|
biji Kopi, minuman yang kini mendunia |
Minum Kopi Lebih Sehat Daripada CocaCola
HARI INI, seperti biasa 'tak ada pagi yang terlewatkan tanpa secangkir kopi panas'. Ya, kopi atau
coffee atau kupi sekarang ini sudah jadi minuman yang 'mendunia'.
Saya beruntung sempat bertugas di beberapa kawasan di bagian paling ujung barat Indonesia yang kini disebut provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), bahkan sempat menyeberang sedikit ke wilayah yang agak permisif dari syariat Islam dan menginjakkan kaki di KILOMETER NOL, Pulau Sabang!
Bersyukur pula bisa menyempatkan diri mampir ke Aceh Singkil via Sidikalang, Sumatera Utara, yang terkenal pula aroma kopinya.
Sungguh sangat mudah menemukan pojok-pojok warung, yang menyediakan kopi sebagai hidangan utama di setiap sudut kota Banda Aceh, pasca bencana tsunami Desember 2004 silam. Inilah rasanya komunitas peminum kopi terbesar di dunia yang tidak masuk
Guiness book of records.
Orang aceh di Beurawe, di Sigli, di Meulaboh di Lhoksuemawe, memang pandai meracik kopi dan menjadikannya sebagai sajian di tengah
kongkow-kongkow para orang tua, para remaja dan ABG, atau para
estewe bahkan para karyawan pekerja kantoran di setiap pagi, setiap sore menjelang maghrib bahkan di tengah malam buta sekalipun! Selalu di temani secangkir kopi dan penganan ringan lainnya sebagai hidangan ditengah keceriaan senda gurau.
Selesai bertugas dan kembali ke daerah asal, saya masih rindu kopi aceh...rindu aromanya. Inilah sebenarnya 'narkoba' yang dilegalkan di masyarakat.
Iseng-iseng merenung, kenapa ya produk ini tak pernah bisa naik kelas seperti
starbucks misalnya, yang bisa menjadi mesin uang bagi kelompok pengusaha Yahudi. Starbuck kini sudah mendunia. Di Jakarta saja, entah sudah berapa anjungan dan gerai yang digelar.
Padahal racikan starbuck cuma sedikit ditambah
essence (sesuai pilihan kastemer, mau rasa apa aja ada), tetapi intinya adalah kopi. Dan kopi terbaik di dunia ini cuma bisa tumbuh di iklim tropis seperti tanah Indonesia dan sebagian Amerika Latin.
Kita memang cepat puas dengan sesuatu yang serba instant. Dan agak malas mereka-reka, menguji coba, menganalisis komposisi, untuk menambah nilai dari sesuatu (termasuk kopi). Sehingga tetap saja, meskipun Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) mencatat angka pertumbuhan ekspor yang cukup signifikan, tetapi petani kopi kita, termasuk para ompung di Sidikalang itu, tetap saja hidup sederhana untuk tidak mengatakan 'marjinal' alias tetap miskin.
Padahal, ini momentum yang baik lho! Mumpung minuman jenis ini belum dibatasi atau dilarang pada kadar tertentu (terutama kata dokter yang mengaitkan dengan hypertensi), siapa mau duluan meniru gaya starbuck paling tidak model bisnisnya, supaya bisa masuk kawasan bergengsi dan hotel-hotel berbintang lima, sehingga syukur-syukur bisa mendongkrak kehidupan petani kita dan naik kelas, tidak lagi terpinggirkan.
|
Racikan yang unik, khas Kopi Aceh |
Pernah pada suatu kesempatan, bertahun-tahun silam, seorang mahaguru agronomi yang saya temui di kawasan Dermaga Bogor, Jabar, mengatakan: "Minum Kopi Lebih Sehat Dari Pada CocaCola!"
Oalaaa......! Untungnya pernyataan itu tidak dipasang di slot-slot iklan televisi kita, jadi PT Amatil Bottle Company di Cikarang itu, tak perlu cemas ya! Toh anda cuma harus bersaing dengan Teh Botol Sosro untuk pasar lokal, tetapi di pasar manca negara Anda kan masih berkibar dengan slogan:
Brrr...brrr...brrr!
Angin politik membawa Sang maha guru itu, ke puncak kursi kabinet dan kemudian menduduki jabatan lumayan prestisius di negeri ini, sebagai Menteri untuk sebuah departemen. Selamat pak Bungaran Saragih! Meskipun kini anda sudah tidak di posisi itu, masih terngiang ucapan Anda, tetapi sungguh... ketika jantung mulai terasa berdebar-debar dengan detak kencang di atas 140 km/jam (mohon dikonversi untuk alat ukur stateskop) di dalam pembuluh darah kita, siapa berani mengikuti saran Anda (?)
Uniknya, kenapa minuman jenis ini ternyata cocok disandingkan berjodoh lekat dengan rokok? Coba sesekali Anda iseng perhatikan mereka yang perokok, umumnya juga peminum kopi!
Benar, dari sudut apapun, pasangan ini (rokok dan kopi) lebih banyak dampak buruknya bagi kesehatan. Ah,....ah...! Dan untuk setiap sebatang rokok, konon jatah usia hidup kita berkurang 5 menit.
Bayangkan jika Anda mengkonsumsi minimal 1-2 bungkus/hari dikali kan puluhan tahun sejak kebiasan itu berlanjut, berapa jatah hidup kita yang berkurang? Belum lagi jika, dimasukan unsur kafein?? maka bagi mereka yang sudah berusia di atas 40 tahun, bersiap-siaplah beli kain kafan dan
booking tempat 1x2 meter sedalam 2 meter untuk hunian terakhir kita masing-masing.
Saya tak berani menghitung! Tapi, tidak usah kuatir bung: kawan saya juga bilang, boleh jadi untuk setiap batang rokok yang kita hisap umur kita berkurang 5 menit, tetapi jangan lupa: pada saat yang sama kualitas hidup kita bertambah karena kesenangan yang ditimbulkan dari perjalanan keluar masuknya asap rokok ke dalam pembuluh darah dan jantung kita:.....puiiiih..hampir tak ada karya produktif seniman dan kreativitas luar biasa yang ...bisa lahir tanpa kepulan asap. Termasuk produktivitas para pekerja kantoran kita dewasa ini. Dan kesenangan itu bisa merangsang energi hidup, karena kesenangan merangsang endorfin untuk segera mengganti sel-sel tubuh yang rusak! singkatnya, sehingga untuk setiap batang rokok bisa membuat usia kita bertambah 15 menit ...he...he!
Coba juga iseng perhatikan bagaimana perilaku para kyai kita, baik di pondok-pondok maupun di gedung mewah bertingkat, ketika mengulas persoalan umat yang begitu njlimet...agak sulit dipecahkan tanpa lintingan tembakau! Untung majelis ulama (cuma berani) mengeluarkan fatwa untuk anak-anak dan ibu-ibu hamil. Terimakasih bapak-bapak di MUI karena rokok dan kopi belum dilarang, untuk orang-orang diluar kategori itu.
Padahal itulah pula jenis narkoba yang dilegalkan masyarakat kita. Dan paling disukai para kyai, karena kalau para tamu dan santrinya datang sowan untuk meminta nasihatnya, mesti menyelipkan beberapa pak
Ji-sam-soe! Dengan kopi dan rokok, pembicaraan menjadi lebih panjang! Lebih seru. Lebih banyak ide bisa keluar. Dan satu lagi, sejenak menurunkan tensi karena beban pikiran yang berat. Barangkali karena itu, banyak orang Aceh senang minum kopi?
Wallahualam bisawab.
Banyak celotehan berat dan ringan, yang beterbangan di sekitar kita. Entah dari pembicaraan di
cafe, di pub, di warung kopi, tempat-tempat rekreasi dan belanja bahkan juga di taman-taman. Dan ternyata (bagi orang-orang tertentu) suasana akan lebih hidup dan seru, jika di temani secangkir kopi! Dan cangkir-cangkir kopi terbanyak di atas meja, cuma saya temukan di warung-warung kopi di sepanjang jalan di kota Banda Aceh, ngobrol sambil bercengkerama. Apakah ngobrol ditemani kopi tidak penting?
Saya jadi teringat
Thomas J. Watson suatu ketika pernah berucap:
''Karya terbesar manusia, dihasilkan dari transmisi gagasan dan antusiasme,'' dengan kata lain, ngobrol itu penting lho! Tergantung Anda saja, yang memilih topiknya. Dan celotehan akan lebih seru lagi, dengan penghangat secangkir kopi. Seperti kebiasaan yang saya temukan di tempat kumpul-kumpul di mana saja di kota Banda Aceh. Sama halnya kebiasaan minum bir sambil bercengkerama bagi sebagian besar penduduk yang mendiami belahan bumi bagian utara.