Senin, Februari 29, 2016

Pedang Damocles, Kekuasaaan Bisa Membunuhmu!

Suatu ketika hiduplah seorang raja bernama Dionysius yang memerintah di Syracuse, kota terkaya di Sisilia. Ia tinggal di istana megah yang dipenuhi oleh benda-benda yang indah dan mahal, dan dikelilingi oleh pelayan-pelayan yang siap melakukan apa pun perintahnya.

Karena kekayaan dan kekuasaannya, tak heran bila banyak orang di Syracuse yang iri pada
Raja Dionysius
kejayaannya. Salah satunya adalah Damocles, sahabat karib Dionysius, yang selalu berkata, "Wah, kau sungguh beruntung. Kau memiliki apa saja yang kau inginkan. Tentunya, kau adalah orang yang palng berbahagia di dunia ini."


Hingga suatu hari Dionysius merasa gerah dengan ucapan-ucapan Damocles dan berkata, "Kemarilah, sobatku, Damocles. Benarkah kau pikir aku ini manusia paling berbahagia dibanding orang lain?"

"Ya, tentu saja," jawab Damocles. "Lihatlah, betapa hebat kekayaan yang kau miliki dan kekuasaan yang ada dalam genggamanmu. Kau tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa lagi di dunia ini. Adakah hidup yang lebih baik dari kehidupanmu?"

"Barangkali, kau bersedia untuk bertukar tempat denganku?" kata Dionysius.


"Oh, saya malah tidak pernah memimpikan hal itu," kata Damocles. "Tapi, andai saja saya boleh mencicipi kekayaan dan kenikmatan-kenikmatan yang kau miliki itu selama satu hari saja, maka aku tak akan memimpikan kebahagiaan yang lebih besar lagi.

"Baiklah. Kita bertukar tempat hanya satu hari saja, dan kau boleh memiliki itu semua," jawab Dionysius.

Kemudian, keesokan harinya, Damocles diboyong ke istana. Semua pelayan dan dayang-dayang telah diperintahkan untuk memperlakukannya sebagaimana layaknya seorang raja. Mereka pun memakaikan busana kerajaan pada Damocles. Tak lupa, Damocles pun mengenakan mahkota raja di kepalanya. Lalu, ia duduk di ruang makan istana yang telah dipenuhi oleh makanan-makanan lezat, anggur yang mahal, bunga-bunga indah, parfum dengan wewangian semerbak, dan musik yang merdu. Tidak ada yang diinginkannya tidak tersedia. Semuanya ada. Damocles pun merebahkan tubuhnya di sofa yang lembut dan merasa bahwa ia benar-benar menjadi manusia yang paling berbahagia di dunia ini.

"Tahukah kau," bisiknya pada Dionysius yang duduk di ujung meja panjang.
"Aku belum pernah menikmati hidup semacam ini."

Lalu ia meraih segelas anggur. Ketika gelas itu menyentuh bibirnya, ia melihat sebuah bayangan di langit-langit yang terpantul dari gelas anggur. Benda apakah yang menggantung tepat, bahkan hampir menyentuh, kepalanya itu?

Mendadak Damocles melonjak. Senyumnya hilang dari bibirnya. Wajahnya pucat pasi. Tangannya gemetar. Ia merasa tak selera pada makanan, anggur dan musik indah lagi. Ia hanya ingin segera meninggalkan tempat ini, sejauh mungkin, tak peduli di mana pun itu.

Apa yang menyebabkan Damocles begitu berubah? Ternyata, di atasnya tergantung sebuah pedang yang diikat dengan seutas rambut kuda. Pedang itu berkilat-kilat saking tajamnya, dan tepat tertuju ke tengah-tengah dua bola matanya. Damocles ingin segera beranjak dan lari, tetapi ia mengurungkan niatnya, karena khawatir bila tindakan terburu-burunya itu malah memutuskan rambut kuda itu dan membuat pedang tajam itu menghujamkan pedang itu ke tubuhnya. Akhirnya ia terbujur kaku di sofanya.

"Hay, ada apa gerangan, sahabatku?" tanya Dionysius. "Sepertinya kau kehilangan seleramu."

"Pedang itu...! Pedang itu...!" bisik Damocles. "Tidakkah kau melihatnya?"

"Oh ya, aku melihatnya dengan jelas," kata Dionysius. "Aku melihatnya setiap hari. Pedang itu selalu tergantung di atas kepalaku. Dan, selalu ada kesempatan bagi siapa pun untuk memutuskan tali rambut kuda yang tipis itu. Mungkin saja orang itu adalah salah seorang dari penasehatku yang iri dan dengki pada kekuasaanku dan berusaha membunuhku. Atau ada seseorang yang menyebarkan fitnah tentang diriku sehingga orang-orang berbalik membenciku.
Atau, mungkin juga raja tetangga yang ingin merebut tahtaku. Atau, aku melakukan kebijakan yang keliru sehingga dapat meruntuhkan kewibawaanku. Bila kau ingin menjadi pemimpin, kau harus bersedia menerima resiko-resiko tersebut. Resiko-resiko itu datang bersama kekuasaan yang kau peroleh. Pahamkah kau wahai Damocles?"

"Ya, kini aku paham," kata Damocles. "Aku paham bahwa aku keliru, dan kau sebenarnya banyak memikirkan sesuatu selain kekayaan dan kekuasaanmu belaka. Baiklah, ambil kembali tahtamu ini. Dan biarkan aku tinggal di rumahku saja."

Kemudian, hingga akhir hayatnya, Damocles tidak lagi memimpikan untuk menjadi raja meskipun hanya sejenak.

Sumber :
"Sword of Damocles", diceritakan oleh James Baldwin
"The Book of Virtues", William J. Bennett.


Tidak ada komentar: