Senin, Januari 26, 2015

Pekalongan On My Mind's: Kota Kreatif Dunia

Sering kita dengar sejumlah anggota dewan beramai-ramai melakukan studi banding ke berbagai kota di luar negeri. Entah ke kota-kota masyhur di belahan Eropa Barat  atau kota-kota di Amerika Utara, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan lainnya, dengan menghabiskan anggaran negara yang fantastis namun hasilnya minimalis! 

Kunjungan kerja adalah judulnya. Praktiknya, yang dominan adalah refreshing, cuci mata dan dolanan! 

Tidak ada salahnya bekerja sambil jalan-jalan. Yang salah adalah jika seusai  jalan-jalan dan kembali ke tanah air, mereka tidak membawa apapun di dalam benak (selain foto-foto dan sejumah barang belanjaan). 

Tidak ada yang tersisa dari pertemuan dan penglihatan yang kemudian  bisa inspirasi untuk dipelajari kemudian didiskusikan di ruang perdebatan para anggota dewan yang terhormat itu. Studi Banding hanyalah sekadar judul besar yang 'membiayai' seluruh paket kegiatan mereka selama di luar negeri. 



Basyir Ahmad
Saya berani bertaruh. Jika saja kunjungan kerja para anggota dewan itu dilakukan ke kota Pekalongan, niscaya hasilnya akan berbeda. Dibawah kepemimpinan Basyir Ahmad, seorang dokter lulusan UNDIP,  kota di pesisisr pantai utara Pulau Jawa yang semula biasa-biasa saja itu, kini tengah menggeliat menuju kota impian masa depan: kota budaya yang klasik itu kini disentuh dukungan teknologi kontemporer dengan program pengembangan   'smart city'. 

Tujuannya, orang tidak lagi perlu bersusah payah untuk memperoleh pelayanan publik yang memuaskan. Baik di bidang kesehatan, pendidikan, dan bidang apapun, sepanjang masih terkait dengan layanan publik !

Dalam beberapa kali perbincangan dengan Walikota Basyir  yang selengkapnya bernama dokter haji Muhammad Basyir Ahmad bin Syawie, baik di kantor nya maupun (Nah, ini yang lebih sering terjadi) di halaman belakang kediaman rumahnya di jalan Agus Salim Pekalongan, saya benar-benar terkesan.  Tidak saja pada komitmen dan kesungguhannya untuk membangun masyarakat dan Kota Pekalongan, tetapi juga pada kinerja dan hasilnya selama 10 tahun menjabat sebagai Walikota. Terlebih lagi, saya menemukan figur seorang pemimpin sederhana. 

Padahal sejumlah kendala sudah jelas menhadang. Basyir berasal dari kalangan kelompok minoritas keturunan Arab, yang dikenal eksklusif. Ia terjun ke politik, buikan dari parpol pemenang. Partai Golkar, boleh dikata selalu kalah di Pekalongan yang dulu...dimasa lalu dijuluki 'Kota Santri' ini, yang memang didominasi PPP atau parpol berbasis Islam lainnya.

Namun di dalam Pilkada, bukan itu kriteria. Tetapi lebih kepada figur atau sosok caon pemimpin yang memang dikenal masyarakat. Tak peduli berasal dari afiliasi parpol mana. Figur Basyir memang menarik. Ia memiliki modal sosial yang kuat yang terlahir tanpa rekayasa. tetapi semata karena pembawaan dirinya ditambah dengan penghormatan dan komitmennya kepada Tuhan.seperti yang dikatakannya sendiri: ''Jika saya berbuat ikhlas bagi masyarakat, Tuhan akan mengurus kebutuhan diri saya dan keluarga saya,'' tuturnya di suatu sore.

Dalam kesehariannya, Walikota Basyir biasa bangun subuh. Usai shalat subuh, dari puku 5.30 - 7.00 pagi, ia membuka praktek melayani pasien yang datang. 

Adakalanya, pasien yang minta pertolongan itu, berasal dari kalangan yang tidak mampu. Ia pun dengan tulus dan sungguh-sungguh memeriksa, mengobatinya.

Bahkan,  ia kemudian memanggilkan becak depan rumahnya untuk mengantarkan pasiennya pulang.  Dan tak lupa, ia membayarkan ongkosnya! 

Setelah beres, melayani warga yang membutuhkan pertolongan, Basyir bergegas pergi ke kantor Pemkot dan bekerja seperti biasa. Dan itu telah dilakukannya jauh sebelum ia terplih  sebagai Walikota.. Kebiasaan itu, tetap berlanjut hinga 2 kali menjabat walikota (2005-2015). Banyak hal yang dia benahi.kemudian membuahkan hasil yang manis, meski tidak semuanya. 

Kini sedikitnya, di bawah kepemimpinan Basyir, Kota Pekalongan telah meraih lebih dari 60 penghargaan di berbagai bidang terkait dengan pelayanan umum (public service). 

Penghargaan tidak hanya dari kalangan swasta dan berbagai organisasi kemasyarakatan tetapi juga dari berbagai Kementrian dan Presiden RI.Puncaknya adalah penghargaan dari badan dunia UNESCO-PBB yang menganugrahkan penghargaan tertinggi kepada Kota Pekalongan sebagai Kota Kreatif Dunia untuk kategori : Craft and Folk Arts. Penghargaan diberikan oleh Direktur Jenderal UNESCO, Irina Bokova kepada Walikota Basyir Ahmad. pada 1 Desember 2014 silam.

Prestasi ini tidak terlepas dari tradisi masyarakat kota Pekalongan dalam membuat batik, kemudian berubah menjadi sebuah gerakan masyarakat. Aktivitas  yang melibatkan demikin banyak orang itu kemudian berubah menjadi tulang tulang perekonomian. Dan pada saat yang sama,  sekaligus menjadi benteng konservasi bagi pelestarian budaya lokal yang memberikan kontribusi terhadap warisan kekayaan  budaya dunia. 

Sepenggal Kisah Batik Pekalongan
Mari kita simak sepenggal Kisah Batik di Pekalongan. Batik Pekalongan memiliki riwayat yang panjang. Berdasarkan beberapa catatan, batik di  Pekalongan telah dibuat sejak 300 tahun silam. Para pengrajin di berbagai pelosok perkampungan telah membatik (membuat batik), dalam pengertian menuangkan gagasan berupa kreasi artistik ke dalam bentuk gambar melalui berbagai media sebagai ungkapan ekspresi seni, meskipun masih   menggunakan peralatan yang sederhana.

Kreasi seni di dalam proses membatik itu, terus menerus mengalami perkembangan. Baik dari aspek pilihan media, jenis dan motif, teknis pembuatan, maupun pengolahan bahan baku (termasuk pewarnaan) yang dipergunakan. Evolusi produk batik berlangsung seiring dengan perubahan  tuntutan dan perkembangan zaman.

Demikian halnya di dalam pengembangan pengetahuan dan penguasaan teknis pembuatan batik. Keahlian dan keterampilan  yang semula hanya dikuasai segelintir orang, dengan cepat diserap banyak orang dan diadopsi serta ditiru, hingga menyebarluas menjadi domain publik.  Dan alih pengetahuan itu berlangsung secara tradisional. Diturunkan dari  generasi ke generasi.  

Tradisi ini tidak banyak terjadi di daerah atau kota-kota lain. Kalaupun ada kesamaan di dalam motif batik dengan Yogyakarta atau Surakarta,  para pengamat ahli Batik, dengan mudah segera menemukan perbedaannya.

Batik yang dibuat oleh tangan-tangan karya pengrajin Pekalongan, memiliki ciri khas tersendiri. Tidak saja dalam teknis pembuatannya, tetapi juga sentuhan kreasi dalam bentuk motif dan corak serta terutama dari hasil akhir produk dan kualitasnya, yang tidak sama jika dibandingkan dengan produk  batik dari kota-kota lain. 

Seni membatik yang telah mentradisi  di masyarakat Pekalongan hingga kini tetap lestari karena mendapat tempat tersendiri di kalangan konsumennya. Respons pasar yang positif, pada gilirannya, mengubah kegiatan memproduksi batik, bukan lagi sekadar pekerjaan sampingan tetapi telah menjadi tulang punggung penopang kehidupan ekonomi keluarga bagi sebagian besar pengrajin batik di Pekalongan. Kini aktivitas membatik telah menjadi gaya hidup keseharian para pengrajin.

Meski usaha membuat dan produksi batik di Pekalongan telah terjadi selama puluhan bahkan ratusan tahun, namun akselerasi pertumbuhan yang pesat justru terjadi hanya dalam beberapa dekade terakhir ini. 

Puncaknya, terjadi dalam 10 tahun terakhir ketika Batik Pekalongan menorehkan tonggak sejarah. Momentum emas untuk lepas landas kemudian menembus pasar dunia.

Bukan mustahil, dalam waktu yang relatif singkat, batik Pekalongan  tampil pada berbagai peragaan busana (fashion show) bergengsi di pusat-pusat mode mancanegara dan menjadi kiblat (trend setter)  busana yang dikenakan pada berbagai forum pertemuan resmi, setengah resmi dan tidak resmi (nonformal).   

Peluang Batik Pekalongan mendunia, terlihat dari kecenderungan produk-produk Batik Pekalongan dewasa ini, yang telah tersebar tidak saja di berbagai wilayah di Indonesia, tetapi bahkan ke mancanegara. Pada saat yang sama, usaha dan perdagangan batik telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat kota Pekalongan. 

Tidak saja bagi mereka yang terlibat secara langsung di dalam proses produksi batik, tetapi juga membuka mata rantai pendapatan bagi mereka yang terlibat secara tidak langsung. Seperti para pedagang eceran, agen, distributor, dan pemasok lainnya di berbagai gerai butik dan outlet lainnya. Disamping itu, batik telah terbukti menghidupkan kegiatan usaha terkait, seperti perusahaan jasa pengiriman barang dan logistik, perusahaan angkutan/transportasi darat, laut dan udara.   

Korelasi yang ideal antara konsistensi gagasan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, dengan komitmen dari seluruh jajaran SKPD Pemerintahan Kota dalam menata birokrasi dan menerbitkan berbagai kebijakan dan regulasi yang kondusif, kemudian disambut oleh partisipasi aktif warga kota dalam melestarian budaya yang mendukung ekonomi kerakyatan ini, terbukti telah membuahkan hasil yang membanggakan.  Tidak hanya bagi Pemerintah Kota Pekalongan tetapi juga bagi seluruh rakyat dan bangsa Indonesia.  

Pada tanggal 1 Desember 2014, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia, secara resmi dinyatakan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sebagai Kota Kreatif Dunia untuk kategori Craft and Folk Arts.

Penghargaan dari lembaga tinggi dunia itu, merupakan wujud apresiasi terhadap Pemerintah Kota Pekalongan yang dinilai telah memberikan komitmen serius dan berkelanjutan dalam upaya mengembangkan kreativitas dan kebudayaan di dalam  pembangunan kotanya.   

Maka kini dan di masa depan, akan semakin banyak pandangan mata dari berbagai penjuru dunia yang tertuju ke Kota Kecil di pesisir utara Jawa yang dulu dijuluki Kota Santri ini. Mereka akan mencari tahu dan mempelajari, kekuatan  apa yang sesungguhnya dimiliki Kota ini sehingga berhasil  menyandang predikat Kota Kreatif Dunia sebagai The  World’s  City of Batik.

Inilah saatnya bagi Mendagri Tjahjo Kumolo untuk perintahkan seluruh kota-kota di Indonesia agar melirik Kota Pekalongan sebagai 'learn esson' yang penting. Juga bagi para anggota dewan, baik di pusat maupun di daerah, rasanya tak peru lagi belajar ke luar negeri. Kecuali judul kegiatannya diubah: dari 'Kunjungan Kerja' atau Studi Banding menjadi jalan-jalan!   

Tidak ada komentar: