perompak somalia (telegraph.co.uk) |
Para perompak, tanpa basa-basi segera meninggalkan kapal setelah menerima tebusan sebesar 4,5 juta dolar AS. “We received the cash of $4.5 million early this morning. We have abandoned the ship and it is preparing to sail away,” ujar seorang perompak yang menyebut dirinya Geney sebagaimana dilaporkan kantor berita REUTERS dari pesisir pantai El-Dhanane.
Namun besarnya nilai uang tebusan itu dibantah David Batubara, Wakil Direktur PT. Samudera Indonesia dalam jumpa pers di Jakarta, tanpa menjelaskan berapa nilainya secara terperinci. Menurut dia, nilainya lebih kecil dari itu.
Mengapa David bersedia membayar sebesar itu? Spekulasi yang beredar mengungkapkan kemungkinan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan muatan feronikel di atas kapal yang harus segera dikirimkan ke Rotterdam digabung dengan nilai keterlambatan yang harus ditanggung perusahaan.
Mengapa David bersedia membayar sebesar itu? Spekulasi yang beredar mengungkapkan kemungkinan kerugian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan muatan feronikel di atas kapal yang harus segera dikirimkan ke Rotterdam digabung dengan nilai keterlambatan yang harus ditanggung perusahaan.
profil perompak (sodahead.com) |
Lantas siapa yang menanggung kerugian itu? Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mengirimkan kapal-kapal tempur TNI-AL beserta kelengkapannya kesana? Pertanyaan lain, apakah pihak perusahaan tidak lupa mengasuransikan kapal, muatan beserta krunya untuk perjalanan melalui laut Arab yang riskan itu? Bagaimana para perompak bisa mengetahui MV. Sinar Kudus membawa muatan yang berharga, sehingga layak untuk dibajak?
Serentetan pertanyaan itu, sayangnya tidak terjawab dalam press conference Minggu kemarin di Jakarta. Dalam bisnis pelayaran dewasa ini, terasa aneh dan janggal kalau sebuah perusahan pelayaran sekelas PT. Samudera Indonesia tidak menggunakan jasa asuransi untuk menanggung risiko-risiko yang mungkin timbul di kemudian hari, sehingga kerugian tidak harus sepenuhnya ditanggung perusahaan milik Pemerintah itu, yang notabene menjadi kerugian rakyat juga.
Terlepas dari soal itu, sejumlah media di tanah air juga melaporkan bahwa proses pembebasan ini adalah drama pembebasan tercepat yang dilakukan oleh para pembajak Somalia. "Pembajakan kapal telah menjadi industri besar, dan melibatkan kelompok teroganisir dari berbagai kelompok. Jangka waktu pembebasan ada yang lebih dari 500 hari, sedangkan waktu tersingkat 60 hari," ujar David Batubara, Minggu (1/5/2011) seperti dilaporkan detiknews.com. Pendapat senada juga dikatakan Kapuspen TNI-AL Laksamana Muda Iskandar Sitompul, yang menyebutkan bahwa pembebasan sandera dari kapal Sinar Kudus ini merupakan pembebasan paling cepat. Proses pembebasan kapal berbendera Indonesia ini hanya membutuhkan waktu 46 hari. "Tidak ada negara mana pun yang berhasil membebaskan sandera kurang dari 60 hari. Sinar Kudus berhasil dibebaskan dalam 46 hari," ujar Iskandar di tempat yang sama. Iskandar menceritakan, Presiden SBY telah memerintahkan Panglima TNI untuk melakukan operasi militer. Namun karena keadaan selalu berubah dan pemerintah serta perusahaan pemilik kapal memprioritaskan keselamatan Anak Buah Kapal, operasi militer ditangguhkan. "Sandera tidak dijadikan satu dan selalu dipindah-pindah. Ini satu kendala kenapa operasi militer tidak dilakukan," katanya. Pihak PT. Samudera Indonesia dalam keterangan persnya menyatakan, pembebasan ini adalah hasil dari proses kerja sama dan bahu membahu antara pemerintah dan PT Samudera Indonesia. "Pembebasan setelah 46 hari ini hasil komunikasi intensif antara pihak perusahaan dengan perompak," kata David. |
Namun, sebuah media asing melaporkan, para pembajak telah berhitung untung rugi dengan masalah waktu. Mereka kini mulai memperhitungkan waktu 'penahanan' dengan nilai tebusan. Dan cenderung untuk mempersingkat waktu demi kelancaran dan efektivitas usaha mereka.
Pembebasan para Pelaut Indonesia itu, memang patut disyukuri. Apalagi seluruh kru dan ABK dalam keadaan selamat dan telah kembali ke keluarga masing-masing. Yang disesalkan adalah cara penanganan seperti itu, karena menyisakan preseden buruk di kemudian hari. Dalam pandangan para perompak, hilangnya 4 nyawa anggota mereka, bisa jadi merupakan risiko yang sudah diperhitungkan. Jadi tidak ada jaminan perbuatan serupa tidak akan terulang di kemudian hari.
Terlebih lagi, pasukan elit yang hadir disana praktis hanya menjadi penonton dan pengawal saja. Meski berhasil melumpuhkan 4 orang perompak karena pertimbangan keselamatan kru dan ABK. Namun, tidak ada yang merasa paling geram, kesal dan jengkel kecuali mereka yang setiap hari berlatih tempur tetapi tidak mendapat kesempatan untuk membuktikan hasil latihan itu di arena yang sesungguhnya. Selain itu, kerugian lain adalah bahwa TNI-AL kehilangan kesempatan untuk membuktikan kepada dunia bahwa Tentara Indonesia selalu hadir ketika dibutuhkan. Kapan pun dan di mana pun ada warganegara Indonesia yang terancam jiwanya.
Hanya dengan cara demikian, hampir separuh warga dunia turut menyaksikan ketika presiden Amerika Barrack Obama berpidato, pasca terbunuhnya Osama Bin Laden. Obama dengan bangga bisa mengatakan: ''KEADILAN TELAH DITEGAKKAN!'' Kalimat serupa sebenarnya diharapkan muncul dari pidato Presiden SBY pasca pembebasan pelaut Indonesia di laut Arab. Meskipun konteks dan skalanya jauh berbeda. Satu hal yang jelas: pahlawan hanya lahir dari setiap kesulitan. Sayangnya, sikap seperti itu, tidak ditunjukkan oleh para tokoh dan pemimpin di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar