Rabu, Januari 28, 2015

Pekalongan, Kota Kreatif yang Pantas Anda Kunjungi!

Motif  Batik Pekalongan
BATIK dan PEKALONGAN ibarat dua sisi dari sebuah mata uang. Begitulah mindset yang seketika muncul di dalam benak seseorang, ketika dihadapkan dengan salah satu dari dua kata itu. Khususnya  bagi para pendatang atau orang-orang yang berasal dari luar kota Pekalongan.

Ms. Irina Bokova,
Direktur Jenderal UNESCO
Asosiasi spontan publik yang mengaitkan suatu kata dengan padanan yang serasi itu, menukik kepada suatu produk tekstil yang khas dan unik yang hanya dibuat oleh dan berasal dari sebuah Kota di Pesisir pantai Utara Jawa.

Sejatinya, kegiatan membatik adalah proses memintang warna dengan menggunakan canting atau cap untuk menggambar dalam sehelai kain atau media lain, seperti kayu dan kertas. 

Namun di dalam proses itu, banyak melibatkan unsur daya cipta dan kreasi, yang sarat nuansa akan  sentuhan seni, sehingga hasilnya dapat menggugah banyak orang untuk memberikan apresiasi, kemudian berhasrat untuk memiliki serta tertarik  untuk memakai atau menggunakannya.


Senin, Januari 26, 2015

Pekalongan On My Mind's: Kota Kreatif Dunia

Sering kita dengar sejumlah anggota dewan beramai-ramai melakukan studi banding ke berbagai kota di luar negeri. Entah ke kota-kota masyhur di belahan Eropa Barat  atau kota-kota di Amerika Utara, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan lainnya, dengan menghabiskan anggaran negara yang fantastis namun hasilnya minimalis! 

Kunjungan kerja adalah judulnya. Praktiknya, yang dominan adalah refreshing, cuci mata dan dolanan! 

Tidak ada salahnya bekerja sambil jalan-jalan. Yang salah adalah jika seusai  jalan-jalan dan kembali ke tanah air, mereka tidak membawa apapun di dalam benak (selain foto-foto dan sejumah barang belanjaan). 

Tidak ada yang tersisa dari pertemuan dan penglihatan yang kemudian  bisa inspirasi untuk dipelajari kemudian didiskusikan di ruang perdebatan para anggota dewan yang terhormat itu. Studi Banding hanyalah sekadar judul besar yang 'membiayai' seluruh paket kegiatan mereka selama di luar negeri. 


Rabu, Januari 21, 2015

Mengenal ZHENG HE Laksamana Laut Muslim dari Dinasti Ming


                                                     SUN TZU vs ZHENG HE 
                                                                   
Dalam teori   Leadership   syarat    utama    dari    seorang pemimpin  adalah   Keteladanan,  sehingga  bagi seorang calon pemimpin    sepatutnyalah    mempelajari     sifat-sifat  keteladanan  dari   para  pemimpin pendahulunya.

Zheng He
Sejak bersekolah di sekolah dasar  kita yang berada di Nusantara diperkenalkan dengan banyak tokoh-tokoh legendaris penjelajah lautan.  Terutama dari barat seperti Columbus, Vasco da Gama, Ferdinand de Magellan, Captain James cook dan lainnya tanpa memperhatikan apa inti dari misi penjelajahan tersebut.

Di era globalisasi, masyarakat dunia menyadari dengan bertambahnya penduduk diperlukan penguasaan wilayah dengan  segala macam sumber alam    yang diperlukan bagi kelangsungan hidupnya, yang kemudian melahirkan bermacam strategi perluasan penguasaan kekuatannya dengan cara “ Hard power policy atau Soft power policy”.

Kita tidak boleh melupakan sejarah bahwa sebenarnya teori Soft Power diplomasi  pernah dilaksanakan pada waktu 600 tahun yang lalu dari tahun 1405 s/d 1433i ekspidisi armada laut china pada  kurun waktu kekuasan  dinasti Ming yang melibatkan 317 kapal beserta 27.000 awak kapalnya yang dipimpin oleh seorang muslim yaitu laksamana Zheng he (haji Ma he) yang menyinggahi 33 Negara  di asia selatan sampai ke Afrika, sehingga ada beberapa pakar sejarah maritim barat yang menyimpulkan bahwa benua Amerika telah diketemukan 70 tahun lebih dahulu  oleh para pelaut china sebelum kehadiran Columbus ke sana.

Kita Butuh Menteri Maritim Sekelas Laksamana Cheng Ho

Mengunjungi Kuil Sam Po Kong,
Semarang, (November 2016) dengan
latar belakang patung Kaisar Cheng Ho.  
Suatu siang di bulan Agustus 2014 yang lalu, saya  berkesempatan  minum kopi dengan seorang Pelaut gaek di lantai 2  gedung BCP, Bekasi yang agak bising namun lumayan nyaman untuk menikmati sepotong view kota Bekasi.  

Setelah berbincang hampir 2 jam dengan Capt Gita Ardjakusumah, mantan Nakhoda Phinisi Nusantara 1986 Vancouver Expo- Canada itu, kami pun berpisah. Malamnya di kantor sebuah koran,  saya tulis sebuah tajuk dengan judul "Kabinet Baru Butuh Menteri Maritim Sekelas Laksamana Cheng Ho".  Berikut tajuk lama itu, saya upload kembali untuk Anda. 

SETELAH Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumunkan hasil rekaputilasi PILPRES 2014, Selasa malam, 22 Juli 2014, kubu Jokowi-Jusuf Kalla langsung mendeklarasikan kemenangannya di atas kapal tradisional phinisi di pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. 

Dermaga Ujung Surabaya (foto:shelter)
Apakah locus delicti deklarasi di atas kapal phinisi  "Hati Buana Setia" itu, suatu kebetulan atau memang sudah dirancang? 

Benarkah ada hubungannya dengan komitmen Jokowi untuk mengembalikan kejayaan laut Indonesia,  Pilihan kapal phinisi sebagai simbol budaya laut,  juga mengindikasikan pembangunan kawasan Indonesia timur dan  penguatan kembali akar kebangsaan kita.

Apapun alasannya, yang jelas, di bawah kepemimpinan Jokowi-JK ke depan,  Indonesia akan menerapkan pembangunan berwawasan Maritim. Dan Jokowi-JK bertindak sebagai Nakhoda Agung yang akan melayarkan biduk besar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Ibarat sebuah kapal, bagaimanapun besarnya NKRI Nusantara hanya akan menyisakan ruang akomodasi yang kecil bagi para awak kapalnya, karena sebagian besar ruangan akan dipakai untuk dipenuhi muatan atau penumpang.

Selasa, Januari 20, 2015

Mari Duduk Bersama, Bicara Laut!

Salah salah visi utama yang diusung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, adalah membuka kembali wacana kelautan untuk mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia yang sejak dulu dikenal sebagai bangsa maritim.  

Laksamana Ceng Ho atau Zheng He
Gagasan mengembalikan kejayaan Indonesia dengan membangun POROS MARITIM DUNIA dan TOL LAUT, menurut catatan masa silam, pernah dilaksanakan pada era dinasti Ming di bawah pimpinan Laksamana Zheng He, seorang keturunan Persia-China. Pada kurun 600 tahun lampau, selama 28 tahun (pada 1405-1433), Zheng He memimpin sebanyak 317 armada kapal beserta 27000 awaknya, terbukti berhasil mengamankan jaur perniagaan yang harmonis sepanjang poros China - Asia - Afrika. 

Zheng He yang lahir di desa Hedai propinsi Yunan tahun 1371 adalah cucu buyut dari Sayyid Adzal Syamsuddin (1070), kemudian menetap di Indonesia dan dikenal sebagai Laksamana Cheng Ho. Jejaknya hingga kini masih bisa ditelusuri  dengan hadirnya Klenteng Sam Po Kong di Semarang.