Kamis, Juli 10, 2014

Akhirnya, Jokowi Melenggang ke Istana

Kubu Prabowo: Jangan Percaya Quick Count.Tunggu Putusan KPU!

 
Joko Widodo

Jakarta, IndonesiaWaters


Setelah pilpres usai, selepas pukul 15.00, Rabu (9/7), kubu pendukung Jokowi-Jusuf Kalla langsung mendeklarasi kemenangan. Namun, seakan berlomba, kubu Prabowo-Hatta pun merespon dengan mengklaim justru pihaknya sebagai pemenang. Tidak ada yang mengaku kalah, karena acuannya adalah hasil hitung cepat ( quick count) yang mereka percayai, meski dengan selisih yang tipis. Tensi politik kian memanas. Guna meredam  gejolak dan kerusuhan horisontal di masyarakat, Presiden SBY, bertemu Kedua Capres dan Cawapres  tadi malam, di Cikeas, Bogor.


Jokowi will be the next Indonesian President (2014-2019)

Dari sebelas lembaga survey, ada 7 lembaga memenangkan Jokowi-JK dan 4 memenangkan Prabowo-Hatta, dengan selisih yang tipis 1-5,5%. Ke-7  lembaga survei itu adalah Litbang Kompas, Lingkaran Survei Indonesia, Indikator Politik Indonesia, Populi Center, CSIS, Radio Republik Indonesia (RRI), dan Saiful Mujani Research Center.


Sementara itu, empat lembaga survei yang mendapatkan hasil kemenangan bagi Prabowo-Hatta adalah Puskaptis, Indonesia Research Center, Lembaga Survei Nasional, dan Jaringan Suara Indonesia.

Menanggapi hasil hitung cepat, kedua kubu menyatakan masing-masing mereka sebagai pemenang. Prabowo spontan sujud syukur di lantai. Sementara itu, Jokowi menemui pendukungnya di Tugu Proklamasi, Jakarta
, Jakarta Timur, merayakan kemenangan versi quick count.


Kamis, Juli 03, 2014

AHMAD DHANI BUKAN ANDY TIELMAN

Ahmad Dhani sungguh memalukan republik ini. Dia tidak mengerti sejarah, tidak mengerti perjalanan panjang demokrasi dan hak azasi manusia. Tingkahnya menggunakan seragam kebesaran  Komandan SS HeinrichHimmler, pasukan khusus partai Nazi yang menjadikan Adolf Hitler naik sebagai diktator yang menghancurkan Eropa. 

Kita bukan hidup di abad itu. Tetapi orang bijak bisa membaca dan mempelajari sejarah agar tidak terjebak dalam masa lampau umat manusia yang kelam.  Tidak kurang dari 10 juta manusia terbunuh oleh kekejaman Himmler, yang punya kegemaran melakukan pembunuhan manusia yang tidak disukainya melalui cara-cara yang biadab.  Orang Kristen, Komunis, Freemason, Liberal, serta orang yang bukan Jerman seperti Yahudi, Negro, Gipsi, Slavia dihabisi di kamar gas. Kulit mereka dibuat jacket, dan dagingnya dijadikan pupuk.

Piles of bodies in a liberated Nazi 
concentration camp in Germany
Himmler  yang membentuk kamp konsentrasi sangat ditakuti di sentero Eropa. Sementara  Ahmad Dhani dengan bangga menggunakan seragam Himmler dengan lencana merah di krah baju dan saku kanan tampil meniru gaya pembunuh massal itu.        

Tentu penampilan kembali  sosok pembunuh pada Perang  Dunia II itu menimbulkan kegemparan dan sekali gus mengundang protes dari berbagai negara, terutama dari bangsa-bangsa yang mengalami langsung bencana holocaust Hitler pada masa itu.

Video Memalukan Ahmad Dhani, Akhirnya Dicabut Paksa!

Ahmad Dhani (kiri) dan Heinrich Himmler 
Video promo Prabowo-Hatta yang di unggah Ahmad Dhani ke Youtube, akhirnya dihapus oleh pengelola situs Youtube.com karena menuai kecaman dan mengundang kontroversi. Selain pemakaian seragam Himmler, tangan kanan Adolf Hitler, Dhani juga menjiplak lagu ‘We Will Rock You’ karya Queen tanpa izin.

Video berbau Nazi itu, dihapus paksa oleh Youtube, bukan diturunkan sukarela oleh tim Prabowo-Hatta. Sejak , Senin 30 Juni 2014, video itu memang tak lagi bisa ditemukan di Youtube.

Selain Dhani, di dalam tayangan video itu, juga tampil secara bergantian penyanyi Nowela, Husein dan Virzha. Mereka adalah ‘tiga besar’ pemenang Indonesia Idol 2014, dimana Dhani menjadi salah seorang jurinya.  


Polemik 1 Muharram, Hari Santri Nasional


Penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional, hingga kini gaungnya terus berkepanjangan. Bahkan mengundang kontroversi. Tidak hanya di basis-basis kultural yang menjadi pusat pendidikan Islam (pondok-pondok pesantren tradisional dan modern, tetapi juga bahkan hingga ke ranah publik. 
 
Bermula ketika Calon Presiden  Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, menghadiri acara Haul KH. Hasyim Asyari dan Haul Ir. Soekarno di Yayasan Pesantren Babussalam, Jl. KH. Hasyim Asy’an Banjarejo Pagelaran Malang.

Ketika itu, Jokowi didaulat untuk menunjukkan komitmennya menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional, jika dirinya terpilih dalam Pilpres mendatang. Tanpa pikir panjang, mantan Wali Kota Solo yang kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta itupun, menyepakatinya.

Allan Nairn Ungkap Wawancara Off The Record dengan Prabowo



‘’Prabowo adalah seorang jenderal yang tidak percaya pada sistem demokrasi. Indonesia masih perlu rezim otoriter yang jinak.’’ ujar Allan Nairn, jurnalis Amerika dalam sebuah diskusi,  Selasa (12/07) di Jakarta.

Allan Nairn
Jurnalis yang kerap meliput investigasi kejahatan perang dan pelanggaran HAM, termasuk ketika kerusuhan di Santa Cruz, Timor Timur itu,  mengatakan, bahwa ia   pernah mewawancarai Prabowo tahun 2001 silam.

Ketika itu, kepada Prabowo ia menawarkan untuk tidak menyebutkan sumbernya, dan disepakati bahwa wawancara itu off the record. Namun, karena kepentingan yang lebih besar bagi bangsa  ini, dan mengingat Prabowo mungkin akan menjadi Presiden, ia merasa bahwa rakyat Indonesia berhak tahu siapa Prabowo sebenarnya.  

Damai Bersama Ramadhan 1435 H

Sidang pembaca yang terhormat.
Salah satu agenda besar bangsa kita sepanjang medio April --Juli tahun ini, adalah Pemilihan Umum. Pemilu, diyakini sebagai cara yang paling beradab dalam proses penggantian kekuasaan. Baik kekuasaan eksekutif, yudikatif maupun legislatif.  
Marhaban ya Ramadhan
(lintas.me)
Kita baru saja menuntaskan pemilu legislatif, di mana rakyat telah menentukan pilihannya. Namun, ini baru tahap awal, karena puncaknya adalah agenda Pemilihan Presiden RI (periode 2014-2019), yang akan ditentukan pada Pilpres 9 Juli 2014 mendatang.

Tak ayal lagi, suhu politik yang semula tenang dan damai, kini semakin memanas. Bahkan cenderung semakin menjurus kepada praktik-praktik politik yang tidak sehat. Baik di tingkat elit partai, tim sukses dari kedua kubu calon presiden dan calon wakil presiden, hingga para pendukung dan penggembira yang berada di kantung-kantung basis suara. Tidak hanya di Jawa, tetapi juga di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, Ambon, Bali, Flores, Aceh, Riau dan lainnya sampai ke pelosok desa-desa terpencil, terimbas dengan suhu politik Pilpres yang kian meruncing.


Tidak sedikit orang yang mengambil prakarsa menjadi penggembira dengan menari-nari dari genderang yang ditabuh para elit politik di Jakarta. Tidak puas dengan hanya menari, bahkan kemudian mereka melibatkan dirinya (baik secara sukarela maupun dengan menerima bayaran) terjun lebih jauh ke dalam kancah ‘perang’ urat syaraf yang merusak nilai, etika, norma-norma di dalam sendi-sendi kehidupan kita bermasyarakat.