Lost City of Atlantis 
(zaffnews.com)
Perubahan iklim yang drastis di dunia, menyebabkan berubahnya permukaan laut, kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Zaman Es memberi ruang yang besar kepada perkembangan peradaban manusia yang amat besar di Sundaland

Pada saat itu suhu bumi amat dingin, kebanyakan air dalam keadaan membeku dan membentuk glasier. Oleh karena itu kebanyakan kawasan bumi tidak sesuai untuk didiami kecuali di kawasan khatulistiwa yang lebih panas.

Di antara kawasan ini adalah wilayah Sundaland dan Paparan Sahul serta kawasan di sekitarnya yang memiliki banyak gunung api aktif yang memberikan kesuburan tanah. Dengan demikian keduanya memiliki tingkat kenyamanan tinggi untuk berkembangnya peradaban manusia.

Adapun wilayah lainnya tidak cukup memiliki kenyamanan berkembangnya peradaban, karena semua air dalam keadaan membeku yang membentuk lapisan es yang tebal. Akibatnya, muka laut turun hingga 200 kaki dari muka laut sekarang.

Wilayah Sundaland yang memiliki iklim tropika dan memiliki kondisi tanah subur, menunjukkan tingkat keleluasaan untuk didiami. Kemungkinan pusat peradaban adalah berada antara Semenanjung Malaysia dan Kalimantan, tepatnya sekitar Kepulauan Natuna (sekitar laut China Selatan) atau pada Zaman Es tersebut merupakan muara Sungai yang sangat besar yang mengalir di Selat Malaka menuju laut China Selatan sekarang. Anak-anak sungai dari sungai raksasa tersebut adalah sungai-sungai besar yang berada di Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan bagian Barat dan Utara.

Kemungkinan kedua adalah Muara Sungai Sunda yang mengalir di Laut Jawa menuju Samudera Hindia melalui Selat Lombok. Hulu dan anak-anak sungai terutama berasal dari Sumatera bagian Selatan, seluruh Pulau Jawa, dan Pulau kalimantan bagian Selatan.

not found on google earth 
(universetoday.com)
Oleh karena itu klaim bahwa awal peradaban manusia berada di wilayah Mediterian patut dipertanyakan. Sebab pada masa itu kondisi iklim sangat dingin dan beku, lapisan salju di wilayah Eropa dapat menjangkau hingga 1 km tebalnya dari permukaan bumi. Keadaan di Eropa dan Mesir pada masa itu adalah sama seperti apa yang ada di kawasan Artik dan Antartika sekarang ini.

Kawasan Sundaland pada saat itu walaupun memiliki suhu paling dingin sekalipun, tetap dapat didiami dan menjadi kawasan bercocok tanam kerena terletak di sekitar garisan khatulistiwa. 

Lebih menarik lagi, dengan muka laut yang lebih rendah, pada masa itu Sundaland adalah satu daratan benua yang menyatu dengan Asia dan terbentang membentuk kawasan yang amat luas dan datar. Apabila bumi menjadi semakin panas dan sebagian daratan Sundaland tenggelam daerah ini tetap dapat didiami dan tetap subur.

Di sisi lain kenyamanan iklim dan potensi sumberdaya alam yang dimiliki wilayah Sundaland, juga dibayangi oleh kerawanan bencana geologi yang begitu besar akibat pergerakan lempeng benua seperti yang dirasakan saat ini. 


Kejadian gempabumi, letusan gunung api, tanah longsor dan tsunami yang terjadi di masa kini juga terjadi di masa lampau dengan intensitas yang lebih tinggi seperti letusan Gunung Toba, Gunung Sunda dan gunung api lainnya yang belum terungkap dalam penelitian geologi.

pull nets at Sunda strait coast
(taken recently by ronald agusta)
Instansi yang terkait diharapkan dapat berperan menangkap peluang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk mengungkap fenomena Sundaland sebagai Benua Atlantis yang hilang maupun sebagai Taman Eden

Paling tidak peranan instansi tersebut dapat memperoleh temuan-temuan awal (hipothesis) yang mampu mengundang minat penelitian dunia untuk melakukan riset yang komprehensif dan berkesinambungan..

Keberhasilan langkah upaya mengungkap suatu fenomena alam akan membuka peluang pengembangan berbagai sektor diantaranya adalah sektor pariwisata. 

Kemampuan manajemen kepariwisataan yang baik, suatu kegiatan penelitian berskala internasional artinya hipotesis penelitian yang dibangun dapat mempengaruhi wilayah dunia lainnya, akan berpotensi menjadi kegiatan wisata ilmiah yang dapat menghasilkan devisa negara andalan dan basis ekonomi masyarakat seperti yang telah dinikmati oleh Mesir, Yunani, Cyprus dll.

.

Rabu, April 13, 2011

Militer Harus Segera Bertindak: Bebaskan Pelaut Indonesia Dari Perompak Somalia!

Para Perompak Somalia sebelum memanjat
ke anjungan MV. Sinar Kudus (TheRebel)
Hampir satu bulan sudah berlalu. Namun nasib kapal barang MV. Sinar Kudus beserta 20 orang kru kapal yang di bajak perompak Somalia di Laut Arab, hingga kini belum ada tanda-tanda akan segera dibebaskan. Sebanyak 12 anak buah kapal (ABK) dilaporkan dalam keadaan sakit dan sisanya menderita depresi. Pemerintah dan Militer harus segera bertindak tegas, membebaskan para pelaut Indonesia.....

Kamis, April 07, 2011

GAMBARU: Cermin Ketegaran Bangsa Jepang Menghadapi Tsunami

Sejarah menunjukkan, bangsa Jepang tidak memerlukan waktu lama untuk memulihkan dirinya dari kesulitan. Seperti yang mereka tunjukkan pada pasca Perang Dunia ke-2, ketika negeri ini mengalami kehancuran luar biasa, setelah  pihak militer sekutu, dipimpin Amerika Serikat  menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Kemudian mereka bangkit kembali membangun negerinya sehingga menjadi sebuah negara maju dan disegani di dunia internasional.  Bahkan menjadi bangsa dengan ekonomi terkuat di dunia.  

Japanese Samurai
(cellinifinegifts.com) 
Apa rahasianya? Rouli Esther Pasaribu, Mahasiswi Indonesia yang sedang menuntut ilmu di Jepang, menulis kesan yang menarik tentang bagaimana sikap mental dan karakter umumnya orang Jepang dalam menghadapi kesulitan yang paling berat sekalipun, Berikut ini, saya muat tulisan Esther untuk Anda.
 “Terus terang saja, satu kata yang benar-benar memuakan jiwa raga setelah tiba di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuang mati-matian sampai titik darah penghabisan......

Muak habis, sumpah, karena setiap kali bimbingan sama profesor, kata-kata penutupnya selalu : motto gambattekudasai (ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshoni gambarimashoo (saya tahu ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama), moto  kenkyuu shitekudasai (ayo membuat penelitian lebih dan lebih lagi).


Sabtu, April 02, 2011

Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Kini Sudah Di Kavling - Kavling..!

Gugusan Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara
 
GUGUSAN Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, memiliki sekurangnya 114  pulau. Bukan rahasia lagi, jika banyak pulau-pulau berikut pantainya di sana  yang sudah  di kavling - kavling menjadi rmarine resort


Siapa pemiliknya? Pulau-pulau itu, kini dimiliki secara pribadi para konglomerat di Jakarta, para pejabat atau orang-orang yang memiliki kelebihan uang dan mempergunakannya untuk bersenang-senang.


Bahkan, seorang ‘Raja Judi’ di Jakarta dikabarkan memiliki 13 buah pulau di sana. Tentu saja tidak sembarang  orang boleh merapatkan lambung kapalnya, bahkan menginjakkan kakinya  ke sana tanpa izin dari Pemiliknya.