" Simpanan karbon di kawasan gambut jauh lebih besar
dari pada hutan primer sehingga gambut dapat
disebut sebagai pengendali iklim global”
dari pada hutan primer sehingga gambut dapat
disebut sebagai pengendali iklim global”
Lahan Gambut |
Benarkah telah terjadi perubahan iklim global? Kebanyakan diantara kita, memang tak mau pusing. Tapi, ada baiknya kita telisik sedikit, soal hutan kita. Khususnya kawasan hutan gambut.
Mengapa Gambut?
Indonesia memiliki lahan gambut yang sangat luas, sekitar
9-11% dari luas daratan di Indonesia.2Dan
merupakan negara keempat dengan lahan gambut terbesar di dunia setelah Kanada,
Rusia dan USA. Sebagian besar lahan gambut terdapat di Papua, Sumatera dan
Kalimantan yang terletak di 12 Provinsi.
Gambut merupakan material
organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi
tidak sempurna dan terakumulasi yang terbentuk ribuan tahun yang lalu. Bahan
organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang telah mati,
baik yang sudah lapuk maupun belum karena kondisi lingkungannya yang jenuh air.
Lahan gambut banyak dijumpai
di daerah dataran banjir, rawa belakang, laguna tepi pantai, danau dangkal atau
daerah cekungan yang drainasenya buruk. Dari sudut pandang ekologi, ekosistem
gambut berperan sebagai:
Kawasan simpanan karbon (carbon stock) yang sangat besar (setidaknya 25% karbon daratan terdapat di lahan gambut). Simpanan karbon di kawasan gambut jauh lebih besar dari pada hutan primer sehingga gambut dapat disebut sebagai pengendali iklim global.
Gambut merupakan, penyangga hidrologis pada wilayah yang bergunung dan berbukit seperti di Pulau Jawa, keseimbangan hidrologisnya tergantung pada terjaganya ekosistem hulu DAS. Pada wilayah dataran seperti Kalimantan keberadaan ekosistem gambut, khususnya kubah gambut, dapat dipandang sebagai kawasan penyangga fungsi hidrologis yang vital.
Kawasan simpanan karbon (carbon stock) yang sangat besar (setidaknya 25% karbon daratan terdapat di lahan gambut). Simpanan karbon di kawasan gambut jauh lebih besar dari pada hutan primer sehingga gambut dapat disebut sebagai pengendali iklim global.
Gambut merupakan, penyangga hidrologis pada wilayah yang bergunung dan berbukit seperti di Pulau Jawa, keseimbangan hidrologisnya tergantung pada terjaganya ekosistem hulu DAS. Pada wilayah dataran seperti Kalimantan keberadaan ekosistem gambut, khususnya kubah gambut, dapat dipandang sebagai kawasan penyangga fungsi hidrologis yang vital.
Gambut merupakan habitat biodiversity
karena terdapat sejumlah spesies endemik yang hanya dapat tumbuh di ekosistem
gambut. Begitu hebatnya fungsi gambut. Namun dewasa ini, lahan gambut kian banyak dirambah dan dialihfungsikan menjadi lahan pertanian. Meski, sebenarnya:
“Lahan gambut
merupakan lahan marginal untuk pertanian
karena kesuburannya yang rendah,
pH
sangat masam, dan keadaan drainasenya yang jelek.
Akan tetapi karena
keterbatasan lahan bertanah mineral,
ekstensifikasi pertanian ke lahan gambut
tidak dapat dihindari
utamanya untuk kegiatan pertanian dan
perkebunan”.
Tidak sedikit
kegiatan pembukaan lahan tersebut lebih dilatar belakangi oleh kepentingan
ekonomi jangka pendek dan mengalahkan pertimbangan lingkungan untuk kepentingan
jangka panjang.
Namun, rencana pelaksanaan pemulihan dengan cara tersebut tidak bisa dilaksanakan karena terkendala kemarau
berkepanjangan (el nino), diperburuk lagi dengan
terjadinya bencana kebakaran hutan terutama di lahan gambut.
Sekitar 500 Ha lahan gambut di Jambi, belum lama ini terbakar (foto; nasional.tempo.co) |
Hingga akhir 2015 diperkirakan sekitar 173 Ha lahan gambut yang terpulihkan, meski jumlah yang rusak mencapai ribuan hektar. beberapa lokasi yang terpulihkan diantaranya di:
- Kelurahan Pelintung, Kec. Medang Kampai, Dumai, Riau, dibuat 2 sekat kanal dengan estimasi luas gambut terpulihkan 49 Ha.
- Desa Kampung Jawa, Kel. Sungai Pakning, Kec. Bukit Batu, Bengkalis, Riau (3 sekat kanal = 14 Ha.
- Desa Tumbang Nusa, Kec. Mentangai, Kab. Pulau Pisau, Kalimantan Tengah (3 sekat kanal= 40 Ha).
- Desa Mentangai Hulu, Kec. Mentangai, Kab. Kapuas, Kalteng (2 Unit = 50 Ha).
- Desa Sungai Rasau, Kec. Sungai Pinyu, Kab. Mempawah, Kalbar (2 unit sekat tabat = 20 Ha).
- Jumlah 12 unit sekat tabat telah dibangun dengan estimasi 173 Ha lahan gambut terpulihkan.
Keberhasilan pemulihan lahan gambut seperti tersebut di atas
disamping faktor metode yang dipilih juga berdasarkan lokasi dari hasil
inventarisasi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan pemetaan skala 1 : 50.000.
Adapun sumber informasi yang digunakan untuk pemetaan
tersebut adalah Peta Indikatif Kesatuan Hidrologis Gambut Nasional dengan skala
1:250.000 yang telah sejalan dengan kebijakan satu peta (One Map Policy).
Disamping itu, dengan adanya pembangunan sekat kanal (tabat)
juga dapat memberikan dampak positif kepada masyarakat sekitarnya, antara lain
dapat dimanfaatkan sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari dan juga
dapat dijadikan sebagai sumber cadangan air untuk pemadaman api bila terjadi
kebakaran hutan.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 673 kesatuan hidrologis gambut. Namun banyak pihak yang belum memahami dengan baik karakter lahan gambut. Misalnya, orang yang menanam komoditas perkebunan di lahan gambut dan kemudian ketika akan membersihkan lahan dilakukan dengan pembakaran.
Kapolres Indragiri Hulu, AKBP Ari Wibowo, menunaikan shalat dzuhur di tengah upaya pemadaman lahan gambut yang terbakar (foto: tribrata.news) |
Akibatnya, lahan gambut yang semestinya menyerap dan menahan air tidak dapat berfungsi, sehingga menyebabkan kebanjiran di musim hujan dan kebakaran di musim kemarau.
Berbagai upaya penyelamatkan lahan gambut
di Indonesia yang rusak, telah dilakukan berbagai pihak, diantaranya oleh
pemerintah, LSM, swasta maupun masyarakat. Namun, upaya tersebut pada umumnya
dilaksanakan dalam skala kecil tersebar di berbagai lokasi dan belum
memperlihatkan hasil yang signifikan.
Diperlukan upaya terpadu dan
terkoordinasi, serta hasil kegiatannya terpantau, sehingga dapat dievaluasi dan
dilaporkan sebagai acuan dalam memperluas kegiatan tersebut ke
berbagai lokasi lahan gambut di seluruh Indonesia.
Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memang belum seberapa dibandingkan luas lahan gambut yang terdegradasi, malah terbakar karena sebagian orang ingin membuka lahan pertanian. Mari kita peduli dengan pemulihan lahan gambut, setidaknya jangan membuka lahan pertanian di kawasan gambut, supaya lingkungan yang kita diami ini tetap terjaga.
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Upaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, memang belum seberapa dibandingkan luas lahan gambut yang terdegradasi, malah terbakar karena sebagian orang ingin membuka lahan pertanian. Mari kita peduli dengan pemulihan lahan gambut, setidaknya jangan membuka lahan pertanian di kawasan gambut, supaya lingkungan yang kita diami ini tetap terjaga.
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar