Kamis, Juli 03, 2014

Polemik 1 Muharram, Hari Santri Nasional


Penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional, hingga kini gaungnya terus berkepanjangan. Bahkan mengundang kontroversi. Tidak hanya di basis-basis kultural yang menjadi pusat pendidikan Islam (pondok-pondok pesantren tradisional dan modern, tetapi juga bahkan hingga ke ranah publik. 
 
Bermula ketika Calon Presiden  Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, menghadiri acara Haul KH. Hasyim Asyari dan Haul Ir. Soekarno di Yayasan Pesantren Babussalam, Jl. KH. Hasyim Asy’an Banjarejo Pagelaran Malang.

Ketika itu, Jokowi didaulat untuk menunjukkan komitmennya menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional, jika dirinya terpilih dalam Pilpres mendatang. Tanpa pikir panjang, mantan Wali Kota Solo yang kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta itupun, menyepakatinya.


Jokowi kontan menyanggupi. Ia menorehkan ‘kontrak politik’ nya dengan para santri Babussalam .  “Untuk Hari Santri Nasional 1 Muharam saya sanggupi. Itu wajib itu, wajib diperjuangkan,” katanya.

Namun, tindakan Jokowi itu kontan saja menuai kritik dan hujatan dari lawan politiknya. Bahkan seorang petinggi partai PKS,   yang kini berada di belakang kubu Prabowo-Hatta, langsung bereaksi. Ia menilai apa yang dilakukan Jokowi itu sebagai tindakan aneh dan sinting!

Tentu saja,  hujatan itu, hanya mungkin datang dari mereka yang sudah tertutup mata dan telinganya dari makna yang dikandung di dalam peristiwa 1 Muharam. Sebaliknya, hanya menilai apa yang dilakukan lawan politik sebagai sesuatu yang harus dikritik dan dihujat habis, tak lagi peduli lagi soal benar salah dan apa makna yang terkandung di dalamnya.

Jika kita membuka lembaran sejarah Islam, maka akan terkuak betapa dahsyatnya peristiwa 1 Muharam yang menandai awal pergerakan dan kebangkitan perjuangan seorang Muhammad, pemimpin sederhana yang membawa hijrah sejumlah pengikutnya yang masih lemah dari dunia yang kelam dan biadab menuju dunia yang beradab dan bermartabat.

 Awal Muharram atau disebut juga Maal Hijrah merupakan suatu hari yang penting bagi umat Islam,  karena menadai peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW dari Kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.

Kini di Malaysia misalnya, 1 Muharam disebut sebagai hari keagamaan di mana umat Islam mengadakan solat sunat di masjid-masjid di seluruh negeri. Hari Maal Hijrah atau Awal Muharram merupakan hari cuti umum di sana.

Mengapa para santri mendesak 1 Muharram  sebagai hari Santri?  Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender Islam (Hijrah). Sebelum Hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah, perhitungan waktu ketika itu mengacu kepada kalender tahun masehi.

Mengingat Hijrah Rasulullah ketika itu telah memberikan kesan luar biasa kepada para pengikutnya sebagai fondasi bagi syiar Islam ke seluruh jazirah Arab, juga waktu itu Nabi mengeluarkan larangan melakukan peperangan atau pertumpahan darah.
Sejarah mencatat tanggal  1 Muharram Khalifah Umar Al-Khattab, pengganti Nabi Muhammad,  mulai menetapkan peristiwa itu sebagai kalender Hijriah.

Hingga kini, 1 Muharram dinilai sebagai momentum sakral yang menandai hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah, yang sekaligus dimaknai sebagai  tonggak bangsa meninggalkan era keterbelakangan menuju pencerahan. Inilah sesungguhnya revolusi mental yang sering diucapkan itu, yakni meninggalkan  zaman kelam perbudakan menuju kemerdekaan yang berkeadilan.

Hijrah yang artinya pindah, juga menandai keluarnya sebuah  bangsa dari  pemerintahan yang korup menuju terciptanya pemerintahan yang bersih.

Apakah dengan penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional akan mengurangi produktivitas bangsa? Tentu tidak serta merta demikian. Bahkan bisa terjadi sebaliknya, kebanyakan orang menjadi terpacu dan semakin giat bekerja  dan berkarya karena merasa dihargai.  

Karena itu, hujatan dan penolakan 1 Muharam sebagai hari santri, juga  menunjukkan kurang pahamnya sejarah berdirinya bangsa Indonesia yang melibatkan kaum santri dari masa kolonial hingga  mengisi kemerdekaan sampai sekarang.

Para santri yang ketika itu dipimpin oleh KH Hasyim Asyari mencetuskan resolusi jihad di awal Muharam, sebagai awal embrio dari perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.
Kini, rasanya tidak berlebihan, jika ada seorang Capres (siapapun dia) yang menghargai peran para santri dengan menetapkan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.

Lebih baik menebar kebaikan-kebaikan yang sifatnya inspiratif seperti Hari Santri, Hari Inovasi Nasional, Hari Buruh, Hari Kreatif  dan sebagainya, ketimbang menebar janji kekuasaan dan kursi menteri serta jabatan birokrasi lainnya kepada semua pendukungnya.
(as written on Tajuk Harian Nasional "Karawang Bekasi" June 28, 2014)

Tidak ada komentar: