Showing posts with label KAKI LANGIT. Show all posts
Showing posts with label KAKI LANGIT. Show all posts

Wednesday, April 10, 2013

Peninggalan Muhammad, Sang Rasul (6)

Makam Sayyidah Khadijah (besar)
dan  Qasim, Putranya (kecil)
 
Makam Sayyidina ALI BIN ZAINAL ABIDIN,
Putra Sayyidin HUSSAIN BIN ALI BIN ABU THALIB
Makam SITI AMINAH, Ibunda RASULULLAH


Peninggalan Sang Rasul (5)

Makam Imam Busyiri
Reruntuhan Pintu Masuk Rasulullah
di rumah Sayyidah Khadijah 
Sandal Rasululla

Sandal Rasulullah
Sandal-Sandal Rasulullah
Rumah Rasulullah dan Sayyidah Khadijah,
ditinggali selama 28 Tahun


Peninggalan Muhammad, Sang Rasul (4)


Pedang

Pedang-Pedang Rasulullah
Nama-nama Pedang Rasul

Peninggalan Muhammad, Sang Rasul (3)

Kotak Milik Putri Tercinta
Sayyidah Fatimah Az Zahra
Jejak kaki
Jejak Telapak Kaki



Tempat Jubah

Peninggalan Muhammad, Sang Rasul (2)

Interior tempat Menyimpan
Peninggalan Rasulullah
Bukit Tsur, tempat Rasulullah bersama
Sayyidina Abu Bakar
Gua tempat Rasulullah bersama
Sayyidina Abubakar bersembunyi




Tuesday, April 09, 2013

Peninggalan Orang Yang Paling Berpengaruh Dalam Sejarah (1)

Gamis Rasulullah

Gagang Pedang Rasullullah
Nabi besar, Baginda, Rasulullah, Muhammad shallalahu alaihiwassalam, (lebih lengkap, lihat: Lebih Dekat dengan Sosok Pemimpin Paling Berpengaruh Dalam Sejarah) yang memiliki pengaruh luar biasa terhadap wajah dunia ini.

Cap Stempel Rasulullah
Ia bahkan memiliki kekuasaan yang sangat luas meliputi lebih dari separuh bumi ini, ternyata hanya memiliki warisan  atau peninggalan yang sangat sederhana.
Bendera Rasulullah

Bahkan sungguh memprihatinkan. Pemandangan yang berbanding terbalik dengan 'kekuasaannya' yang luar biasa besar.

busur panah
Selain ajaran mengenai akidah dan hukum-hukum Islam, moral, etika dan ahlak, yang mulia, yang hingga ini terus dijalankan oleh sebagian penduduk bumi bahkan dari tahun ke tahun semakin dikagumi, tetapi ternyata secara fisik Nabi Mudahammad tidak meninggalkan warisan atau peninggalan berupa istana-istana megah, baju emas, perhiasan gemerlap dengan tumpukan harta karun atau tonggak-tonggak megah, penuh gemerlap kemewahan. Semua hiasan dunia itu, tidak kita temukan dari peninggalan Nabi Muhammad..

Thursday, August 16, 2012

MUHAMMAD, Sosok Pemimpin Dunia Paling Berpengaruh

muhammad
[calligraphywallpaper.com]
Sudah ribuan buku yang mengulas perjuangan nabi besar baginda Muhammad sang Rasul Allah, baik semasa hidupnya maupun setelah wafatnya.

Pembawa risalah Islam itu,  menurut beberapa sirah (biografi) Muhammad, lahir pada 20 April 570571, di Mekkah (Makkah) dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah, dalam usia 63 tahun. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini). 

Mengingat ketinggian ahlak dan kemuliaannya, para ulama sepakat mengharamkan penggambaran nabi Muhammad dalam bentuk patung ataupun gambar karena dikhawatirkan mempengaruhi keyakinan /aqidah kaum muslimin. 
bentangan pengaruh Islam
[drben.net]

Memang, ajaran yang dibawa nabi Muhammad, sejak lebih dari 14 abad silam itu, hingga kini telah tersebar ke seluruh penjuru jagad dan telah mempengaruhi 'wajah' peradaban dunia, bahkan hingga kini. 

Michael Hart, seorang penulis  buku The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History, tanpa ragu menempatkan Muhammad pada ranking pertama. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal spiritual maupun kemasyarakatan. 


Friday, January 06, 2012

Apa Yang Kamu Pinta?

Andai Anda memiliki satu kesempatan berdoa. Hanya satu permohonan yang benar-benar akan dikabulkan. Hanya satu permintaan yang akan didengar. Hanya satu hal yang akan terjadi dengan satu doa yang Anda panjatkan.
Kira-kira apakah yang akan Anda pinta… ?  Cita-cita yang belum tercapai…? Angan-angan yang masih menjadi impian…? Tentunya, setiap orang berbeda-beda.
Ada yang menginginkan rumah mewah lengkap dengan segala isinya. Istri atau suami yang menawan, bagi yang belum memiliki pasangan. Mobil termahal yang pernah ada di muka bumi ini. Usaha yang menjanjikan. Dan lain sebagainya, semua sesuai dengan kondisi  masing-masing.
Namun, kalau direnungkan ternyata permohonan hamba itu sepadan dengan kualitas ilmu dan wawasan yang dimilikinya. Mungkin permohonan seorang tukang sampah tidaklah sama dengan doa seorang bupati. Doa tukang becak mungkin tidak setinggi permintaan seorang boss di sebuah perusahaan. Doa anak kecil tidaklah sama dengan doa orang dewasa.
Simaklah kisah seorang pria di masa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang mendapatkan sebuah kesempatan emas untuk memohon, apakah yang dia mohon?

Sunday, January 01, 2012

I'll Follow The Sun

Welcome New Days!

(putragaluh.web.id)
Hari ini, hari pertama di tahun baru:  2012. Saya bangun siang sekali karena terlambat tidur tadi malam. Hingga lewat shalat subuh. Apa yang terjadi tadi malam?

Sungguh menyenangkan. Sebagaimana dilakukan jutaan bahkan mungkin milyaran manusia di berbagai belahan dunia ini, ketika melepas kenangan 2011 dan menyambut 2012. Namun kami, melewati detik-detik pergantian tahun dengan cara yang unik, sederhana, dan benar-benar menikmatinya.

Tuesday, August 02, 2011

Nabi Khidir antara Hidup dan Mati

Banyak kisah-kisah tentang Nabi Khidir yang ramai dibicarakan orang, banyak kontroversi tentang kemunculannya, sehingga hal itu mendorong rasa ingin tahu tentang hakikat sebenarnya. 

Ada yang menyatakan Nabi Khidir masih hidup, adapula yang menyatakan Khidir sekarang berdiam di sebuah pulau, ada pula yang menyatakan bahwa setiap musim haji Nabi Khidir rutin mengunjungi padang Arafah. Entah khidir siapa dan yang mana? Tapi yang jelas begitulah khurafat dan takhayyul berkembang di tengah masyarakat kita. Lucunya, banyak pula orang-orang yang sangat mempercayai perkara-perkara tersebut.

Semua ini berpangkal dari kesalahpahaman mereka tentang hakekat Nabi Khidir. Terlebih lagi orang-orang ekstrim dari kalangan pengikut tarekat dan tasawwuf yang membumbui berbagai macam dongeng dan cerita bohong tentang Khidir. 

Sebagian di antara mereka, ada yang mengaku telah bertemu dengan Khidir, berbicara dengannya dan mendapat wasiat dan ilham darinya. Misalnya di tanah air kita ini, ada sebagian orang yang mengaku telah bertemu dengan Khidir dan mengambil bacaan-bacaan shalawat, wirid-wirid dan dzikir dari Khidir secara langsung, tanpa perantara, atau melalui mimpi. Bahkan ada pula yang mengaku dialah Nabi Khidir -Shallallahu ‘alaihi wasallam-
Semua ini adalah keyakinan batil!!

Monday, August 01, 2011

Khidir, Sosok Nabi Yang Misterius

Al-Khiḍr (Arab:الخضر, Khaḍr, Khaḍer, al-Khaḍir) adalah seorang nabi misterius yang dituturkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dalam SurahAl-Kahfi ayat 65-82. Selain kisah tentang nabi Khidir yang mengajarkan tentang ilmu dan kebijaksanaan kepada Nabi Musa asal usul dan kisah lainnya tentang Nabi Khidir tidak banyak disebutkan.

Dalam bukunya yang berjudul “Mystical Dimensions of Islam”, oleh penulis Annemarie Schimmel, Khidr dianggap sebagai salah satu nabi dari empat nabi dalam kisah Islam dikenal sebagai ‘Sosok yang tetap Hidup’ atau ‘Abadi’. Tiga lainnya adalah Idris (Henokh), Ilyas (Elia), dand Isa (Yesus).[1] Khidr abadi karena ia dianggap telah meminum air kehidupan. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Khidr adalah masih sama dengan seseorang yang bernama Elia.[2] Ia juga diidentifikasikan sebagai St. George.[3] Di antara pendapat awal para cendikiawan Barat, Rodwell menyatakan bahwa “Karakter Khidr dibentuk dari Yitro.”[4]

Dalam kisah literatur Islam, satu orang bisa bermacam-macam sebutan nama dan julukan yang telah disandang oleh Khidr. Beberapa orang mengatakan Khidr adalah gelarnya; yang lainnya menganggapnya sebagai nama julukan.[5] Khidr telah disamakan dengan St. George, dikenal sebagai “Elia versi Muslim” dan juga dihubungkan dengan Pengembara abadi.[6] Para cendikiawan telah menganggapnya dan mengkarakterkan sosoknya sebagai orang suci, nabi, pembimbing nabi yang misterius dan lain lain.

Sunday, May 01, 2011

Dokumentasi Surat - Surat Nabi Muhammad SAW Untuk Para Raja

Setelah Perjanjian Hudaibiyyah Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam memiliki kesempatan untuk berdakwah yang lebih luas. Beliau mengirimkan banyak surat kepada pembesar di berbagai negeri menyeru mereka kepada Islam. Berikut ini adalah kisah tiga orang raja yang berbeda reaksinya ketika menerima surat dari Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam. Perbedaan reaksi ini berakibat pada perbedaan nasib yang mereka alami.

1- Surat Nabi SAW untuk Raja Negus (Penguasa Ethiopia)
Isi surat: Dari Muhammad utusan Allah untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia).

Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesusngguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk. 

Tuesday, February 15, 2011

Air Mata Rasulullah


Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. '

Bolehkah saya masuk?' tanyanya. 

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. 'Maafkanlah, ayahku sedang demam', kata Fatimah seraya membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, 'Siapakah itu wahai anakku?'

'Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,' tutur Fatimah lembut. 



Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.


'Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,' kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

'Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?', tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.


'Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu'.
'Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,' kata Jibril.


Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. 'Engkau tidak senang mendengar khabar ini?', tanya Jibril lagi.


'Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?'


'Jangan  khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,' kata Jibril.


Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik.

Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. 'Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.'


Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

'Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?'
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.


'Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,' kata Jibril.


Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. 'Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.


'Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, ! Ali segera mendekatkan telinganya. 



'Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku' (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu).

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.


Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

Ummatii, ummatii, ummatiii?  'Umatku, umatku, umatku'
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinar kepada seluruh umat mausia itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.



(dari blog tetangga)

Saturday, June 20, 2009

Rahasia Khusyu Dalam Shalat

Seorang ahli ibadah bernama Isam bin Yusuf, khusyuk solatnya. Namun dia selalu khawatir kalau-kalau ibadahnya kurang khusyuk. Karena itu, ia selalu bertanya kepada orang yang dianggapnya lebih ibadahnya, untuk memperbaiki dirinya yang selalu dirasakan kurang khusyuk.

Suatu hari, Isam menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim Al-Isam. kemudian berlangsunglah dialog seperti berikut:
Isam  : "Wahai Aba Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?"
Hatim: "Apabila masuk waktu solat aku berwudhu' zahir dan batin."

Isam :  "Bagaimana wudhu' zahir dan batin itu?"
Hatim: "Wudhu' zahir sebagaimana biasa, iaitu membasuh semua anggota wudhu' dengan air. 

Monday, May 18, 2009

Utusan Kematian



Kisah Persahabatan Nabi Yakub dengan Malaikat Pencabut Nyawa


Dalam suatu hikayat, diceritakan tentang persahabatan nabi Yakub dengan seorang Malaikat yang ditugaskan Tuhan untuk mencabut nyawa manusia. Kedua mahluk Tuhan ini dikenal bersahabat. Mereka konon, seringkali tampak bercakap-cakap.

Suatu hari datanglah berkunjung Sang Malaikat ke rumah Yakub, yang segera menyambutnya dengan sukacita.

Namun di dalam hati Yakub, ada ganjalan pertanyaan, yang ia coba utarakan kepada sahabatnya itu.

‘’Apakah kedatangan mu ini untuk mencabut nyawaku atau sekedar berkunjung?’’ tanya Yakub.
‘’Sekedar berkunjung,’’ ujarnya.

Seperti biasa, pembicaraan selanjutnya adalah laksana percakapan dua orang sahabat. Dan sang malaikat pun pamit untuk pulang.

Beberapa waktu kemudian, ia kembali berkunjung ke rumah sahabatnya itu, yang disambut Yakub dengan pertanyaan awal seperti biasa.‘’Apakah kedatanganmu untuk mencabut nyawaku atau…?’’
‘’Sekedar berkunjung,’’ ujarnya.

Maka dengan rasa lega Yakub segera membalas: ‘’Baiklah, sahabatku. Apakah engkau sudi memberi tahuku terlebih dulu, jika suatu saat Tuhan meminta engkau mencabut nyawaku?’’ Yakub berharap.

‘’Ya, aku tidak keberatan. Pada saatnya nanti, akan datang dua atau tiga utusan untuk memberitahumu,’’ujarnya. Tidak berapa lama, ia pun pamit.

jalan hidup terkadang berkabut
Hari demi hari, berlalu. Bulan demi bulan, tahun berganti tahun. Entah sudah berapa puluh tahun sejak mereka berjumpa yang terakhir kalinya. Maka pada suatu hari datanglah kembali Sang Malaikat mengetuk pintu rumah Yakub.

Seperti biasa, Yakub mengajukan pertanyaan awal:
‘’Apakah kedatangan mu untuk mencabut nyawaku atau sekedar berkunjung?’’
‘’Mencabut nyawa mu,’’ balas malaikat dengan tenang.

Yakub terperangah. ‘’Bukankah engkau mengatakan akan mengirimkan dua atau tiga utusan sebelum mencabut nyawaku?’’

‘’Engkau benar. Dan sudah datang kepadamu tiga utusan.’’

‘’Oh, begitu. Siapakah dia….???’’

‘’Pertama, rambutmu yang dulu hitam sekarang sudah memutih (uban).
Kedua, dadamu yang dulu tegap sekarang sudah bungkuk.
Dan ketiga, badan mu yang dulu sehat kuat, sekarang lemah tak berdaya,’’ kata nya.

Ah, Yakub terkesima. Rupanya itulah yang dimaksud Malaikat dengan tiga utusan yang datang kepadanya.
Maka, ia pun segera mempersiapkan dirinya menghadap yang Maha Kuasa dengan tenang, wajahnya tersenyum memancarkan kedamaian.

*****

Sahibul Hikayat


Sahibul Hikayat Tentang Ikhlas

SALAH satu kunci menjadi insan yang bertaqwa yakni melakukan segala sesuatu dengan ikhlas lillahita’ala, semata karena Allah. Beribadah hanya dan hanya karena Allah, supaya keridhaan NYA datang menghampiri Anda.

Kisah berikut ini memang tidak jelas sumbernya, tetapi pernah saya dengar ketika saya berkumpul dengan para alim ulama. Intinya, menunjukkkan bahwa pertolongan dan kemurahan Allah akan datang kepada siapa saja, yang melakukan segala amal perbuatannnya dengan ikhlas alias tanpa pamrih.


Terperangkap di Dalam Gua

Pada suatu ketika di sebuah tempat antah berantah, tersebutlah tiga orang musafir, yang sedang mengembara. Ketika mereka tengah beristirahat di sebuah lembah, mereka terkejut bukan kepalang … karena tiba-tiba  bukit terjal yang berada persis di depan mereka, mulai menunjukkan gejala aneh dan tanda-tanda bahaya akan longsor! Tidak berapa lama, ribuan bahkan jutaan meter kubik ton tanah berikut bebatuan dan pepohonan yang berada diatasnya merangsek jatuh dan menghunjam bumi! Gedebaaaamm...!

Terkejut bukan kepalang. Ketiga musafir itu, dengan kepanikan luar biasa berusaha menyelamatkan diri masing-masing…dan berhasil memasuki sebuah gua.

Tetapi, sebuah batu besar yang jatuh dari atas sebuah tebing yang longsor itu, tiba-tiba meluncur dan menimpa tempat mereka berlindung hingga persis menutup rapat mulut gua. Merekapun terperangkap di dalamnya dalam kegelapan.

Serta merta ketiga musafir itu berupaya mendorong batu yang menutup gua itu. Tetapi sedikit pun tidak bergeming. Mereka terus berupaya sekuat tenaga mendorong batu itu, tetapi sia-sia. Batu itu jauh lebih besar dari tenaga yang mereka miliki digabungkan.

Akhirnya, setelah seharian penuh mereka berupaya dan kehabisan tenaga, mulai lah mereka putus asa. Lalu apa lagi yang bisa menolong keluar dari gua itu? Akankah mereka mati kelaparan di kegelapan sebuah gua?

Perlunya Pertolongan Tuhan

Setelah seharian berusaha dan tak membuahkan hasil. Kini, sampailah mereka pada kesadaran untuk meminta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Maka masing-masing mulai memanjatkan doa, dengan mengatakan perbuatan ikhlas apa yang telah mereka lakukan semata karena Allah….!

Orang pertama mengatakan, ya Allah, aku mempunyai dua orang lanjut usia yang sudah tua renta tak berdaya. Mereka tinggal bersamaku di rumah. Aku merawat mereka dengan sebaik-baiknya. Apa saja makanan yang kami punyai didahulukan untuk mereka ketimbang anak-anak dan istriku. Suatu hari kami memerah susu, dan hanya dapat untuk dua cangkir gelas. Aku melarang anak-anak dan istriku mendahului meminumnya sebelum kedua orang tuaku. Meskipun mereka sangat menginginkannya. Menjelang subuh, kedua orang tua itu bangun, dan meminum susu segar yang kami sediakan. Ya Allah, seandainya perbuatanku sebagai bakti kepada orangtua itu kulakukan dengan ikhlas, mohon tolonglah kami, tunjukkan kekuasaanMu atas jiwa kami, ya.. Allah.

Tidak berapa lama, tiba-tiba terjadi sesuatu yang menakjubkan. Benar saja. Mulut gua begeser perlahan, sedikit demi sedikit pintu gua terkuak, tetapi lama kemudian berhenti, tidak bergeser lagi. Hingga akhirnya batu besar itu benar-benar tidak bergeser lagi. Meski cahaya bisa memasuki celah itu, tetapi bukaan gua belum cukup untuk menyisipkan badan. Mereka tetap belum bisa keluar.

Giliran orang kedua berdoa. Ya, Allah. Aku mencintai seorang gadis muda anak pamanku. Tetapi ia menolak cintaku. Suatu hari ia datang kepadaku untuk meminjam sejumlah uang. Aku penuhi permintaan itu dengan syarat ia menyerahkan tubuhnya. Dan ia pun setuju. Namun begitu kami bertelanjang bulat, ketika aku hendak melobangi cincin permatanya, ia menolak dan menyentak badanku. Ia mengatakan bahwa aku tidak berhak, karena aku bukan dan belum menjadi suaminya. Aku bisa saja memaksakan kehendakku, tapi itu tidak kulakukan. Aku mencoba menahan diri. Beberapa saat kemudian aku tersadar. Dan birahiku yang menggelegak, perlahan menyusut. Aku beranjak pergi. Dan meninggalkan uang permintaan dia sebagai amal sodaqoh. Itu kulakukan karena aku takut kepada Mu ya Allah.

Sejurus kemudian, batu itu pun berser sedikit. Sedikit sekali, hampir tak ada perubahan. Dan lobang di mulut gua belum bisa untuk menyisipkan badan.

Giliran orang ketiga memanjatkan doanya. Aku ini ya allah, pernah dipercaya memegang keuangan sebuah kongsi usaha. Ada seorang pegawai yang bertugas di luar kantor yang selama berbulan-bulan hingga beberapa tahun tidak pernah datang mengambil gajinya. Maka uang itu, aku pakai untuk usaha lain. aku belikan beberapa ekor kambing, dan kini setelah aku pensiun kambing-kambing itu sudah beranak pinak. Tanpa disangka suatu hari orang itu datang kepadaku dan meminta haknya dikembalikan. Dan ia kemudian mengambil semua kambing-kambing itu tanpa menyisakan satu pun buatku. Aku biarkan perlakuannya kepadaku. Aku ridho karena memang itu bukan milikku. Demikianlah ya Allah, kebaikan yang pernah kulakukan seumur hidupku dengan ikhlas.

Maka tak berapa lama, batu besar itu pun kemudian bergeser lagi, hingga cukup besar untuk mengeluarkan badan mereka satu persatu. Akhirnya, mereka pun selamat dari maut! Manakah dari ketiga perbuatan ikhlas itu yang diterima Tuhan? Apakah  yang pertama, yang kedua, atau yang ketiga, atau ketiga-tiganya atau tidak ada satupun? Wallahualam bisawab. Ini hanya dongeng para musafir.

Siapa yang dimaksud dengan 'musafir' itu? Mereka adalah manusia biasa tetapi berniat menghambakan dirinya semata untuk mencari keridhoan Allah. Mereka adalah orang-orang yang berusaha memenangkan pertempuran yang ada di dalam dirinya. Pertempuran tiada henti untuk: melawan untuk kemudian menundukkan dan mengendalikan hawa nafsunya sendiri. Keadaan demikian, sudah cukup membuat mereka sibuk,  sehingga mereka tidak lagi memiliki kesempatan untuk memikirkan keadaan dirinya. Bahkan keluarganya, sebab yang ada di dalam benaknya hanyalah keinginan untuk mendahulukan dan/atau mengutamakan perintah Allah yang menjadi satu-satunya alasan keberadaan mereka di muka bumi ini.  


Sunday, November 16, 2008

Gila...Para Pembunuh Itu Sekarang Mau jadi Presiden?

IBU YANG ANAKNYA DICULIK ITU


Oleh Seno Gumira Ajidarma



Ibu terkulai di kursi seperti orang mati. Pintu, jendela, televisi, telepon, perabotan, buku, cangkir teh, dan lain-lain masih seperti dulu—tetapi waktu telah berlalu sepuluh tahun. Tinggal Ibu kini di ruang keluarga itu, masih terkulai seperti sepuluh tahun yang lalu. Rambut, wajah, dan busananya bagai menunjuk keberadaan waktu.

Telepon berdering. Ibu tersentak bangun dan langsung menyambar telepon. Diangkatnya ke telinga. Ternyata yang berbunyi telepon genggam. Ketika disambarnya pula, deringnya sudah berhenti. Ibu bergumam.

”Hmmh. Ibu Saleha, ibunya Saras yang dulu jadi pacar Satria.
Sekarang apapun yang terjadi dengan Saras dibicarakannya sama aku, seperti Saras itu punya dua ibu. Dulu almarhum Bapak suka sinis sama Ibu Saleha, karena seperti memberi tanda kalau Saras itu tentunya tidak bisa terus menerus menunggu Satria. ’Orang hilang diculik kok tidak mendapat simpati,’ kata Bapak. Kenyataannya selama sepuluh tahun Saras tidak pernah bisa pacaran sama siapapun. ’Saya selalu teringat Satria, Ibu, saya tidak bisa’,” katanya.

”Tapi inilah soal yang pernah kubicarakan sama Si Saras. ’Kuhargai cintamu yang besar kepada Satria, sehingga kamu selalu terlibat urusan orang-orang hilang ini,’ kataku, ’tapi cinta adalah soal kata hati, Saras, karena kalau terlalu banyak alasan dan perhitungan dalam percintaan, nanti tidak ada tempat untuk hati lagi…’
Ah, Saras, memang rasanya ia seperti anakku juga. Semenjak Bapak meninggal setahun yang lalu, rasanya semakin peduli dia kepada rumah ini, membantu aku membereskan kamar Satria, seperti tahu betul rasa kehilanganku setelah ditinggal Bapak…”

Ibu sudah sampai ke kursi tempatnya duduk tadi, dan duduk lagi di situ. Ibu terdiam, melihat ke kursi tempat Bapak biasanya duduk. Lantas melihat ke sekeliling.

”Bapak…
Kursi itu, meja itu, lukisan itu, ruangan ini, ruang dan waktu yang seperti ini, kok semuanya mengingatkan kembali kepada Bapak. Seperti ini juga keadaannya, bahkan aku masih ingat juga pakai daster ini ketika kami berbicara tentang hilangnya Satria. Waktu itu sudah setahun Satria tidak kembali, dan kami masih seperti orang menunggu. Aku waktu itu masih percaya Satria suatu hari akan kembali… Kenapa harus tidak percaya, kalau memang tidak pernah kulihat sesuatu yang membuktikan betapa Satria tidak akan kembali… Apa salahnya punya harapan… Hidup begitu singkat, apa jadinya kalau harapan saja kita tidak punya…

”Jadi dalam setahun itu harapanlah yang membuatku bertahan hidup.
Harapan bahwa pada suatu hari Satria pasti pulang kembali… Berharap dan menunggu. Berharap dan menunggu. Berharap dan menunggu. Tapi Bapak memaksa aku untuk percaya bahwa Satria sudah pergi. ’Satria sudah mati,’ katanya!”

Ia menggigit bibir, berusaha sangat amat keras untuk menahan tangis.

”Tidak! Aku tidak mau percaya itu! Meski dalam hatiku sudah terlalu sering kuingkari diriku, bahwa kemungkinan besar Satria mestinya sudah mati.”

Ibu memandang ke arah kursi Bapak.

”Pak, Bapak, kenapa kamu hancurkan semua harapanku?
’Kita harus menerima kenyataan,’ katamu. Nanti dulu, Pak. Menerima? Menerima? Baik. Aku terima Satria sudah mati sekarang. Tapi aku tidak terima kalau Satria itu boleh diculik, dianiaya, dan akhirnya dibunuh.”

Perempuan dengan rambut kelabu itu tampak kuat kembali.

”Bapak sendiri yang bilang, ada teman Satria yang dibebaskan bercerita: Sebelum dilepas tutup matanya dibuka. Di hadapannya, orang-orang yang menculiknya itu menggelar foto-foto di atas meja. Itulah foto-foto keluarga teman Satria yang diculik. Foto orangtuanya, foto saudara-saudaranya.
Lantas orang-orang itu berkata, ’Kami tahu siapa saja keluarga Saudara.’
”Huh! Saudara! Mana mungkin manusia bersaudara dengan monyet-monyet! Apalagi maksudnya kalau bukan mengancam kan? Bapak bilang teman Satria ini juga bercerita, suatu hari salah seorang yang waktu itu mengancam terlihat sedang memandangi dirinya waktu dia baru naik bis kota. Ini apa maksudnya Pak? Supaya teman Satria itu tidak boleh bercerita tentang perbuatan mereka? Teror kelas kambing maksudnya? Apakah ini semua boleh kita terima begitu saja?”

Saat Ibu menghela nafas, ruangan itu bagaikan mendadak sunyi.

”Sudah sepuluh tahun.
Satria sudah mati. Bapak sudah mati. Munir juga sudah mati.”
Dipandangnya kursi Bapak lagi. Sebuah kursi kayu dengan bantalan jalinan rotan. Jalinan yang sudah lepas dan ujungnya menceruat di sana-sini.

”Apa Bapak ketemu sama Satria di sana? Enak bener Bapak ya? Meninggalkan aku sunyi sendiri di sini. Apa Bapak dan Satria tertawa-tawa di atas sana melihat aku membereskan kamar Satria, menata gelas dan piring, sekarang untuk kalian berdua, setiap waktu makan tiba, padahal aku selalu makan sendirian saja. Memang aku tahu Bapak dan Satria tidak ada lagi di muka bumi ini, tapi apa salahnya aku menganggap kalian berdua ada di dalam hatiku? Apakah kalian berdua selalu menertawakan aku dan menganggapku konyol kalau berpikiran seperti itu?”

Sejenak Ibu terdiam, hanya untuk menyambungnya dengan suara bergetar.

”Kadang-kadang aku bermimpi tentang kalian berdua, tetapi kalau terbangun, aku masih juga terkenang-kenang kalian berdua, dengan begitu nyata seolah-olah kalian tidak pernah mati. Impian, kenangan, kenyataan sehari-hari tidak bisa kupisahkan lagi.

Jiwa terasa memberat, tapi tubuh serasa melayang-layang…”

Lantas nada ucapannya berubah sama sekali, seperti Ibu berada di dunia yang lain.

”…. jauh, jauh, ke langit, mengembara dalam kekelaman semesta, bagaikan jiwa dan tubuh telah terpisah, meski setiap kali tersadar tubuh yang melayang terjerembab, menyatu dengan jiwa terluka, luka sayatan yang panjang dan dalam, seperti palung terpanjang dan terdalam, o palung-palung luka setiap jiwa, palung tanpa dasar yang dalam kekelamannya membara, membara dan menyala-nyala, berkobar menantikan saat membakar dunia…”

Ibu mendadak berhenti bicara, berbisik tertahan, memegang kepalanya, menutupi wajahnya.

”Ah! Ya ampun! Jauhkan aku dari dendam!”

Namun ia segera melepaskan tangannya.

”Tapi…. bagaimana mungkin aku merasa perlu melupakan semuanya, jika kemarahanku belum juga hilang atas perilaku kurangajar semacam itu.”

Nada bicaranya menjadi dingin.

”Menculik anak orang dan membunuhnya. Apakah setiap orang harus kehilangan anggota keluarganya sendiri lebih dulu supaya bisa sama marahnya seperti aku?”

Hanya Ibu sendiri di ruangan itu, tetapi Ibu bagaikan merasa banyak orang menontonnya, meski semakin disadarinya betapa ia sungguh-sungguh sendiri.

”Bapak… aku yakin dia ada di sana, karena kusaksikan bagaimana dia dengan tenang meninggalkan dunia yang fana; tetapi aku tidak bisa mendapatkan keyakinan yang sama jika teringat kepada Satria. Memang akalku tidak bisa berpikir lain sekarang, bahwa Satria tentu sudah tidak ada. Tetapi Ibu mana yang kehilangan anak tanpa kejelasan bisa tenang dan bahagia hanya dengan akalnya, tanpa membawa-bawa perasaannya? Bagaimana perasaanku bisa membuatku yakin, jika Satria pada suatu hari memang hilang begitu saja? Ya, begitu saja… Bahkan orang mati saja masih bisa kita lihat jenazahnya!”

Seperti masih ada yang disebutnya Bapak di kursi itu, tempat seolah-olah ada seseorang diajaknya bicara.

”Pak, Bapak, apakah Bapak melihat Satria di sana Pak? Apakah Bapak ketemu Satria? Apa cerita dia kepada Bapak? Apakah sekarang Bapak sudah tahu semuanya? Apakah Bapak sekarang sudah mendapat jawaban atas semua pertanyaan-pertanyaan kita?”

Namun Ibu segera menoleh ke arah lain.

”Ah! Bapak! Dia sudah tahu semuanya! Tapi aku? Aku tentunya juga harus mati lebih dulu kalau ingin tahu semuanya! Tapi aku masih hidup, dan aku masih tidak tahu apa-apa.
Hanya bertanya-tanya. Mencoba menjawab sendiri. Lantas bertanya-tanya lagi. Dulu aku bisa bertanya jawab dengan Bapak. Sekarang aku bertanya jawab sendiri….

”Tapi apa iya aku sendiri? Apa iya aku masih harus merasa sendiri jika begitu banyak orang yang juga kehilangan? Waktu itu, ya waktu yang seperti takpernah dan takperlu berlalu itu, bukankah ratusan ribu orang juga hilang seketika?”

Terdengar dentang jam tua. Tidak jelas jam berapa, tetapi malam bagaikan lebih malam dari malam. Ibu masih berbicara sendiri, dan hanya didengarnya sendiri.

”Bapak, kadang aku seperti melihatnya di
sana, di kursi itu, membaca koran, menonton televisi, memberi komentar tentang situasi negeri. Seperti masih selalu duduk di situ Bapak itu, pakai kaos oblong dan sarung, menyeruput teh panas, makan pisang goreng yang disediakan Si Mbok, lantas ngomong tentang dunia. Tapi Si Mbok juga sudah meninggal, menyusul Bapak, menyusul teman-temannya pemain ludruk yang semuanya terbantai dan mayat-mayatnya mengambang di Kali Madiun…

”Sebetulnya memang tidak pernah Bapak itu membicarakan Satria, malah seperti lupa, sampai setahun lamanya, sebelum akhirnya mendadak keluar semua ingatannya pada suatu malam entah karena apa.

”Sudah sepuluh tahun, banyak yang sudah berubah, banyak juga yang tidak pernah berubah.”

Di luar rumah, tukang bakmi tek-tek yang dulu-dulu juga, tukang bakmi langganan Satria, lewat. Ibu tampak mengenali, tapi tidak memanggilnya.

”Bagiku Satria masih selalu ada. Tidak pernah ketemu lagi memang. Tapi selalu ada. Memang lain sekali Satria dengan kakak-kakaknya. Dua-duanya tidak mau pulang lagi dari luar negeri, datang menengok cuma hari Lebaran. Yang sulung Si Bowo jadi pialang saham, satunya lagi Si Yanti jadi kurator galeri lukisan, kata Bapak dua-duanya pekerjaan ngibulin orang. ’Ya enggaklah kalau ngibul,’ kataku, ’apa semua orang harus ikut aliran kebatinan seperti Bapak?’. Biasanya Bapak ya cuma cengengesan. Dasar Bapak. Ada saja yang dia omongin itu.

”Aku sendiri rasanya juga sudah mulai pelupa sekarang. Susah rasanya mengingat-ingat apapun. Belakangan sebelum meninggal Bapak juga mulai pikun. Lupa ini-itu. Kacamata terpasang saja dicarinya ke mana-mana…”

Ibu tersenyum geli sendiri.

”Tapi ia tidak pernah lupa tentang Satria. Ia selalu bertanya, ’Seperti apa Satria kalau masih hidup sekarang?’, atau ’Sedang apa ya Satria di sana?’, atau kadang-kadang keluar amarahnya: ’Para penculik itu pengecut semuanya! Tidak punya nyali berterus terang! Bisanya membunuh orang sipil tidak bersenjata, sembunyi-sembunyi pula!’

Wajah Ibu kini tampak sendu sekali. Bahkan tokek untuk sementara tidak berani berbunyi.

”Bapak, kenapa kamu tidak pernah muncul dalam mimpiku untuk bercerita tentang Satria? Pasti Satria menceritakan semua hal yang tidak diketahui selama ini, bagaimana dia diperlakukan, dan apa sebenarnya yang telah terjadi.

”Kenapa kamu tidak sekali-sekali muncul Bapak. Muncul dong sekali-sekali Bapak. Duduk di kursi itu seperti biasanya.

”Memang kamu selalu muncul dalam kenanganku Pak, bahkan juga dalam mimpi-mimpiku, tetapi kamu hanya muncul sebagai bayangan yang lewat. Hanya lewat, tanpa senyum, seperti baru menyadari betapa kenyataan begitu buruk.

”Duduklah di situ dan ceritakan semuanya tentang Satria.

”Ceritakanlah semua rahasia….”

Ibu masih berbicara, kini seperti kepada seseorang yang tidak kelihatan.

”Kursi itu tetap kosong. Seperti segalanya yang akan tetap tinggal kosong. Apakah semua ini hanya akan menjadi rahasia yang tidak akan pernah kita ketahui isinya?

”Rahasia sejarah. Rahasia kehidupan.

”Tapi ini bukan rahasia kehidupan yang agung itu.

”Ini suatu aib, suatu kejahatan, yang seandainya pun tidak akan pernah terbongkar….

Telepon genggam Ibu berdering. Ibu seperti tersadar dari mimpi. Ibu beranjak mengambil telepon genggam.

”Pasti ibunya Saras lagi,” gumamnya.

Tapi rupanya bukan.

”Eh, malah Si Saras.”

Ibu mengangkat telepon genggamnya di telinga.

”Ya, hallo… “

Setelah mendengarkan apa yang dikatakan Saras, telepon genggam itu terloncat dari tangan Ibu yang terkejut, seolah tiba-tiba telepon genggam itu menyetrum.

”Gila!” Ibu berujar kepada tokek di langit-langit yang tidak tahu menahu.
”Para pembunuh itu sekarang mau jadi presiden!”



(courtesy of KOMPAS appreciate to Seno Gumira Ajidarma)