Senin, Desember 26, 2016

Dulu Lorong Preman, Kini Ramah Anak

Lima tahun silam, banyak lorong kumuh di tengah kota Makassar, yang dikenal sebagai ‘Lorong Preman’ karena tidak sedikit warganya yang gemar mabuk, begal, dan memalak mereka yang datang. Kini lorong-lorong itu, sudah berubah menjadi Ramah Anak, nyaman, asri dan unik.

Kini anak-anak bisa bercengkerama
dengan tenteram
Lorong-lorong yang dulu meresahkan karena disana berseliweran busur, parang dan badik, hingga kerap terjadi ‘perang’ antar pemuda di lorong tetangganya, selama bertahun-tahun, telah meresahkan  warga di sana. Maccini Parang, misalnya, dulu dikenal sebagai kawasan yang rawan kejahatan. Begitu pula dengan kawasan Jalan Ablam (Abubakar Lambogo).

Salah satu bentuk kreasi warga.
Banyak cerita dari Lorong Ablam, yang hingga sekarang berasosiasi dengan begal dan kriminalitas. Namun berkat penetrasi Pemerintah Daerah disertai kesadaran warganya, kini lorong-lorong preman itu, sudah berubah menjadi asri, unik dan ramah anak. Warga pun merasa aman dan nyaman.
                                               
Selain lorong berhias, juga sejuk dengan aneka pot tanaman Obat. "Setiap pagi, saya petik daunnya untuk diminum," ujar Ny. Rugayah, 71 tahun, yang merasa tetap sehat dengan meminum obat herbal di sana.



Ditanami juga pohon-pohon herbal
Tersedia pula tempat pembuangan sampah yang menyatu dengan sistem pengomposan, sehingga terjadi proses daur ulang sampah menjadi pupuk. Itulah pemandangan di kelurahan Kassi, Kecamatan Rappolini.

Beberapa lorong, bahkan memiliki Posyandu dan 'Rumah
Model Pengolahan Sampah
Mandiri: memanfaatkan sampah
organik yang diolah menjadi pupuk
buat tanaman di sepanjang
 lorong. 
Tampung' bagi anak-anak

dan/atau Perempuan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).“Di salah satu rumah itu, korban ditampung sementara,” ujar Andi Tenri A Palallo, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan keluarga Berencana, Kota Makassar, yang menemani saya belum lama ini, mengunjungi lorong-lorong itu.  

Jika kasusnya berat, lanjut Tenri, pengurus Rumah Tampung  bisa membawa kasusnya ke
Salah satu 'Rumah Tampung'
pihak Kepolisian. 


“Tapi, jika masih bisa dilerai, cukup diselesaikan di sana,” ujarnya seraya mengingatkan, adalah tidak biasa bagi warga disini membuka ‘aib’ keluarga di depan pubik. Karena itu, jika terjadi kekerasan di dalam rumah tangga cenderung ditutupi.

Namun, soalnya kini, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), bukan lagi masalah domestik pribadi, tetapi sudah mengganggu kenyamanan hidup bersama banyak orang sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Demikan halnya, kekerasan pada anak, tidak lagi boleh ditolerir. Sebab kekerasan adalah pendidikan terburuk bagi tumbuh kembang dan masa depan anak-anak.

Kesadaran warga di lorong-lorong untuk mengubah lingkungan, telah mempengaruhi perilaku para penghuninya menjadi lebih baik. Ayo kita belajar ke Makassar...!  

Tidak ada komentar: