Minggu, Juli 31, 2016

Empat Dari 14 Gembong Narkoba, Akhirnya Di Eksekusi

EKSEKUSI-- Empat dari 14 Terpidana Mati, yang lebih dulu
dihadapkan ke regu tembak, untuk dieksekusi, pada Jumat
dini hari, 29 Juli 2016 di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah

Kembali mata dunia melirik ke Indonesia, setelah HM. Prasetyo, Jaksa Agung Republik Indonesia memutuskan pelaksanaan eksekusi hukuman mati kepada empat (4) dari 14 terpidana mati, yang dinilai telah berkekuatan hukum tetap.

Eksekusi kepada terpidana mati ini merupakan seri ke-3 dari rangkaian eksekusi sebelumnya, terkait kasus pelanggaran, penyalahgunaan Narkotika dan Obat-obatan Terlarang di Indonesia. 


Proses eksekusi berlangsung di kawasan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, pada Jumat dinihari, 29 Juli 2016, tanpa menimbulkan kegaduhan, sebagaimana eksekusi sebelumnya yang melibatkan Warga Negara Australia. 

Siapa saja yang kali ini yang lebih dulu mendapat giliran? Ke-4 orang yang lebih dulu mendapatkan untuk dihadapkan ke depan regu tembak ini adalah gembong narkoba yang masuk daftar eksekusi.

Empat terpidana mati itu adalah Fredi Budiman, Seck Osmone, Michael Titus, serta Humprey Ejike. 



 “Eksekusi sudah dilakukan pukul 00.45 terhadap empat orang masing-masing Fredi, Humprey alias Doktor, Seck Osmane dan Michael Titus,” kata Jaksa Agung Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, seperti dkutip Jpnn, Jumat (29/7) dini hari.



Fredi Budiman alias Budi bin Nanang Hidayat merupakan gembong narkoba kelas kakap di Indonesia. Ia terbukti bersalah karena menyelundupkan 1,4 juta butir ekstasi ke Indonesia.

Fredi divonis mati Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Putusan pertama itu dikuatkan di tingkat banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Kasasi Mahkamah Agung. Upaya Fredi lolos dari hukuman mati lewat peninjauan kembali (PK) pun kandas. MA pada 20 Juli lalu menolak upaya PK yang diajukan Fredi.

Sedangkan Seck Osmane merupakan gembong narkoba Nigeria berpaspor Senegal. Dia ditangkap karena memiliki 2,4 kilogram heroin di Jakarta Selatan dan divonis mati PN Jaksel 2004.

Kemudian ada Michael Titus asal Nigeria. Dia ditangkap 22 Agustus 2002 di BSD Tangerang, karena kedapatan memiliki tiga kilogram heroin siap edar. Titus divonis mati oleh PN Tangerang pada Oktober 2003.

Berikutnya adalah Humprey Ejike alias Doktor asal Nigeria. Dia ditangkap karena kedapatan menyimpan 1,7 kilogram heroin 2 Agustus 2003 di sebuah restoran Tanah Abang, Jakarta Pusat. Doktor divonis mati pada 2004 di PN Jakpus.

Eksekusi kali ini hanya dilakukan terhadap empat terpidana meski sebelumnya beredar 14 nama yang masuk daftar untuk didor. Namun, sepuluh terpidana mati lainnya tinggal menunggu giliran.

Menurut Noor, eksekusi akan dilakukan pada periode berikutnya. “Tentu di periode yang akan datang dikaji kembali,” ujar Noor saat jumpa pers di Cilacap.

Jenazah Fredi Budiman selanjutnya dibawa ambulans ke Surabaya, Jawa Timur. Ia akan dikubur di Makam Bharatu Sedayu, Jalan Krembangan Baru VII nomor 6 A, Surabaya.

Sedangkan Seck Osmane akan dibawa ke Rumah Sakit Santo Carolus, Jakarta Pusat, adapun Michael Titus akan dibawa ke RS Cikini. Yang terakhir adalah Humprey akan dibawa ke Krematarium, Banyumas, Jawa Tengah.

Fredi Budiman 
(baju putih tengah)

Eksekusi Mati Seri ke-3

Sejak 2015, Kejaksaan Agung sudah tiga kali mengeksekusi terpidana mati perkara narkotika. Eksekusi jilid pertama digelar Januari 2015.

Saat itu, ada enam terpidana mati yang meregang nyawa di tangan tim eksekutor. Yakni, Marco Archer Cardoso.

Mareira (Brazil), Daniel Enemua (Nigeria), Ang Kim Soe (Belanda), Namaona Dennis (Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (Indonesia). Lima napi itu dieksekusi di Lapas Nusakambangan. Sedangkan satu napi lainnya, Tran Thi Hanh (Vietnam) dieksekusi di Boyolali, Jawa Tengah.

Eksekusi jilid dua digelar April 2015. Delapan narapidana ditembak mati. Kedelapan terpidana mati yang dieksekusi adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria), Rodrigo Gularte (Brasil); serta Zainal Abidin (Indonesia). Total sudah 18 narapidana yang dieksekusi.

Profil  Ke-14 Terpidana Mati

Berikut profil singkat ke-14 terpidana mati, seri ke-3 yang sudah berkekuatan hukum tetap:

1. Oazias Sibanda, terpidana mati warga negara asal Zimbabwe. Sibanda divonis hukuman mati sejak tahun 2001 setelah tertangkap tangan tengah berusaha menyelundupkan ribuan gram narkoba jenis heroin dimasukkan ke dalam mulutnya bersama kedua temannya yaitu Okoye dan Ayotanze.

2. Obina Nwajagu, terpidana mati warga negara asal Nigeria. Obina divonis hukuman mati pada tahun 2002 lalu karena tertangkap hendak membeli narkoba jenis herois sebangat 45 pil dan seberat 400 gram dari seorang warga Thailand di Hotel Ibis Jakarta pada 2002 lalu.

3. Fredderik Luttar, terpidana mati warga negara asal Zimbabwe. Fredderik mendapat vonis hukuman mati karena terbukti menyelundupkan satu kilogram heroin pada 2006.

4.Humprey Ejike, warga negara asal Nigeria. Humprey dijatuhi hukuman mati pada tahun 2003 karena dianggap sebagai otak sindikat narkoba di Depok, Jawa Barat dengan memperjual belikan heroin sebanyak 1,7 kilogram dengan nilai transaksi 8 miliar.

5. Seck Osmane, terpidana mati warga negara asal Nigeria. Osmane divonis hukuman mati pada tahun 2004 karena tertangkap tangan memiliki narkoba jenis heroin sebanyak 2,4 kilogram.

6. Freddy Budiman, terpidana mati warga negara Indonesia. Freddy Freddy dijatuhi hukuman mati pada tahun 2013 karena menjadi gembong narkoba atau pebisnis narkoba.

7. Agus Hadi, terpidana mati warga negara asal Indonesia. Agus dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan pada tahun 2007 karena diketahui menyelundupkan belasan ribu pil ekstasi dan happy five dari Malaysia menuju ke Batam tahun 2006.

8. Pujo Lestari, terpidana mati warga negara Indonesia. Pujo dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Batam pada tahun 2007 karena bersamaan dengan Agus Hadi menyelundupkan belasan ribu pil ekstasi dan happy five.

9. Zulfiqar Ali, terpidana mati warga negara Pakistan. Zulfiqar dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan pada tahun 2004 karena ia bertanggungjawab atas keberadaan narkotika jenis heroin seberat 300 gram yang ditemukan oleh Kepolisian Resort Bandara Soetta.

10. Gurdip Singh, terpidana mati warga megara asal India. Gurdip dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang pada tahun 2005 karena memiliki narkoba jenis heroin sebanyak 300 gram.

11. Merri Utami, terpidana mati warga negara asal Indonesia. Merri dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang tahun 2003 karena diketahui membawa 1,1 kilogram heroin di Bandara Soetta.

12. Michael Titus Igweh, terpidana mati warga negara asal Nigeria. Michael dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan Negeri Tangerang pada tahun 2003 karena terbukti memiliki heroin sebanyak 5,8 kilogram.
13. Okonkwo Nonso Kingsley, terpidana mati warga negara adal Nigeria. Okonkwo dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Medan pada tahun 2004 diketahui membawa narkotika golongan I heroin sebanyak 69 kapsul dengan berat 1,18 kilogram.

14. Eugene Ape, terpidana mati warga negara asal Nigeria. Eugene dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Jakarta Pusat pada tahun 2003 karena membawa 300 gram heroin.


Namun pelaksanaan eksekusi terpidana mati di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah itu, berjalan di luar rencana. Sebab ternyata kejaksaan hanya mengeksekusi empat dari 14 terpidana mati. Padahal sebelumnya Jaksa Agung M Prasetyo menegaskan akan mengeksekusi seluruh terpidana. 

Perubahan jumlah terpidana yang dieksekusi itu menimbulkan pertanyaan berbagai pihak. Pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, seperti dikutip Sindonews.com, diduga  karena adanya tekanan dari luar negeri. Pasalnya, sebagian besar jumlah terpidana mati merupakan warga negara asing.  "Ada tekanan dari luar," kata Asep kepada pers, Sabtu (30/7/2016). 

Dia juga menyoroti adanya surat dari seorang tokoh yang meminta penundaan eksekusi mati, "Ada surat dari tokoh, lalu pemerintah gampang menunda. Bagaimana mau dieksekusi," ujar Asep.

Lembaga Pemasyarakatan,
Nusakambangan
Sebelumnya, mantan Presiden BJ Habibie menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda eksekusi Zulfikar Ali, terpidana mati asal Pakistan. 
Dia juga menyoroti adanya surat dari seorang tokoh yang meminta penundaan eksekusi mati, "Ada surat dari tokoh, lalu pemerintah gampang menunda. Bagaimana mau dieksekusi," ujar Asep.


Sebelumnya, mantan Presiden BJ Habibie menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunda eksekusi Zulfikar Ali, terpidana mati asal Pakistan. Adapun empat terpidana yang dieksekusi jilid III ini, yakni  Freddy Budiman, Michael Titus Igweh dan Humprey Ejike dan Seck Osmane. 

Sementara eksekusi 10 terpidana mati kasus narkoba ditunda. Berikut adalah nama-nama terpidana mati yang eksekusinya ditunda.

1. Ozias Sibanda asal Zimbabwe
2. Obina Nwajaja asal Nigeria
3. Fredderik Luttar asal Zimbabwe
4. Agus Hadi asal Indonesia
5. Pujo Lestari asal Indonesia
6. Zulfikar Ali asal Paskitan
7. Gurdip Singh asal India
8. Merri Utami asal Indonesia
9. Okonkwo Nonso asal Nigeria
10. Eugene Ape asal Nigeria


(sh: dari berbagai sumber)

Mengapa Hukuman Mati? Baca Lebih Lanjut: 
Indonesia Gawat Narkoba VS Dilemma Aparatur Intelijen 

Tidak ada komentar: