Kamis, Januari 12, 2012

In memoriam: Maruta Jaya, Prototipe Kapal Kargo Ideal Yang Mati Prematur

KLM. Maruta Jaya-900
(foto:doc.mitra maruta)
KLM. Maruta Jaya-900, Minggu, 08 Januari 2012 mengalami nasib naas. Ia terbalik kemudian tenggelam di luar Dam Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sekitar pukul 10.30 WIB. Dugaan sementara, kapal dalam keadaan 'sakit' dan menantikan perbaikan, tetapi harus keluar dari pelabuhan. Apa yang sebenarnya terjadi dibalik peristiwa ini, belum ada klarifikasi dari pihak berwenang dan otoritas pelabuhan.

KLM. Maruta Jaya kini tenggelam bersamaan dengan terkuburnya mimpi besar yang hadir dibalik proses  pembuatannya. Bagaimanapun, kapal ini adalah prototipe kapal layar motor jenis modern schooner yang menjadi kebanggaan mantan Presiden BJ. Habibie.


Mantan Presiden BJ. Habibie
(facebook.com)
Mengapa jadi kapal kebanggaan? Jauh sebelum adanya krisis energi yang semakin parah seperti dirasakan sekarang, telah dirancang sebuah kapal hemat energi jenis angkutan barang (kargo) domestik, yang paling sesuai dengan kondisi geografis dan iklim tropis Indonesia.


Bukan kapal-kapal besar berbobot ribuan ton (buatan luar negeri) yang memerlukan tenaga besar untuk mengoperasikannya, tetapi kapal ukuran sedang, ramah lingkungan (menggunakan gabungan keahlian manuver layar dan kehandalan mesin sebagai pembantu daya gerak kapal) dengan konsep hemat energi.


Negeri kepulauan terbesar di dunia ini, tidak mengenal adanya badai typhoon atau hurricane karena terlindung oleh gugusan pulau-pulau besar dan kecil sebanyak lebih dari 17,000 pulau yang terbentang berserakan dari Sabang (Sumatera) hingga Merauke (Papua Barat) diantara dua benua besar: Asia dan Australia. 


Kehadiran ribuan garis pantai yang indah dan eksotik di berbagai tempat, dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun, membuat kawasan ini merupakan area terbaik bagi para penggemar olah raga layar (joy sailing) dan tentunya memudahkan transportasi kargo laut antar pulau. 
  
Maruta Jaya dibuat oleh para insinyur perkapalan Indonesia di PT. PAL Surabaya, memanfaatkan teknologi Jerman dengan desain kapal tradisional Phinisi Nusantara serta mempertimbangkan faktor geografis dan iklim serta cuaca (arus dan angin) di Indonesia. 


Maruta Jaya 900 (doc.MM)
Hasilnya, adalah kapal ramah lingkungan dan hemat energi. Jika kapal sejenis memerlukan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebanyak rata-rata 3,000-4,000 liter /hari, Maruta Jaya hanya butuh  800-900 liter/hari, dengan daya muat sebesar 800 ton.


Bayangkan, daya angkut kapal ini setara dengan kemampuan 80 unit truk kontainer terbesar di darat (jalan raya) yang berjalan beriringan bersama!
   
Meskipun secara teknis kapal ini dinilai berhasil, ia masih memerlukan uji komersial (non teknis). Dalam pengertian, kehadirannya dapat diterima pasar, masyarakat konsumen pengguna kapal kargo tersebut. 


Jika, kedua hal tersebut (uji teknis dan komersial) telah lolos, semestinya dapat segera dibuat kapal sejenis itu dalam jumlah yang besar, sesuai kebutuhan bagi armada niaga domestik di seluruh kepulauan Nusantara. 


Penduduk Indonesia yang mendiami berbagai pulau di seluruh pelosok Nusantara dapat terhubungkan sehingga memungkinkan terjadinya berbagai transaksi perdagangan, kemudahan akses keluar masuk barang/komoditi hasil-hasil pertanian, perikanan dan kelautan antar pulau dengan mudah dan murah. Inilah impian dibalik pembuatan Maruta Jaya-900.    

Kapal ideal itu, secara teknis berhasil diproduksi. Namun, satu penyakit berbahaya kemudian muncul. Banyak orang di lingkungan birokrat yang senang dengan proyeknya, tetapi kemudian melupakan konsistensi di tingkat implementasinya. Sialnya, itu pun terjadi di dalam realisasi  konsep operasional  KLM. Maruta Jaya. Apalagi setelah BJ. Habibie (sebagai tokoh birokrat sentral) tidak lagi duduk di Pemerintahan.     

Habibie jatuh dari kursi presiden. Kabinet pun berganti. Maka gagasan besar untuk menguasai teknologi industri maritim dan kedirgantaraan, secara cepat segera ditinggalkan dan dilupakan. Maruta Jaya, yang terlanjur dibuat itu pun kemudian terbengkalai. Hingga nyaris menjadi besi tua.  

KLM. Maruta Jaya
Ketika datang inisiatif dari pihak luar (swasta) untuk melanjutkan obsesi itu menjadi sebuah kenyataan, tentu saja tawaran itu disambut baik. Pertama, karena memang di lingkungan pembuatnya (BPPT) hampir tidak ada orang/institusi yang menguasai gabungan teknologi  mesin dan layar. Dan kedua,  tidak ada lagi kepedulian yang diberikan, berupa dukungan kebijakan yang diperlukan bagi sebuah rintisan gagasan yang masih prematur.


Kapal pun diserahkan kepada pihak swasta, dengan ketentuan harus memperbaiki dan melengkapi semua persyaratan hingga laik laut serta kewajiban membayar sewa setiap tahun.


Setelah dialihkelola oleh pihak swasta, Maruta Jaya benar-benar dilepaskan dan diserahkan kepada pasar bebas. Tidak ada proteksi khusus. Tidak ada dukungan kebijakan yang memadai. 


Padahal, pasar bebas di bidang angkutan pelayaran kargo di Indonesia, bukanlah pasar yang sehat. Bisnis ini sangat kental dengan  mafia pelabuhan yang jaringannya dikuasai para broker yang jelas-jelas memiliki motif bisnis semata meraup keuntungan bagi kepentingannya sendiri tanpa memperdulikan dampaknya terhadap tingginya biaya angkutan barang yang dibebankan kepada pihak konsumen pengguna jasa. 


Sebagaimana lazimnya bisnis di sektor lain di Indonesia, persekongkolan diantara para broker dengan  pemilik/pengelola kapal dan aparat penguasa di pelabuhan, sudah terbentuk sedemikian rupa. 


Kondisi demikian menyebabkan KLM Maruta Jaya tidak pernah bisa mendapatkan freight, kecuali di wilayah-wilayah pinggiran, seperti di Kolaka, Sulawesi, untuk mengangkut  sawit, kelapa, semen atau sembako (bahan makanan pokok rakyat). Dan tidak bertahan lama karena secara operasional pengelola Maruta Jaya  mengalami defisit terus menerus.   

Upaya lain dalam rangka uji komersial juga ditempuh, yakni dengan mencoba mengikuti tender untuk mendaftar pada proyek Kapal Perintis (melayari wilayah terpencil non komersial dengan bantuan subsidi Pemerintah cq. Departemen Perhubungan), tetapi selalu kalah dalam tender karena pengelola kapal  tidak sanggup menyediakan fee atau feedback kepada oknum Penguasa Pelabuhan.

Beragam manuver pun dicoba oleh pihak pengelola kapal yang baru ini dengan mendesain kapal untuk melatih para calon Pelaut muda. Pasca tsunami yang melanda Aceh NAD-NIAS, pernah  diselenggarakan kerjasama dengan pihak Pemda Simeulue, Nanggroe Aceh Darussalam, yang mengirimkan 10 orang anak-anak muda Simeulue untuk berlatih beberapa bulan di kapal dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan pelayaran di kapal kargo. 


Materi pelatihan beragam. Mulai dari basic safety training hingga pelatihan menyelam dan praktik keterampilan las bawah air  dengan sertifikasi ijasah Pelayaran. Dan terbukti ke-10 pemuda Simeulue itu kini sudah  terserap bekerja di kapal-kapal pelayaran nasional dan sebagian lain berkarier di kapal-kapal asing.

Sebenarnya sudah cukup banyak bertebaran sekolah di bidang Kelautan. Baik di Jakarta, Semarang maupun  Surabaya, dan luar Jawa lainnya seperti Makassar atau Medan. Sangat jelas, sekolah-sekolah itu membutuhkan Kapal Latih selain magang di kapal-kapal milik Perusahaan Pelayaran Nasional (PELNI) karena bagi para lulusan akademi pelayaran, jelas memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari praktik nyata secara leluasa dan murah bagi para pelajar secara perseorangan (individual). Dan itu hanya dimungkinkan dilaksanakan diatas sebuah kapal yang ideal seperti Maruta Jaya, sama halnya seperti peran dan fungsi KRI Dewa Ruci bagi para kadet pelaut,  Taruna Akademi Angkatan Laut (TNI-AL).  

Sayangnya, keinginan menghidupkan KLM Maruta Jaya sebagai kapal latih kargo bagi para lulusan sekolah-sekolah pelayaran inipun tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait. Hingga benar-benar membuat pengelola Maruta Jaya kemudian kelimpungan mengurus dan mengoperasikan atau setidaknya mempertahankan hidup kapal ini, tanpa dukungan pihak-pihak terkait lain yang berkepentingan dengan pendidikan kelautan, angkutan kargo nasional, serta perhubungan antar pulau.


Kondisi tak menentu mengenai nasib KLM. Maruta Jaya, menyebabkan kapal ini hampir menjadi besi tua (scrapt) teronggok lesu di sebuah buoy pelabuhan Tanjung Priok Hingga kemudian harus berakhir dengan tragis!   

Ini sebuah tragedi unik yang sekaligus absurd. Ada kapal rintisan yang ideal, yang dibuat dengan anggaran Pemerintah (berasal dari pajak yang dikutip dari rakyat),  dibangun dengan sebuah idealisme visioner, tetapi karena terjadi perubahan iklim politik, maka idealisme itu pun luntur untuk kemudian dilupakan.


Hingga akhirnya, kapal itu pun harus mati dalam keadaan sakit setelah diseret keluar dari pelabuhan Tanjung Priok (mungkin) karena tidak mampu membayar sewa parkir di Pelabuhan, tetapi yang jelas karena tidak ada kepedulian dan munculnya  arogansi penguasa pelabuhan yang tak memahami pentingnya keberadaan kapal itu.
* * * * *

SHIP SPECIFICATIONS

1.       Name of Vessel                                                  :  MARUTA JAYA 900
2.       Year of Built                                                       :  1990
3.       Flag / Nationality                                                 :  INDONESIA
4.       Owner                                                                :  B P P T
5.       Operator                                                            :  PT. MITRA MARUTA
6.       Type                                                                   :  Schooner Sailing Ship
7.       Construction                                                       :  I r o n
8.       Class                                                                  :  B K I (Indonesian Class)
9.       Dimension (LxBxD)                                            :  (53 x 12 x 6) Meters
·         Gross Tonnage (GT)                         :  1.024  Tons
·         Nett Weight                                      :     418   Tons
·         D W T                                              :     900   Tons
·         L O A                                               :       63   Meters
10.   Max. Draft                                                          :    4,50  Meters
11.   Load Capacity                                                    :     800   Tons (Bale Cap. 1.600 m³)
12.   Hatch                                                                  :  2 x Twin Decker
·         Upper Deck                                      :  2 x (10 x 6,2 x 2,3) meters
·         Lower Deck                                      :  2 x (10 x 6,2 x 2,3) meters
13.   Hatch Coaming                                                    :  (10 x 5) meters
14.   Derick Cargo                                                       :  2 x @ 2,5 Tons
15.   Average Service Speed
·         By Engine                                           :  4 – 7 Knots
·         Combine Sails + Engine                      :  7 – 9 Knots
16.   Power
·         Main Engine                                       :  2 x 130 HP, 1 x 560 HP, Elmo 110 KW
·         Sails                                                   :  1 Jib Sail, 2 Main Sails, 1 Mizzen Sail
17.   Fuel Capacity                                                       :       30   Tons
18.   Fresh Water Capacity                                          :       30   Tons
19.   Ballast Water Tank                                              :     375   Tons
20.   Sea Wage Tank                                                  :        23  Tons
21.   Crew                                                                     :  15 Crews + 1 Master

Continue Reading: 

Berakhir Tragis: KLM. Maruta Jaya-900 Tenggelam di Tanjung Priok, Jakarta Utara

7 komentar:

Fatwa mengatakan...

Turut berduka atas tenggelamnya kapal Maruta Jaya yang merupakan salah satu karya terbaik anak bangsa. Saya pernah bertemu dengan Pak Gita, dalam beberapa kesempatan beliau berusaha meyakinkan kami untuk menggunakan kembali kapal atau memiliki kapal tersebut, hanya saja terdapat kendala dalam perawatan kapal tersebut yang perlu masuk dag yang tentunya membutuhkan biaya yang sangat besar dan status penguasaannya yang hingga saat ini tidak jelas apakah dikembalikan ke BPPT atau tidak. Mungkin keberadaan kapal ini akan masuk dalam museum bahari, tetapi yang pasti memang hingga saat ini kita tidak pernah melihat atau menemukan atau merekonstruksi mana kapal nenek moyang kita, apa cuma kapal pinishi saja?

Semy Havid mengatakan...

Dear Fatwa,
Terimakasih atas komentarnya. Saya sangat menghargai jika Anda telah bertemu dengan Capt Gita Arjakusuma.

Anda benar, Maruta Jaya memang (sebelum tenggelam) sudah harus masuk dok dan perawatannya kemudian memerlukan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal ini, diperlukan kepedulian dari banyak pihak sehingga biaya yang harus dikeluarkan tersebut nantinya akan sepadan dengan manfaat yang bisa dipetik dari pemberdayaan kapal tersebut.
Mengenai status penguasaan, memang kepemilikan ada di pihak BPPT. Namun sepanjang pengetahuan saya, sudah ada sinyal atau 'lampu hijau' dari pemiliknya untuk menghibahkan kapal tersebut kepada Pemerintah Daerah atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)yang berminat. Sedangkan kepada pihak swasta, tentunya berstatus sebagai ijin operasional, yang dapat diperpanjang setiap lima tahun.
Mengenai kapal nenek moyang, memang tidak cuma Pinisi tetapi banyak kapal-kapal lain yang pernah ada dalam cerita rakyat bahkan juga mitos, juga kisah-kisah dari cerita masa lalu atau literatur sejarah lainnya. Hanya saja, Phinisi Nusantara merupakan satu-satunya kapal tradisional yang di buat di era modern oleh bangsa Indonesia, yang terbukti tangguh berlayar menembus samudera, serta perjalanan Ekspedisinya telah terdokumentasikan dengan baik. Dengan demikian, sangat mungkin dibuat replikasi dan dipelajari bagaimana penjelajahan samudera dapat dilakukan oleh sebuah kapal kayu buatan bangsa Indonesia. Inilah yang sangat penting bagi generasi mendatang.
Sekali lagi, terimakasih atas tanggapan Anda.
Salam.

h.totok sugiyanto mengatakan...

BETUL-BETUL SANGAT MEMPRIHATINKAN, TIADA KATA LAIN SELAIN INNALILLAHI WA INNA ILLAIHI ROJI'UM, SEDEMIKIAN PARAH KAH NEGERI KITA INI, KALAU MEMANG SUDAH TIDAK SANGGUP NGURUS, SEBAIKNYA MUNDUR SAJA, IDEALISME YANG SANGAT VISIONER DAN BERAKHIR TRAGIS.....

MUTTAQIN mengatakan...

Idealisme saja tidak cukup, harus dilanjutkan jiwa entrepreneurship yg bersih..

juga harus disesuaikan dengan segi komersialnya, lihat kebutuhan pasar.
mungkin Maruta Jaya cocok utk logistic antar pulau kecil.
tp apakah daya komersilnya mampu bersaing dgn container?
sanggupkah di design dgn ukuran besar utk export Mineral indonesia?

mengapa PT. PAL yg membuatnya tidak menyinggungnya sama sekali..

http://www.pal.co.id/v5/product/index.php?act=list_product&page=P_2

Anonim mengatakan...

MARUTA JAYA 900

KAU AKAN TETAP DI HATI KU.RIP MJ900

Semy Havid mengatakan...

Yth: H. Totok Sugiyanto, terimakasih atas apresiasinya.

Yth. Bpk. MUTTAQIN: ya benar, idealisme saja tidak cukup, diperlukan entrepreneurship yang bersih juga mempertimbangkan kebutuhan pasar.

Mengenai daya komersial dibandingkan dengan container, tentu saja bukan perbandingan yang sepadan, sebab Maruta Jaya hanya didesain untuk kebutuhan angkutan kargo antar pulau.Juga bukan kapal kargo penjelajah samudera.

Mengenai PT. PAL, silahkan Anda tanyakan hal tersebut kepada pihak terkait. Terimakasih. Salam.

Anonim mengatakan...

Hello