Pesan Dalam Botol: ''Dari Bandung Untuk Indonesia Dengan Sepenuh Cinta''
“Dari Bandung untuk Indonesia. Rumah Indonesia, rumah kita. Terdiri dari 17.504 ruangan. Itulah pulau-pulau yang terserak dalam komposisi yang asri di hamparan Nusantara. Sembilan puluh dua (92) diantaranya, berada di garis depan Indonesia. Menjadi pagar yang berbatasan dengan negara tetangga.
“Dari Bandung untuk Indonesia. Rumah Indonesia, rumah kita. Terdiri dari 17.504 ruangan. Itulah pulau-pulau yang terserak dalam komposisi yang asri di hamparan Nusantara. Sembilan puluh dua (92) diantaranya, berada di garis depan Indonesia. Menjadi pagar yang berbatasan dengan negara tetangga.
menggapai atap dunia |
Kelak, setiap warga bangsa yang bermukim terpisah di ribuan pulau, dengan mudah dapat saling mengunjungi, ketika laut di antara pulau-pulau itu telah menjadi penghubung bukan pemisah, untuk mempersatukan Negara Kesatuan Republik Indonesia’’.
Ekspedisi Garis depan Nusantara, Penjelajahan dan Pendataan 92 Pulau Terluar Indonesia,
PENGABDIAN SEPENUH CINTA, 2008-2010,
Wanadri- Rumah Nusantara
Itulah pesan di dalam botol dari Tim Ekspedisi 92 Pulau Terluar Indonesia, Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung: WANADRI, yang bermarkas di Bandung, Jawa Barat, kepada siapa saja yang mungkin suatu ketika akan menemukan botol itu.
Pesan teks itu, terungkap pada peluncuran buku seri ke-2 hasil Ekspedisi Pulau-pulau Terdepan yang bertajuk ‘Tepian Tanahair 92 Pulau Terluar Indonesia Bagian Tengah', Selasa Malam (14/06/11) lalu, di Gd. Galeri Nasional, Jakarta.
Hadir pada kesempatan itu, Ir. Jero Wacik, SE., Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, RI, Ir. Sarwono Kusumaatmadja mantan Menteri Lingkungan Hidup mewakili Ketua Tim Ekspedisi, serta sejumlah tokoh dari berbagai kalangan. Termasuk Capt. Gita Ardjakusuma, mantan Nahkoda yang pernah melayarkan perahu kayu tradisional Phinisi Nusantara menyeberang samudera Pasifik menuju pantai barat Amerika .
Buku Tepian Tanahair 92 Pulau Terluar Indonesia (penulisan 'Tanahair' menjadi satu kata, untuk menunjukkan pengertian tanah dan air yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi satu pengertian tersendiri), adalah bagian ke-2 dari serial Tepian Tanahair, 92 Pulau Terluar Indonesia Bagian Barat (telah terbit) dan buku ketiga: Tepian Tanahair Pulau Terluar Indonesia Bagian Timur, yang rencananya akan diterbitkan November 2011 mendatang, bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional.
Pesan di dalam botol --mengingatkan kita pada sebuah lirik lagu Sting dari kelompok musik The Police yang populer pada era 80-an-- adalah bagian dari inisiasi ekspedisi Wanadri dalam menandai 92 pulau-pulau terluar di beranda Indonesia.
anggota Wanadri |
Pesan tertulis di kertas itu kemudian digulung, dimasukan ke dalam botol kedap air. Kemudian botolnya dimasukkan ke dalam selongsong logam anti karat lalu ditanam (dipendam) di dalam tanah. Selesai itu, ditinggalkan juga di sana dua miniatur patung the founding fathers Soekarno dan Hatta, karya seni instalasi seniman Bandung.
Tetapi, Anda tidak usah tanya: siapa yang akan membaca pesan itu? ''Ya, bisa angin, bisa ombak, atau mungkin Malaikat, yang kemudian membisikkan kepada telinga dan hati kita. Tetapi, kami sering berharap, itulah sebetulnya pesan kami untuk Indonesia dengan sepenuh pengabdian. Bukan bermaksud melankolis atau romantik, tetapi sesungguhnya, tanpa Cinta (kepada bangsa dan tanahair) tidak mungkin ekspedisi ini bisa terlaksana. Meskipun didukung daya dan dana,'' ucap Kang Aat (Aat Soeratin), yang malam itu tampil sebagai pembawa acara.
Eri, Sarwono, Jero, Gita dan penerima penghargaan dari Wanadri (dok.SP) |
Yang jelas, ekspedisi ini telah menempuh perjalanan sepanjang 28 .545 km melewati 19 propinsi, 45 kabupaten selama 1.092 hari. Dan telah menelan biaya lebih dari Rp. 4,2 Milyar (termasuk biaya penerbitan buku). Semua itu, diperoleh dari berbagai sumber dan sponsor serta para donatur dan simpatisan dari berbagai kalangan, mulai dari tahap persiapan hingga pada saat pelaksanaan 'Pendataan 92 Pulau Terdepan Negara Kesatuan Republik Indonesia'.
Pada penjelajahan dan pendataan ke-92 Pulau Terdepan itu, di setiap pulau terdepan dipasang 'Penanda' berupa tonggak terbuat dari bahan logam tahan karat. Bentuk penanda berwujud tonggak tersebut terinspirasi dari tradisi mendirikan 'lingga' yakni tiang peringatan dan penghormatan kepada leluhur yang sudah ada sejak jaman pra sejarah di wilayah Nusantara. Selain itu, lingga juga dimaksudkan untuk menandai sesuatu. Seperti ‘penguasaan’ wilayah atau sekadar menunjukkan eksistensi keberadaan orang-orang terdahulu yang datang di tempat itu.
Pada bagian atas tonggak tersebut terdapat dua bilah; satu bilah berisi lambang negara, nama pulau dengan data koordinat dan wilayah administrasinya. Satu bilah lagi bertuliskan 'Ekspedisi Garis Depan Nusantara' beserta logo dari lembaga-lembaga pendukung kegiatan tersebut.
Patung mini Soekarno-Hatta, (dok.tempo.co) |
Imaji proklamator kemerdekaan: Soekarno-Hatta, terdiri dari dua warna (merah - putih) terpasang di setiap pulau yang menjadi beranda rumah Indonesia. Sehingga ke-92 titik pada setiap pulau terluar itu seakan membentuk pagar di beranda depan rumah Indonesia.
Lantas apa hasil dari ekspedisi ini? Dari sebanyak 17.504 pulau yang berserakan di wilayah Nusantara, terdapat sekitar 92 pulau-pulau terluar (terdepan) yang berbatasan langsung, baik dengan samudera maupun dengan negara-negara tetangga.
Dari 92 pulau terluar tersebut, sebanyak 31 Pulau Berpenghuni Tetap (6 pulau terdepan di bagian barat; 12 pulau di bagian tengah dan 13 pulau di bagian Timur); 13 Pulau Terdepan Berpenghuni Musiman (10 pulau di barat; 3 pulau di Timur) serta ditemukan sebanyak 48 Pulau Terdepan yang Tidak Berpenghuni (24 Pulau di bagian barat; 12 pulau di bagian Tengah dan 12 pulau di bagian Timur).
Dari 92 pulau terluar tersebut, sebanyak 31 Pulau Berpenghuni Tetap (6 pulau terdepan di bagian barat; 12 pulau di bagian tengah dan 13 pulau di bagian Timur); 13 Pulau Terdepan Berpenghuni Musiman (10 pulau di barat; 3 pulau di Timur) serta ditemukan sebanyak 48 Pulau Terdepan yang Tidak Berpenghuni (24 Pulau di bagian barat; 12 pulau di bagian Tengah dan 12 pulau di bagian Timur).
Persoalan utama yang dialami tim Ekspedisi Garis Depan Nusantara ketika berusaha menjangkau 92 Pulau-pulau Terdepan (yang sebagian besar ) jauh dan terpencil itu, adalah sarana transportasi yang menuju ke pulau-pulau terpencil itu, yang sangat jarang dan langka. Kalau pun ada, waktu penyeberangan pun tidak menentu. Perlu dicatat, tim ini menuju ke lokasi dengan menggunakan segala fasilitas transportasi yang tersedia (darat, laut dan udara) serta berbagai jenis angkutan rakyat yang ada.
(arsipardava.blogspot.com) |
Hasil ekspedisi menemukan adanya masalah mendasar di pulau-pulau terpencil tersebut: Pertama, sulitnya AIR TAWAR/ air bersih (satu hal yang merupakan syarat utama bagi kelangsungan hidup manusia di sana); Kedua, tidak tersedianya sumber Daya Listrik untuk kebutuhan pendidikan dan penerangan, rumah tangga dan pendukung usaha ekonomi mikro masyarakat. Ketiga, kendala komunikasi dan informasi. Jaringan komunikasi antar wilayah, baik jaringan telepon maupun radio komunikasi serta bentuk media jaringan informasi lainnya, masih sangat minim.
Ekspedisi ini digagas Wanadri bekerjasama dengan komunitas budaya RUMAH NUSANTARA. Inisiatif kemudian berkembang dan mendapat dukungan dari berbagai instansi Pemerintah maupun swasta, antara lain: TNI-AL, Departemen Perhubungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, Bakosurtanal, PLN, Peruri, Medco Energy, Telkom, Eiger, Pertamina, Komunitas Gedung ‘Indonesia Menggugat' dan lainnya.
Beberapa nama yang menjadi arsitek dibalik proyek ini, antara lain: Arifin Panigoro (Ketua Umum); Ipong Witono (Bidang Eksternal); Prasidi WS (bidang Internal); Sarwono Kusumaatmadja (Koordinator Penasehat); Saryanto Sarbini (Koordinator Staf Ahli); Teddy Kardin (Komisi Teknik); Irwanto Iskandar (Ketua Pelaksana Ekspedisi); Haris Mulyadi (Ketua Operasi); Aat Soeratin (Tim Budaya); Arief Djohan Pahlawan (Tim Buku & Posko); Galih Donikara (Sekretaris); Donny Rachmansjah (Dok & Publikasi); dan Heri Antha (Humas).
(abahiwan.com) |
Memang, ekspedisi ini masih jauh dari memadai untuk mengungkap potensi kekayaan serta keanekaragaman hayati dan keragaman budaya nasional Indonesia. Bagaimanapun, ini merupakan langkah awal menuju riset yang lebih komprehensif.
Yang jelas, melalui ekspedisi ini Wanadri telah mengawali satu hal penting, yakni: mengubah retorika politik ke dalam tindakan nyata. Mereka telah menunjukkan bagaimana seharusnya mencintai negeri ini, dengan cara mengenalnya (melihat, datang dan berada sejenak di sana). Wanadri telah meretas jalan menuju ke pulau-pulau terluar di sekeliling Nusantara dan membuat pagar imajiner bagi sebuah negeri kepulauan terbesar di dunia yang bernama: Indonesia.
Hadirnya mereka di pulau-pulau terpencil yang hanya berupa noktah hitam di atas peta itu, terekam jejaknya dalam tiga serial buku 'Tepian Tanahair, 92 Pulau Terluar Indonesia'. Inisiatif membangun pagar di beranda depan rumah Indonesia, sudah dirancang dan dilaksanakan. Tinggal bagaimana menata, membangun dan mengisi serta menempati rumahnya menjadi lebih baik lagi. Dalam arti, menjadi wahana yang sehat dan kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya sebuah peradaban yang tinggi.: bangsa Indonesia yang baru!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar