Sabtu, Juni 11, 2011

Keliling Indonesia Dengan Perahu Cadik, Siapa Takut?

Acara Pelepasan Pendi dari Ancol
(ekspedisibahari.wordpress.com)
Petualang Laut, Effendy Soleman (60), pada Minggu 29 Mei 2011 yang lalu, memutuskan untuk berlayar keliling Indonesia (Jakarta - Sabang - Merauke - Jakarta) menempuh jarak sekitar 9000 mil, menggunakan perahu Cadik, jenis trimaran (multi hull) bernama Katir Nusantara II. Pelayaran yang direncanakan selama 3 bulan ini, akan singgah pada setiap pelabuhan yang dilaluinya, dengan membawa serta para pemuda setempat untuk menularkan semangat dan jiwa bahari. 
effendy Soleman

Katir Nusantara II (panjang 8,5 M, lebar 6 M, dan tinggi tiang layar 10 M), selain menggunakan layar sebagai penggerak utama, juga  dibantu dua motor tempel bertenaga 15 PK. Katir dibuat oleh Dop Barr dari Carita Boat Indonesia menelan biaya sekitar Rp.335 juta (39,429.5 US Dollar)Ekspedisi Sabang-Merauke, selain didukung para pejabat juga mendapat banyak sponsor, terutama dari kalangan Media, karena memang Effendy Soleman  cukup dekat dengan lingkaran wartawan di Jakarta.

Pendi, demikian ia biasa dipanggil, bertolak dari kompleks Gelanggang Olah Raga Air, Bahtera Jaya, Ancol, Jakarta Utara, bersama Haberta Adi Pratama, Ases Roberty dari Masopala Universitas Sriwijaya, dan Syafei, pramuka Saka Bahari Jakarta. 

Pelayaran ‘nekat’ ini memang bukan pertama kali ia lakukan. Pada 1988, Pendi pernah berlayar dari Jakarta menuju Brunei Darussalam menggunakan perahu cadik tunggal, Cadik Nusantara. Setahun kemudian ia berlayar lagi mengajak 7 Cewek dari Jakarta menuju Bangka dengan nama ‘Ekspedisi Wanita Cadik Nusantara’. Dan pada 1996 ia seorang diri berlayar ke Penang, Malaysia. Terakhir, tahun 2005, ia berlayar dalam rangka memperingati setahun bencana tsunami di Aceh.

Pelayaran mantan fotografer tabloid Mutiara kali ini, seakan mengingatkan sejumlah pihak untuk ‘menghidupkan’ olah raga perahu layar di berbagai daerah di Indonesia. 

Dengan ekspedisi Sabang - Merauke, Pendi juga seakan memicu persiapan 'Sabang Regatta' (Sabang-Langkawi-Phuket) lomba layar internasional yang disponsori Departemen Pariwisata, yang digelar September mendatang, sehingga diharapkan kota Sabang (dan pulau Weh) yang merupakan wilayah di ujung paling barat Indonesia di mana terletak Kilometer NOL ini, bisa menjadi pintu gerbang utama pariwisata memasuki pulau Sumatera, Pulau Nias, dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Bagaimanapun, Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sangat strategis, sebagai jembatan lalu lintas antara dua benua, yaitu Australia dan Asia. Demikian pula kondisi alam tropisnya yang sangat menyenangkan  untuk kegiatan olahraga perairan, sehingga banyak orang  mengatakan Indonesia sebagai The Best Area for Sailing karena sepanjang tahun (kecuali Januari-Februari) cuaca dan angin sangat menunjang untuk kegiatan olah raga perairan. Termasuk lomba layar jarak jauh.

Lomba ini sangat digemari oleh para pelaut mancanegara. Sayangnya upaya-upaya meningkatkan wisata bahari dengan mengembangkan olah raga layar, bisa dikatakan belum memasyarakat.

rute pelayaran Katir Nusantara
 dan Titik Persinggahan
Di beberapa negara tetangga, ada lomba-lomba tradisional yang telah berjalan selama bertahun-tahun, seperti: Sydney-Hobart Yacht Race, Penyeberangan Trans Atlantik yaitu Trans Atlantic Las Palmas - Barbados, juga ada King’s Cup di Thailand, Raja Muda Cup di Malaysia dan Singapore Regatta

Kegiatan-kegiatan seperti itu seharusnya lebih mendorong kita di Indonesia untuk meningkatkan olahraga perairan dalam mengembangkan wisata bahari, sehingga pada gilirannya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar.

Lomba layar yang sudah menjadi tradisi di Indonesia, antara lain: lomba Layar Darwin -  Dilli (dulu Timor Timur) kemudian diubah rutenya menjadi Darwin-Ambon. Lomba layar itu ternyata memberikan daya tarik tersendiri bagi para pelaut di negeri Kanguru,  Australia. Dan biasanya, setelah para pelaut mengikuti lomba Darwin-Ambon, kemudian tiba di Ambon, mereka melanjutkan pelayaran menyusuri pulau-pulau di Indonesia. Kebiasaan itu sudah berjalan belasan tahun. Dan  pulau-pulau favorit yang kerap mereka kunjungi antara lain: Pulau Ternate, Pulau Tidore, Pulau Banda, kemudian berakhir di Benoa,Bali.

Ekspedisi layar Sabang-Merauke
(Aries Inbazh)
Lomba layar Darwin-Ambon, pada 1999 sempat terhenti karena meletusnya konflik antar agama (SARA) di Ambon. Namun, para pelayar Indonesia selalu berusaha setiap tahun bisa berpartisipasi.Tim-tim dari Indonesia biasanya diwakili Tim PORLASI dari Jakarta, juga Tim Layar Kota Ambon dan kota Darwin.

Saya ingin menyebut beberapa nama yang telah berjasa mengembangkan kegiatan olahraga layar ini, diantaranya; Laksamana Sudomo, Laksamana Pertama Urip Santoso dan Indra Kartasasmita, mantan Direktur Perkapalan Pertamina (1990-1996).

Pada masa Indra Kartasasmita, terasa olah raga layar ini berkembang cukup pesat. Indra juga dikenal sebagai mahasiswa Indonesia yang pertamakali memperkenalkan Olahraga Kempo di Indonesia. Ayah Indra, Mayor Jenderal Didi Kartasasmita adalah tentara pejuang kemerdekaan yang pernah mengikuti pendidikan militer di Breda, Belanda.

Pertamina sendiri memiliki klub layar Kuda Laut. Perusahaan Minyak dan Gas Bumi ini, sangat antusias membantu perkembangan olah raga layar. Ketika itu Pertamina memiliki pelabuhan khusus di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di pelabuhan itu bersandar beberapa perahu layar dan disediakan semacam tongkang atau mess terapung sebagai home base untuk mendukung kegiatan  olahraga layar.

Lomba Layar Darwin-Ambon, relatif cukup banyak peminatnya. Pada setiap lomba diikuti sekitar 125 kapal yacht yang dibagi ke dalam beberapa kelas: Racing Division dan Cruising Division. Dari setiap kelas itu, dibagi lagi menurut jenis-jenis kapal. Diantaranya, ada jenis kapal lunas ganda (catamaran). Jenis kapal ini bisa melaju cepat dari kapal-kapal yang berbadan satu (monohull).

sketsa Katir Nusantara
(ekspedisibahari)
Dengan posisi yang cukup kuat di Pertamina, bagi Indra tidak terlalu sulit mendatangkan sponsor yang bonafide, terutama dari para pengusaha rekanan Pertamina. Sehingga bisa memfasilitasi para peserta lomba, dengan menerbangkan para peserta Indonesia dengan pesawat khusus milik Pelita Air Service ke Darwin. 

Namun setelah itu, berbagai lomba layar seakan semakin surut.  Semoga dengan momentum Pendi ini, olahraga perairan di Indonesia, diharapkan bisa kembali semarak. Setidaknya membuka wacana ke arah itu.


Selamat jalan kawan. Selamat berjuang. Usia boleh gaek, tapi semangat harus terus menyala. Supaya lebih banyak lagi orang Indonesia yang mengenal laut dan pulau-pulaunya sendiri. 

Seorang teman berkomentar: 'Emang gila loe Pendi,... kagak ada matinya...! 
Lantas apa jawabannya? "Keliling Indonesia dengan Perahu Cadik, Siapa Takut?"


Nah, kita tunggu cerita dari ekspedisi Sabang-Merauke ini, setelah angin timur meniup layarnya kembali dari Merauke ke Ancol,  pelabuhan tempat dia bertolak! 

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Selamat jalan, bon vayage. Selamat kembali ke Jakarta.
Semoga semangat bahari menular kepada generasi generasi penerus.