Senin, Mei 02, 2011

Mengapa untuk Bisa Menulis Perlu (banyak) Membaca?

Hubungan Menulis dengan Membaca

Banyak orang yang ingin bisa menulis dengan cepat tetapi merasa malas untuk membaca. Adakah kaitan antara menulis dengan membaca? Mengapa untuk bisa menulis (dengan baik) perlu (banyak) membaca? Bagaimana kalau saya hanya membaca apa yang memang penting dan perlu saja buat saya? Apa yang harus kita baca?

Tuhan memang menciptakan segala sesuatu itu berpasang-pasangan. Kita bisa berbicara karena kita diberi kemampuan mendengar. Apakah ketika bayi dulu, Anda pernah  belajar mendengar? Tidak, kita tidak pernah belajar bagaimana cara mendengar. Tahu-tahu kita bisa mendengar saja. Dan itu adalah anugrah (given) yang diberikan oleh Sang Maha Pemberi Kehidupan!


Banyak membaca sedari 
kecil, membantu 
meningkatkan 
kecerdasan [sethskim.com] 
Di sekolah Dasar kita belajar membaca dengan mengenal huruf-huruf (abjad) dan angka. Lalu kita ‘belajar’ menulis dengan cara menirukannya! Mari sejenak kita balik penjelasannya, apakah mungkin kita bisa menulis tanpa (terlebih dulu)  bisa membaca? 

Apa yang akan kita tuliskan, jika kita tidak mempunyai perbendaharaan (kosa kata) apapun di dalam benak kita?  Maka dengan banyak membaca, tentu saja perbendaharaan kata-kata yang dimiliki pun semakin kaya. Dalam arti, semakin banyak dan bervariasi. Perbendaharaan kata inilah yang sangat membantudalam menciptakan atau memproduksi tulisan-tulisan yang menarik bagi pembaca.


Kalau pasangan siang adalah malam, pasangan perempuan adalah lelaki, maka, pasangan menulis adalah membaca. Bagi orang-orang Islam, pasti Anda masih ingat, mengapa Allah SWT memberikan perintah pertama kepada nabi besar Muhammad SAW., melalui Malaikat Jibril di gua Hira, dengan kata: Iqra! (Bacalah) atau perintah untuk membaca? Jelas sekali, karena membaca adalah anak kunci pembuka pintu gerbang ilmu pengetahuan.

Apa yang Perlu Kita Baca?
Memang, tidak perlu semua bahan bacaan lantas kita lahap. Seorang ‘kutu-buku’ sekalipun tidak pernah melakukan tindakan nekat itu. Alasannya sederhana, karena tidak semua bahan bacaan itu menarik, bagus dan bermutu serta penting dan perlu untuk dibaca. Terlebih lagi, karena  tidak akan cukup waktu Anda untuk melahap atau bahkan menuntaskan semua bacaan yang Anda temukan.

Maka, pada tahap ini berlaku hukum seleksi alam: hanya bacaan yang penting dan menarik sajalah, yang kita pilih untuk dibaca. Seorang teman saya mengatakan: ‘’Saya hanya suka membaca apa yang saya sukai saja. Dan tidak terlalu suka membaca segala hal,’’ itu menunjukkan sifat  yang  sungguh manusiawi. Jika Anda merasa malas membaca segala hal tetapi tidak malas membaca apa yang menarik bagi Anda, maka Anda tidak usah khawatir! Karena sebenarnya itu sama sekali bukan masalah.


Tetapi apa arti kalimat berikut:  ‘’Saya suka membaca apa yang saya sukai saja’’ itu, dari sudut pandang seorang penulis? Artinya jelas, siapapun yang berminat menjadi penulis, ditantang untuk melahirkan karya-karya yang bisa menarik perhatian pembacanya!   jika, pada tahap ini saja, ia tidak berhasil, maka akan gagal lah seluruh usahanya.

Ketika kita akan berperan sebagai produsen tulisan,  kita harus benar-benar memperhatikan faktor-faktor apa sebenarnya yang membuat pembaca tertarik? Dan bagaimana mempertahankan supaya perhatian mereka tidak pergi sebelum menyelesaikan tulisan kita? Ini juga penting diketahui, supaya kita tidak kehilangan pembaca dengan tipikal orang-orang seperti yang mereka sebutkan (orang-orang yang hanya mau membaca apa yang mereka sukai saja). Dan itulah salah satu karakter unik pembaca kita: bahwa mereka menuntut sesuatu yang spesifik, yang unik, yang menghibur, yang sanggup memenuhi rasa ingin tahu mereka, dan tentu saja yang dirasakan bermanfaat bagi mereka. Terutama dalam membantu memecahkan persoalan-persoalan mereka.  

Memang, hampir tidak mungkin kita bisa memuaskan semua orang melalui tulisan kita. Tetapi sangat  mungkin kita bisa menarik perhatian (sebagian) mereka, yang berada dalam lingkaran kerangka referensi yang sama (frame  of reference and field of experience). Inilah hukum keragaman, yang menyebabkan munculnya berbagai rubrik di media cetak atau agenda acara yang bervariasi di saluran televisi kita. Seperti halnya seorang Ibu yang selalu (harus) menghidangkan menu masakan yang bervariasi di atas meja. Supaya seluruh anggota keluarga mau menyantapnya dengan penuh selera! Nah, kira-kira seperti itulah, suatu tulisan itu dihidangkan kepada para pembaca yang beragam minat dan kepentingannya. 

Bagaimana Proses Menulis?

Meskipun saya merasa sudah terbiasa menulis, tetapi sejujurnya saya akui: saya pun masih seringkali kesulitan untuk mulai menulis. Hanya saja, saya tahu penyebabnya secara pasti:  yaitu kurangnya penguasaan materi yang akan dituliskan! Sama halnya jika suatu ketika Anda dijadwalkan untuk berbicara di depan orang banyak atau bahkan di depan publik. Tentu saja adrenalin Anda akan membuncah naik. Bisa jadi bahkan Anda gugup, tegang mungkin saja panik, jika Anda memang tidak pernah berbicara didepan publik. Apalagi jika tidak siap dengan materi yang akan disampaikan.   

Dalam soal menulis, jika menghadapi kesulitan maka langkah pertama yang saya lakukan adalah mengumpulkan referensi yang relevan dengan topik/materi tulisan itu sebanyak mungkin. Dan melahap pula semua bacaan itu dengan rakus. Sebanyak mungkin. Sedetail mungkin, selagi sempat dan selama masih ada waktu. 

Mengapa begitu? Karena biasanya, kita harus berkejaran dengan batas waktu atau tenggat atau sejumlah waktu tertentu yang diberikan oleh pihak lain kepada kita. Bagi mereka yang (pernah) bekerja di media massa, istilah deadline sudah sangat akrab, sebab  ia adalah ‘dewa’ yang pertama menentukan apakah tulisan Anda bisa dimuat atau tidak pada edisi tersebut.

Baiklah, saya ingin kembali ke pokok bahasan kita. Bagaimana sebenarnya paroses menulis itu? Langkah pertama, kumpulkan sebanyak mungkin referensi terkait dengan topik yang akan Anda tuliskan. Saya tidak ingin membahas bagaimana cara Anda mengumpukan berbagai materi yang terkait dengan topik Anda, sebab hal itu bisa dilakukan dengan banyak cara. Baik melalui buku-buku, majalah, dokumen atau sumber-sumber referensi lainnya. Seperti pengumpulan bahan yang diperoleh dengan cara mengaduk-aduk isi perpustakaan atau searching, browsing dan surfing di internet. Silahkan saja!

Lantas, apa yang harus dilakukan? setelah referensi dianggap cukup, maka Langkah Kedua, mulai membacanya dengan menggunakan teknik  paraphrasing. Setelah tangki memori di kepala kita terasa meluber dengan beragam informasi, maka Anda mulai memilih dan memilah, merangkai sesuatu  dengan menghubung-hubungkan, membandingkan dengan yang ada, menambahkan atau mengurangi. Singkatnya, menganalisis.

Inilah saat yang tepat untuk bertanya kembali kepada diri Anda sendiri: apa sebenarnya yang ingin saya tuliskan? Mengapa? Apa manfaatnya bagi pembaca? Seandainya  saya menjadi bagian dari mereka, apa kira-kira yang mereka harapkan dari tulisan saya? Itulah proses yang terjadi di dalam benak kita, sebelum kata-kata itu muncul di layar komputer. Orang menyebutnya dengan ‘proses kreatif’ untuk  kemudian melahirkan suatu karya tulis yang baru.

Apakah ada karya tulis yang benar-benar asli? Di masa sekarang, saya meragukan hal itu! Pada umumnya, diantara para produsen tulisan, mereka saling terkait melalui tali temali relasional yang unik. Tali temali jaringan lintasan pemikiran di dalam diri seseorang itu, jika digambarkan seperti halnya  jaringan urat saraf yang kompleks di dalam tubuh kita.

Suatu ide atau gagasan yang muncul akan mempengaruhi (sedikit atau banyak) gagasan pemikiran lainnya, terutama pada bidang telaah yang sama. Inilah kemudian yang memberikan inspirasi sebagai dasar dari suatu tindakan manusia dalam mengubah lingkungannya (supaya menjadi lebih baik).

Maka saya pun kemudian menulis sebuah kredo di facebook: ‘words create world’  bahwa: melalui pertukaran dan transmisi gagasan kita menciptakan dunia seperti yang kita inginkan. Begitu dahsyat pengaruh kata-kata itu. Sampai-sampai wajah dunia pun terbentuk karena kata-kata (yang kemudian diikuti dengan perbuatan). Sebenarnya ide itu, saya ambil ketika terinspirasi dengan gagasan tentang appreciative inquiry atau Menggali Kekuatan Kita untuk mengubah masa depan. 

Sekian dulu sobat, bahasan tentang proses menulis.

Tidak ada komentar: