Jumat, September 21, 2012

Wong Solo Itu, Akhirnya Memimpin Jakarta!

Mengenal Figur Jokowi - Ahok, Gubernur dan Wagub Jakarta 2012-2017 


Joko Widodo, walikota Solo itu, akhirnya memenangkan Pemilu Kepala Daerah paling bergengsi di Indonesia. Setelah melalui pertarungan sengit pada putaran ke-2 yang digelar  di Jakarta,  Kamis, 20 September 2012, pasangan Jokowi (panggilan akrab Joko Widodo) dan Ahok (panggilan akrab Basuki Tjahaja Purnama) akhirnya menang tipis atas pesaing kuatnya, incumbent Foke (Fauzi Bowo) dan Nara (Nachrowi Ramli). 

Meski angka resmi hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) baru akan diumumkan pada 3 Oktober 2012 mendatang, namun sejumlah lembaga survey yang melakukan penghitungan cepat (quick count) di Jakarta, telah melansir angka-angka perkiraan yang tidak berbeda jauh, yakni pada kisaran perolehan angka sebesar 52-53 % untuk kemenangan Jokowi-Ahok, sisanya 47-48% bagi pasangan Foke-Nara. Sumber lain: Cyrus Network, konsultan politik pemenangan Jokowi-Basuki, merilis hasil real count versi mereka. Jokowi-Ahok mendapat 54,72 persen dan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mendapat 45,08 persen.

Kami Siap Bekerja Keras
Membenahi Jakarta 

[okezone.com]
Perhitungan versi quick count hanya memberikan toleransi meleset sebesar 0,02 persen. Maka, tak ayal lagi,  Markas Jokowi-Ahok, di Jl. Borobudur, Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, siang itu (Kamis, 20 September 2012) tumpah ruah dengan pendukung calon gubernur DKI Jakarta yang baru. Mereka memakai pakaian khas garis merah-hitam, kotak-kotak, yang menjadi trademark bagi Jokowi-Ahok. 

Apa sebenarnya kunci keunggulan Jokowi-Basuki ini? Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahuddin, mengatakan bahwa ada tiga kunci keunggulan Joko Widodo dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta putaran kedua. Tiga faktor itu adalah kepribadian, kinerja, dan sportivitas.

Kamis, September 20, 2012

Peningkatan Kasus HIV/AIDS di Bali, Perlu Langkah Kongkret Pencegahan


Pulau Bali yang dijuluki Pulau Dewata merupakan primadona daerah tujuan wisata terpopuler di Indonesia, konon nama Bali lebih dikenal daripada Indonesia. Jumlah pengunjung (baik wisatawan lokal maupun mancanegara) dari tahun ke tahun terus meningkat. Seiring dengan peningkatan kunjungan wisatawan, meningkat pula insiden HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome).yang terdeteksi di sana.   Sangat disayangkan, upaya-upaya kongkret untuk mencegah penyebarluasan HIV/AIDS, belum ditangani secara serius. 

Data statistik Pariwisata menunjukkan, Pulau Bali dikunjungi lebih dari 6.924 juta wisatawan, meningkat sebanyak 1.172.978 orang (20,39 persen). Dari jumlah sekitar 7 juta wisatawan (lokal dan mancanegara, pada 2010) yang mengunjungi Bali. Dari jumlah itu, sekitar 60 persen adalah wisatawan asing. Bagaimana gambaran mengenai penyebaran HIV/AIDS di pulau Dewata ini? Berikut ini tulisan Syaiful W. Harahap untuk IndonesiaWaters.com sebagaimana juga terungkap dalam AidsIndonesia.com. 

Selasa, September 04, 2012

Benarkah Pasca Tsunami di Aceh: HIV/AIDS Mulai Merebak?

Merebaknya insiden kasus HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus) / AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) di Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Darussalam, yang secara formal menjalankan syariat Islam, kini menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Benarkah ini terjadi pasca tsunami Desember 2004 silam, akibat dari terbukanya interaksi dengan masyarakat dari luar Aceh? 

mereka tidak menyadari
[youtube]
Sekadar menyegarkan ingatan kita. Pada 26 Desember 2004, Banda Aceh dan Nias, Sumatera Utara, mengalami gempa bumi berkekuatan 8,5 skala Richter, yang disusul dengan munculnya gelombang dahsyat tsunami, meluluhlantakan dan menghancurkan kota Banda Aceh, dengan menelan korban diperkirakan sebanyak 300 ribu jiwa tewas. 

Bencana terbesar sepanjang 40 tahun terakhir dalam sejarah ini, kemudian mengundang simpati dari berbagai kalangan masyarakat internasional. Berbagai perwakilan pemerintah asing termasuk lembaga-lembaga/organisasi kemanusiaan kemudian berdatangan ke sana.   Mereka membaur, berinteraksi dan bahu membahu di dalam kegiatan darurat hingga proyek rehabilitasi dan resosialisasi, termasuk pembangunan kembali berbagai fasilitas dan infrastruktur vital di sana. Bencana alam itu, memang telah berlalu, hampir 8 tahun silam. Aceh kini telah kembali normal. Tetapi, belakangan muncul berita menarik, yakni mulai terdeteksi dan merebaknya kasus HIV/AIDS di sana.


Fenomena gunung es
HIV/AIDS
Apa itu HIV/AIDS? Mereka yang terdeteksi HIV/AIDS di dalam dirinya mengalami keadaan penurunan sistem kekebalan tubuh. Ini disebabkan oleh sejenis virus yang membunuh bagian terpenting dari sel darah putih di dalam tubuh (disebut dengan sel CD-4).  

Penurunan sistem kekebalan tubuh, membuat penderitanya menjadi rentan  terhadap serangan berbagai penyakit karena sel darah putih yang seharusnya membantu melawan infeksi dan bibit penyakit yang menyerang masuk ke dalam tubuh, sudah tidak berdaya akibat masuknya virus HIV.

Fenomena global ini mulai mengkhawatirkan sejumlah kalangan, karena justru terjadi di Aceh, wilayah yang dikenal sebagai benteng moral terkuat di Indonesia. Berikut ini tulisan yang merunut perjalanan masuknya insiden HIV/AID di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang kami turunkan atas kerjasama http://www.Indonesiawaters.com dengan http://www.aidsindonesia.com. 

“ …. tingginya perkiraan tingkat penderita HIV/AIDS di Aceh disebabkan semakin terbukanya daerah tersebut terhadap masyarakat luar yang datang dengan misi kemanusiaan merehabilitasi Aceh pasca tsunami Desember 2004 lalu.” Ini pernyataan Direktur UNAIDS perwakilan Indonesia, Jane Wilson, di Banda Aceh (3/12-2006) yang diberitakan oleh  Harian “Serambi Indonesia”, Banda Aceh (4/12-2006).

Senin, September 03, 2012

Realitas Media Yang Menipu

Kesan Seminggu Menonton TV
Kita adalah pemegang kendali atas apa yang ingin dilihat. Anda berhak mendapatkan tayangan yang patut, program yang layak untuk ditonton dan didengar. Jangan biarkan pikiran, badan dan jiwa Anda sepenuhnya 'didikte' oleh selera media.  Terbius oleh tayangan televisi, bacaan koran-koran kuning, yang (sebagian besar) hanya mengeksploitir instink rendah manusia. 

Jadilah pemirsa yang cerdas dalam menonton televisi dan kritis membaca suratkabar.  Sebab liputan media massa, ibarat sepotong cermin yang dipungut dari ribuan pecahan yang masih berserakan dari sebuah mosaik besar yang disebut realitas!    

kerumunan pers ketika meliput
suatu peristiwa [portaltiga.com]
Dalam sepekan terakhir ini, media massa nasional yang (mayoritas) terbit dan bermarkas di Jakarta, seakan mendapatkan 'berita besar'. Para pembaca koran, pemirsa televisi dan pendengar radio-radio, yang tersebar di berbagai penjuru tanah air, menjadi tahu (well informed)

Bahwa di Ibukota kota Jakarta telah terjadi 'peperangan' dua kelompok preman asal Ambon yang bertikai dengan preman asal Nusa Tenggara Timur (NTT), yang menyebabkan seorang tewas dan beberapa mengalami luka-luka, akibat pukulan dan bacokan. Perkelahian antar gang preman ini ditengarai oleh perebutan lahan penjagaan sebuah lokasi keramaian di daerah Kamal, Cengkareng, Jakarta Barat.

kerusuhan di Sampang, Madura
[lensaindonesia.com]
Sebelumnya, para pembaca surat kabar dan pemirsa televisi nasional juga menikmati liputan tentang terjadinya kebakaran pasca Idul Fitri di beberapa tempat di Jakarta, akibat dari korsleting listrik, faktor kelalaian manusia dalam suasana musim kemarau yang panjang.

Sementara, di luar Jawa, sebut saja pulau Madura, telah terjadi pertikaian diantara sesama umat Muslim, yang disebut-sebut berasal dari para pengikut Islam Sunni dengan pengikut islam Syiah, yang menyebabkan pembakaran beberapa rumah di sebuah desa di Sampang, sehingga sejumlah penduduk harus mengungsi untuk menghindari suasana genting. Pertikaian yang terjadi di dalam satu agama ini memang jarang terjadi, dan karena itu mengundang perhatian yang besar dari media massa.