Jumat, Februari 26, 2016

Anak Presiden Kok Jualan Martabak? Adik Gubernur di Daerahku aja "Jualan" Proyek APBD


Gibran Rakabuming Raka, anak sulung Presiden RI Jokowi
berjualan martabak.( Foto: live.via.co.id)
Ini ada transkrip pembicaraan ibu-ibu di sebuah arisan: 
“Jeng, baca nih. Mosok anak presiden kita jualan martabak. Ih, gak banget deh...” 
“Ah, pencitraan kali...?” 

“Bener ini Jeng. Baca deh. Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi berjualan martabak kaki lima...” 
“Bodoh banget ya dia... Adik gubernur di daerahku aja ‘jualan’ proyek APBD.” 

“Iya, padahal apa susahnya dia minta fee dari proyek-proyek APBN? Atau minta saham ke Freeport kek, ke Petral kek. Terus, bisa tiap hari tuh kerjaan dia jalan-jalan ke luar negeri sama artis, nonton balap formula 1...” 
“Anak presiden yang aneh...


” Sebenarnya, gak ada yang aneh kok anak presiden berjualan martabak. Kecuali kalau si anak presiden itu berjualan martabaknya di tengah laut. Mau jualan sama lumba-lumba? Hehe... 

Yang aneh tuh justru budaya permisivisme masyarakat akan bisnis anak pejabat yang berkaitan langsung dengan jabatan bapaknya. Di tahun 2014 saja, ada anak menteri yang tersangkut kasus penggelembungan harga proyek videotron di kementerian yang dipimpin ayahnya. 

Masyarakat hanya meributkan kasus tersebut setelah terjadi tindak korupsi, bukan pada cara berbisnis si anak tersebut. Bisnis anak pejabat yang terkait erat dengan wilayah kekuasaan bapaknya seperti kasus di atas sangat sulit untuk dipisahkan dengan jabatan bapaknya. 

Si bapak sebagai pejabat, memiliki kekuasaan dan akses informasi yang potensial disalahgunakan untuk kepentingan bisnis keluarga atau kelompoknya. Siapa bisa menjamin bahwa pejabat A, yang secara formal tidak memiliki hubungan dengan bisnis keluarganya, tak akan menggunakan kekuasaannya demi keuntungan bisnis keluarganya itu? 

Kembali ke 'si anak presiden yang aneh' tadi dan “Adik gubernur di daerahku aja ‘jualan’ proyek APBD.” Sudah bukan rahasia umum kalau seorang kontraktor atau vendor barang, dalam rangka memenangkan tender proyek berkolusi dengan keluarga atau kroni pejabat. Kontraktor atau vendor ‘membeli’ proyek APBD atau APBN dari anak atau keluarga pejabat dengan ‘harga yang sudah ditentukan’ guna dimenangkan dalam tender. 

Gibran, si anak presiden yang aneh tadi, sebetulnya punya akses untuk melakukan itu di tengah budaya permisif masyarakat kita itu. Tapi dia tak melakukannya. Si anak presiden itu malah berjualan martabak, sebuah bisnis yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan bapaknya, orang nomor satu di republik ini. 

Saya melihat hal ini sebagai sebuah kesuksesan Presiden Jokowi dalam mendidik anaknya. Hal kecil yang kadang luput dari perhatian rakyat. Rakyat hanya mau melihat sepak terjang pemimpinnya dari hal-hal yang besar dan spektakuler saja, lupa kalau sesuatu yang besar itu dimulai dari sebuah pertanyaan kecil: “bagaimana bisa memberikan pendidikan kepada 250 juta rakyat, sedang mendidik anaknya aja gak becus?” 

Pertanyaan kecil yang seharusnya menjadi tamparan untuk pejabat yang gemar memperkaya diri, anak dan keluarganya dengan menghalalkan segala cara. Walau cara itu sesungguhnya adalah mengajari anak dan keluarganya untuk menjadi seorang pencuri. Semoga ‘si anak presiden yang aneh’ dan bapaknya ini mampu memberi harapan baru kepada seluruh rakyat tentang pentingnya Indonesia Bersih; bersih dari kolusi, korupsi dan nepotisme.
***

Sumber: Laura Irawati (kompasiana tgl 15 Januari 2016). 


                                             Sekilas Gibran Rakabuming

Gibran
Tidak banyak yang diketahui mengenai kehidupan pribadi Gibran. Informasi yang beredar hanya mengenai ketidaksetujuan orangtuanya atas keinginan Gibran memulai bisnis katering di Solo, walaupun sekarang orangtua mendukung sepenuhnya. Gibran memang menolak memanfaatkan nama ayahnya sebagai orang nomor satu di Solo untuk mendongkrak usahanya dan selalu menolak pesanan dari Pemkot.

Gibran Rakabuming Raka lahir pada tanggal 1 Oktober 1987 dari pasangan Joko Widodo atau Jokowi dan Iriana, dimasa ayahnya memulai usahanya sendiri mendirikan pabrik kayu di Solo. 

Masa kecil Gibran dihabiskan di Solo dan sejak SMP dia tinggal di Singapura, menempuh sekolah setingkat SMA di Orchid Park Secondary School, Singapura pada tahun 2002. Pada tahun 2007, dia berhasil lulus dari Management Development Institute of Singapore (MDIS) dan melanjutkan studinya ke University of Technology Insearch, Sydney.






Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana 
Jokowi berfoto bersama dengan 
sang anak Gibran Rakabuming Raka 
dan Selvi Ananda Putri setelah 
dinikahkan di Gedung Graha 
Saba Buana, Sumber, 
Banjarsari, Solo, Juni 2015 silam.

Pada saat masih kuliah di Singapura, Gibran sudah tertarik bisnis catering walaupun orangtuanya menyarankannya untuk melanjutkan usaha keluarga yang turun-temurun masuk di sektor mebel. 
Walaupun tidak mempunyai latar belakang pengalaman dan pendidikan di bidang tata boga, Gibran memandang catering sangat mempunyai potensi besar karena belum menjadi industri hanya masih usaha rumah tangga.
Pada tahun 2010, Setelah lulus kuliah, Gibran mendirikan usaha katering pada akhir 2010 dengan menggunakan gudang mebel milik ayahnya yang dijadikan kantor dan dapur katering. Nama usaha kateringnya adalah Chilli Pari yang bermakna keberanian dan kemakmuran. 
Usahanya berdiri setelah hanya satu dari tujuh proposal pinjaman ke bank setuju untuk memberikan pinjaman sebesar Rp.1 M. Awalnya Chilli Pari hanya mengurus order kecil-kecilan untuk puluhan orang, baru Januari (2011) bisa garap ribuan orang termasuk menyediakan katering untuk pernikahan di Graha Saba.
Walaupun awalnya sulit, dengan perlahan dan menggunakan teknik marketing yang baik, usaha katering Gibran sukses meraih kesuksesan dan kepercayaan. Business utama Chilli Pari adalah catering dan wedding organizer yang professional menyediakan aneka kebutuhan untuk pernikahan seperti gedung, rias pengantin, dekorasi dan lainnya. 

Menu yang disediakan adalah masakan Jawa, Jepang, Barat dan lainnya. Gibran sekarang tercatat sebagai ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJBI) Kota Solo.

Tidak ada komentar: