Kamis, Maret 10, 2011

Jangan Biarkan Maruta Jaya Menjadi Besi Tua

Maruta Jaya-900
BJ. Habibie, salah seorang putera bangsa Indonesia terbaik, pernah mempunyai sebuah mimpi besar: kita (bangsa Indonesia) bisa menjadi bangsa yang maju, kuat dan disegani, dengan  menguasai teknologi kedirgantaraan dan kelautan, sehingga kita sanggup mengelola tanah air yang kaya ini untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Maka, berbagai proyek yang dinilai 'ambisius' pun digelar. Namun, itu tidak berlangsung lama. Iklim politik berubah dengan cepat hingga angin kencang menggoyang posisinya dari tampuk kekuasaan, sebagai orang nomor satu di negeri ini. Bersamaan dengan jatuhnya Presiden Habibie, secara perlahan tetapi pasti, musnah pula seluruh gagasan berikut proyek-proyek mercusuar yang telah dirintisnya.


DR. BJ. Habibie
Jika di Jawa Barat dibuat pesawat terbang TETUKO oleh Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) Bandung, pada saat yang sama di Jawa Timur dirancang pula Kapal Layar Motor (KLM) MARUTA JAYA-900 oleh PT.PAL (Surabaya).

Sebuah gagasan yang sebenarnya sangat realistis bagi sebuah negara Maritim, yakni bagaimana kita memiliki armada angkutan laut (cargo vessel)  sendiri yang sesuai dengan kondisi iklim dan geografis kepulauan Nusantara, dimana jarak antar pulau tidak terlalu jauh dan juga terlindung dari kemungkinan badai laut taifun.

Ketika Habibie memimpin Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) pada tahun 1990 itulah, munculnya gagasan pembuatan Maruta Jaya. Para ahli perkapalan bangsa Indonesia di PT. PAL Surabaya, ternyata berhasil membuat prototype kapal dengan aplikasi teknologi Jerman dipadukan dengan model kapal tradisional Phinisi Nusantara yang  disesuaikan dengan kondisi geografis kepulauan Nusantara. Maka lahirlah Maruta Jaya-900, jenis modern schooner sebagai kapal angkutan barang (cargo ship) yang diharapkan menjadi kapal kargo antar pulau (domestik) masa depan di seluruh wilayah kepulauan Nusantara.


Hemat BBM, Ramah Lingkungan


BPPT merancang Maruta Jaya sebagai kapal hemat BBM sekaligus ramah lingkungan. Karena itu, digunakan layar yang memanfaatkan tenaga angin sebagai penggerak utama kapal dan tenaga motor/mesin sebagai pendukungnya.

Maruta Jaya, Lego Jangkar
Setelah melalui beberapa kali uji coba, terbukti KLM Maruta Jaya dapat menghemat BBM hingga 70%. Mengapa? Karena mesin digunakan terutama untuk melakukan manuver Olah- Gerak kapal keluar dari pelabuhan, setelah itu tenaga mesin dikurangi kemudian layar naik, yang langsung menampung angin. Maka kapal pun melaju dengan memanfaatkan dorongan tenaga alam.

Jika kapal dengan bobot sejenis rata-rata mengonsumsi sekitar 3.000-4.000 liter BBM/hari, Maruta Jaya hanya memerlukan sekitar 700-900 liter/hari. Dengan daya angkut sekitar 820 ton, atau setara dengan daya angkut 80 unit truk dalam satu trip pelayaran.

Namun dalam perkembangannya kemudian, keberhasilan aspek teknis saja  ternyata belum cukup untuk bisa diterima pasar. Bahkan, sebelum sempat diuji secara komersial, terjadi perubahan politik. Pemerintahan berganti, kabinet berganti, maka proyek rintisan kapal itu pun kemudian dilupakan. Dan perlahan-lahan, keberadaan kapal pun  terlantar dan tidak terawat. Padahal, pembuatan KLM. Maruta telah menelan biaya cukup besar. Kondisi Maruta pun hampir menjadi besi tua, karena tidak ada yang secara khusus merawatnya.

Hingga, pada tahun 2003, seorang pelaut yang mencintai dunia layar tertarik untuk merawat Maruta Jaya. Dan menyampaikan niatnya ke BPPT untuk merawatnya sebagai kapal latih bagi para calon-calon pelaut muda (training) sekaligus sebagai uji coba komersial kapal angkutan cargo. Niatnya di sambut dengan tangan terbuka, apalagi ketika itu kondisi kapal terbengkalai.

Capt. Gita Ardjakusuma adalah pelaut yang pernah menembus samudera dengan kapal layar tradisional Phinisi Nusantara dari Jakarta - Vancouver, Canada, (11.000 mil) untuk turut berpartisipasi memeriahkan pavilyun Indonesia di Vancouver Expo 1986. Pulang ke Tanah Air,  ia menerima  penghargaan sebagai Pelaut Teladan dari mantan Presiden Soeharto. Sejak 2003 hingga kini, Gita dipercaya  BPPT untuk mengoperasionalkan KLM. Maruta Jaya.

Namun sejak 2003 hingga kini, setelah diperbaiki kinerja kapal tersebut hingga laik laut, pada kenyataannya ternyata demikian banyak aspek non pelayaran yang justru menghadangnya. Tidak mudah bagi Maruta untuk mendapatkan freight komersial. Bahkan pasca terjadinya bencana gempa bumi yang disusul dengan tsunami di Banda Aceh pada Desember 2004 silam, pengelola Maruta Jaya  pernah menyampaikan kepada  salah seorang pimpinan di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) -NIAS, Sumatera Utara, agar diberi kesempatan untuk bisa membantu BRR dalam operasi kemanusiaan dengan memberdayakan / memanfaatkan  secara optimal KLM. Maruta Jaya, namun tidak mendapat tanggapan serius.

windjammer beserta kru lokal
Meski demikian, tawaran justru datang dari NGO asing. USA WINDJAMMER pernah menggunakan jasa Maruta Jaya untuk membantu  Save The Children dan Care, dalam misi kemanusiaan mendistribusikan keperluan logistik, bahan makanan dan obat-obatan yang dikirimkan dari Jakarta ke Banda Aceh. Termasuk: Simeulue - Pulau Nias - PulauBanyak - TapakTuan dan pulau-pulau lain di sekitarnya yang relatif sulit dijangkau.

Misi kemanusiaan tersebut telah berhasil diselesaikan dengan baik. Bahkan sambil memberikan pelatihan kepada 10 orang anak-anak muda Simeulue yang dilatih di kapal itu sebagai calon-calon pelaut atas dukungan dari Bupati Simueleu.

Selain berfungsi sebagai kapal cargo,  Maruta Jaya juga bisa dipergunakan sebagai pusat komunikasi dan monitoring (communication and monitoring centre) dan flag carrier serta publikasi berjalan (ketika itu pihak penyewa boleh mengecat lambung kapal sesuai nama dan logo serta identitas organisasinya).

pengiriman bantuan 
bagi korban tsunami Aceh
Tentu saja, para NGO itu pun bisa dengan bangga menunjukkan eksistensi keberadaan organisasinya di pulau-pulau terpencil (Aceh dan sekitarnya), ke dunia internasional  atas bantuan liputan media massa.  Hanya, tidak banyak yang tahu, kalau kapal itu adalah kapal multi fungsi Maruta Jaya yang berbendera Indonesia.

Mereka tertarik dengan Maruta, antara lain karena kapal ini ramah lingkungan dan mirip Rainbow Warrior kapal milik organisasi pencinta lingkungan hidup Green Peace. Selain itu, Maruta memiliki fasilitas yang sesuai standar IMO (organisasi pelayaran internasional).

Kini Menjadi Besi Tua


Setelah berbagai pelayaran ditempuh, bahkan pernah pula dipergunakan (baca: disewa) sebagai kapal ekskavasi untuk mengangkat 'Harta Karun' dari dasar laut di perairan Cirebon dan Indramayu, selama hampir setahun, kini Maruta kembali menganggur (lihat: surat Kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono) karena tidak mendapat kesempatan untuk turut bersaing. Dan tidak memiliki masa depan yang jelas. Pihak BPPT pun tampak enggan dan cenderung lepas tangan terhadap Maruta Jaya. Meskipun Gita sudah menyampaikan niatnya untuk mengembalikan Maruta kepada BPPT.

Lama-kelamaan terasa tidak mudah mengoperasikan kapal tanpa masukan yang sepadan. Bahkan, setelah cukup lama lego jangkar di Tanjung Priok, Maruta Jaya mulai ditinggalkan satu persatu oleh para kru-nya. Hingga kini  Maruta teronggok lesu di sebuah buoy di pelabuhan Tanjung Priok. Ia tidak mendapat freight karena tata niaga angkutan cargo dikuasai mafia di sekitar bisnis pelabuhan.

Pengelola Maruta Jaya juga telah mengusahakan untuk mengikuti salah satu kegiatan tender untuk mendapatkan subsidi sebagai 'Kapal Perintis' yang melayari jalur non komersial tetapi ditolak karena tak sanggup menyediakan biaya siluman sebagaimana lazimnya untuk mendapatkan fasilitas Pemerintah.

Jelas, hanya tinggal menunggu waktu saja, kapal yang dibangun dengan idealisme dan menelan biaya cukup besar itu, pada akhirnya satu persatu ditinggalkan oleh para kru-nya. Dan bisa dipastikan akan segera dipreteli oleh tangan-tangan tidak bertanggungjawab, seperti preman-preman sekitar Priok yang segera berpesta pora. Sehingga yang akan tersisa hanyalah pucuk-pucuk tiangnya saja, karena setelah menjadi besi-tua pun kapal masih laku di pasar-pasar besi-bekas. Seperti 'pasar madura'.

Akankah kita biarkan Maruta Jaya kemudian menjadi besi tua? Padahal di sana tersimpan banyak kebanggaan, antara lain: dibuat oleh para insinyur bangsa Indonesia; sangat efisien di tengah kelangkaan dan mahalnya BBM saat ini; ramah lingkungan; dan paling sesuai dengan kondisi geografis kepulauan Nusantara sebagai kapal prototype masa depan yang ideal. Bahkan, seharusnya ia diproduksi lebih banyak lagi. Namun kelebihan-kelebihan itu, ternyata belum dianggap cukup bagi pihak yang berwenang dan bertanggungjawab untuk melestarikan, mereproduksi dan memberdayakannya.

Banyak hal baik yang ditinggalkan mantan Presiden RI BJ. Habibie yang tidak dapat kita teruskan. Sungguh patut disesalkan.

                                                                          Continue Reading>>


Tidak ada komentar: