Senin, Mei 16, 2011

Beberapa Usulan dan Solusi Pengelolaan Harta Karun (BMKT)

Harta Karun di Perairan Indonesia, Menunggu Diangkat (3)


the heritage (portalunesco.org)
Kegiatan pengangkatan Harta Karun  bawah laut (istilah resminya: Benda berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam/BMKT) di perairan Indonesia, pada kenyataanya tidaklah selalu mudah dan berjalan lancar. 


Masih  terjadi kesimpangsiuran di dalam pelaksanaannya. Baik di kalangan Pengusaha /Investor BMKT itu sendiri maupun antara Pengusaha dengan  Panitia Nasional (Pannas) BMKT serta pihak-pihak terkait lainnya. Berikut ini beberapa usulan dan solusi dalam pengelolaan Harta Karun, yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:

Pertama, perlu lokakarya nasional diantara para Pengusaha/Investor dengan berbagai instansi Pemerintah, lembaga/institusi lain yang terkait dengan masalah BMKT. Tujuannya adalah untuk memahami pedoman dalam pengusahaan BMKT sebagai landasan berpijak bagi mereka yang tertarik berusaha di sektor ini. Selain itu, juga sebagai upaya sosialisasi bagaimana melaksanakan bisnis harta karun yang notabene juga merupakan warisan sejarah dan budaya.

Kedua, panitia Nasional BMKT sebenarnya terdiri dari beberapa departemen di dalam unsur  Pemerintahan. Sudah selayaknya mereka dapat bekerja di dalam ‘Satu Atap’ sehingga memudahkan dalam memberikan fungsi pelayanan secara terbuka, transparan dan akuntabel kepada masyarakat.

Ketiga, perlu segera dibentuk Asosiasi Pengusaha BMKT. Pembentukan Asosiasi tersebut dapat difasilitasi Pemerintah dan/atau inisiatif murni kalangan Pengusaha sendiri. Tujuannya antara lain menciptakan koordinasi, harmonisasi dan kerjasama diantara pengusaha BMKT dengan Pannas BMKT. Dilain pihak, terbentuknya Asosiasi ini akan membantu Pemerintah di dalam upaya pencegahan, pengawasan dan penindakan terhadap pihak-pihak dan/atau perusahaan-perusahaan yang terlibat di dalam  praktik eksploitasi BMKT secara ilegal.
batu fosil (dok.pri)

Keempat, berdasarkan pengamatan, sebenarnya kalangan Pengusaha sangat menghendaki untuk  bisa berusaha secara legal. Namun, adakalanya kehendak itu terbentur dengan pengurusan perijinan yang tidak / belum menjamin kepastian (hal yang sangat dibutuhkan di dalam iklim usaha). Kondisi demikian, membuka celah bagi birokrat untuk memanfaatkan peluang bagi interest pribadi sedangkan bagi pengusaha untuk melakukan  segala cara agar proses perijinan bisa diperoleh  dengan cepat dengan menempuh praktik tidak terpuji. Seperti penyuapan, manipulasi, dan lainnya. 

Kelima, perlunya kejelasan prosedur dan tata cara penjualan dan/atau pelelangan BMKT serta sosialisasi mengenai skema bagi hasil antara Pemerintah Cq. Pannas BMKT dengan pihak Pengusaha/Investor BMKT.

mengamati hasil temuan
di laut utara Indramayu, 2011
(dok.pri)
Keenam, Pemerintah seyogyanya memiliki Peta Lokasi  (survey dan pengangkatan) yang sudah, sedang dan akan dilaksanakan. Peta Lokasi yang dimaksud, akan memudahkan pihak-pihak terkait yang berniat melakukan eksploitasi serupa di lokasi yang sama. Beberapa kode area (Red, Green, Yellow or whatever) yang menunjukkan status kegiatan sebuah perusahaan pada suatu lokasi dalam rentang waktu tertentu, akan sangat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengusahaan BMKT.  

Ketujuh, diperlukan pendukung teknis administrasi yang jelas. Seperti adanya juklak/juknis mulai dari masalah pengurusan izin survey, izin pengangkatan dan izin pemanfaatan, sehingga para Pengusaha dapat memutuskan dengan baik (cepat dan tepat) untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keterlibatannya di dalam proyek-proyek pengangkatan BMKT.  

Kedelapan, perlunya ditegakkan prinsip akuntabilitas dan transparansi di dalam seluruh aspek pengelolaan terkait BMKT, sehingga dapat menjamin kelangsungan/keberlanjutan usaha di bidang pengangkatan BMKT. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya pengelolaan / manajemen satu-atap.

Museum Nasional Bahari


museum bahari, jkt
Kesembilan, perlunya kerjasama di antara Museum yang dikelola Pemerintah cq. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di dalam penanganan BMKT pada pasca pengangkatan. Sehingga dapat dilakukan pendataan dan registrasi secara lebih seksama terhadap aspek arkeologis serta mempersempit peluang jatuhnya penguasaan BMKT kepada pihak-pihak tertentu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Kesepuluh, pihak penyelenggara Museum Bahari hendaknya bekerjasama dengan berbagai institusi pendidikan agar mendorong dan mewajibkan peserta didik (generasi muda) memahami sejarah maritim. Dalam hal ini, pemberdayaan museum harus dilakukan sehingga dapat menarik pengunjung untuk datang.

Kesebelas, berkaitan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diperoleh dari hasil pelelangan BMKT, hendaknya pihak pengelola dan penyelenggara Museum mendapatkan bagian  langsung demi membantu pembiayaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, sejarah maritim  dan kebudayaan bagi generasi muda.

Keduabelas, dalam hal pemanfaatan hasil pelelangan, hendaknya Pemerintah cq. PANNAS BMKT atas persetujuan Menteri Keuangan memberikan pedoman yang jelas tentang pembagian hasil BMKT. Apakah bagian 50% bagi Pemerintah dan 50% bagi Perusahaan dalam bentuk in-natura (berupa barang mentah) ataukah pembagian tersebut diperoleh setelah BMKT terjual melalui proses pelelangan? Dalam hal ini, sangat diperlukan pedoman yang dapat menjadi dasar rujukan bagi pihak-pihak terkait yang terlibat di dalam pengusahaan dan pemanfaatan BMKT.




    Related Articles>>

Keputusan Presiden RI tentang Panitia Nasional Harta Karun

3 komentar:

Unknown mengatakan...

link back sudah terpasang di http://vikrymadz.blogspot.com/2011/02/link-exchange-tuker-link.html silahkan dicek. terima kasih... :)

Anonim mengatakan...

Kang Semi Havid,

Tulisan anda luar biasa baiknya dan memang faktanya seperti itu. Namun, perkenanakan saya berkomentar bahwa usulan 'Ketiga' anda tentang dibentuknya Asosiasi Pengusaha BMKT tersebut sudah ada sejak Mei 2013, itupun didirikan melihat keprihatinan kita sebagai pengusaha BMKT (yang sudah punya ijin legal tetap) karena diberlakukannya Moratorium Perijinan Survei & Pengangkatan BMKT oleh Panitia Nasional BMKT, dengan alasan hingga detik ini belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai turunan dari UU No. 11/2010 tentang Cagar Budaya. Padahal jelas-jelas amanat dalam Pasal 117 UU tsb menyatakan bahwa PP harus selesai dalam satu tahun sejak UU ini terbit. Bahkan dalam Pasal 118 (Penutup) amanat UU tsb menyatakan bahwa jika PP belum turun maka dapat diberlakukan PP sebelumnya sejauh tidak melanggar UU yang bersangkutan, artinya PP No.10/1993 masih dapat diberlakukan dan Panitia Nasional BMKT TETAP dapat menjalankan fungsinya sesuai peraturan yang berlaku. Namun apa lacur..?? Moratorium tetap dijadikan alasan penghentian semua perijinan yang menyangkut BMKT, dan dampaknya BMKT yang tersebar di perairan Nusantara kita ini dijarah dan dicuri oleh orang-orang dan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hingga komentar saya ini ditulis saat inipun sedang terjadi penjarahan besar-besaran BMKT di wilayah perairan Kepulauan Riau. Segala upaya dan pelaporan telah kami layangkan kepada yang berwajib (Pannas-BMKT), namun tidak ada tindakan konkrit untuk penyelamatan BMKT yang menjadi potensi budaya dan ekonomis bangsa kita tercinta ini.

Semy Havid mengatakan...

Dear Pak Anonim,

Artikel itu saya tulis tgl 09 Mei 2011, jika pada bulan Mei 2013 sudah terbentuk Asosiasi Pengusaha BMKT, saya bersyukur sekali.

Oh ya, saya mohon maaf sudah tiga tahun sejak saya tuliskan serial Harta Karun Bawah Laut ditulis, saya tidak mengikuti perkembangan mengenai permasalahan ini. Jika demikian kenyataan yang terjadi sekarang, sungguh sangat memprihatinkan kita semua bahwa pencurian kekayaan di bawah laut sudah, masih dan sedang berlangsung.

Pemerintah beserta aparat penegak hukum, tentunya berkewajiban untuk menindak dan mencegah kejahatan. Dan tidak boleh melakukan PEMBIARAN KEJAHATAN terus berlangsung. Membiarkan perilaku kejahatan, (bagi mereka yang memiliki kekuasan ditangannya), sama saja melakukan kejahatan itu sendiri.