Penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional, hingga kini gaungnya terus berkepanjangan. Bahkan mengundang kontroversi. Tidak hanya di basis-basis kultural yang menjadi pusat pendidikan Islam (pondok-pondok pesantren tradisional dan modern, tetapi juga bahkan hingga ke ranah publik.
Bermula ketika Calon Presiden Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, menghadiri acara Haul KH. Hasyim
Asyari dan Haul Ir. Soekarno di Yayasan Pesantren Babussalam, Jl. KH. Hasyim
Asy’an Banjarejo Pagelaran Malang.
Ketika itu, Jokowi
didaulat untuk menunjukkan komitmennya menjadikan 1 Muharam sebagai Hari Santri
Nasional, jika dirinya terpilih dalam Pilpres mendatang. Tanpa pikir panjang,
mantan Wali Kota Solo yang kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta itupun, menyepakatinya.
Jokowi
kontan menyanggupi. Ia menorehkan ‘kontrak politik’ nya dengan para santri
Babussalam . “Untuk Hari Santri Nasional
1 Muharam saya sanggupi. Itu wajib itu, wajib diperjuangkan,” katanya.
Namun, tindakan Jokowi itu kontan saja menuai kritik
dan hujatan dari lawan politiknya. Bahkan seorang petinggi partai PKS, yang kini berada di belakang kubu Prabowo-Hatta,
langsung bereaksi. Ia menilai apa yang dilakukan Jokowi itu sebagai tindakan aneh
dan sinting!
Tentu
saja, hujatan itu, hanya mungkin datang
dari mereka yang sudah tertutup mata dan telinganya dari makna yang dikandung
di dalam peristiwa 1 Muharam. Sebaliknya, hanya menilai apa yang dilakukan
lawan politik sebagai sesuatu yang harus dikritik dan dihujat habis, tak lagi
peduli lagi soal benar salah dan apa makna yang terkandung di dalamnya.
Jika
kita membuka lembaran sejarah Islam, maka akan terkuak betapa dahsyatnya
peristiwa 1 Muharam yang menandai awal pergerakan dan kebangkitan perjuangan
seorang Muhammad, pemimpin sederhana yang membawa hijrah sejumlah pengikutnya
yang masih lemah dari dunia yang kelam dan biadab menuju dunia yang beradab dan
bermartabat.
Awal Muharram atau disebut juga Maal Hijrah merupakan suatu hari yang penting bagi umat Islam, karena menadai peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW dari Kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi.
Kini di Malaysia misalnya, 1 Muharam disebut sebagai hari keagamaan di mana umat Islam mengadakan solat sunat di masjid-masjid di seluruh negeri. Hari Maal Hijrah atau Awal Muharram merupakan hari cuti umum di sana.
Mengapa para
santri mendesak 1 Muharram sebagai hari
Santri? Muharram merupakan bulan pertama
dalam kalender Islam (Hijrah). Sebelum Hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah,
perhitungan waktu ketika itu mengacu kepada kalender tahun masehi.
Mengingat Hijrah
Rasulullah ketika itu telah memberikan kesan luar biasa kepada para pengikutnya
sebagai fondasi bagi syiar Islam ke seluruh jazirah Arab, juga waktu itu Nabi mengeluarkan larangan melakukan peperangan atau pertumpahan darah.
Sejarah
mencatat tanggal 1 Muharram Khalifah
Umar Al-Khattab, pengganti Nabi Muhammad, mulai menetapkan peristiwa itu sebagai kalender
Hijriah.
Hingga kini, 1 Muharram dinilai sebagai momentum sakral yang menandai hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah, yang sekaligus dimaknai sebagai tonggak bangsa meninggalkan era keterbelakangan menuju pencerahan. Inilah sesungguhnya revolusi mental yang sering diucapkan itu, yakni meninggalkan zaman kelam perbudakan menuju kemerdekaan yang berkeadilan.
Hijrah yang artinya pindah, juga menandai keluarnya sebuah bangsa dari pemerintahan yang korup menuju terciptanya pemerintahan yang bersih.
Apakah dengan penetapan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional akan mengurangi produktivitas bangsa? Tentu tidak serta merta demikian. Bahkan bisa terjadi sebaliknya, kebanyakan orang menjadi terpacu dan semakin giat bekerja dan berkarya karena merasa dihargai.
Karena itu, hujatan dan penolakan 1 Muharam sebagai hari santri, juga menunjukkan kurang pahamnya sejarah berdirinya bangsa Indonesia yang melibatkan kaum santri dari masa kolonial hingga mengisi kemerdekaan sampai sekarang.
Para santri yang ketika itu dipimpin oleh KH Hasyim Asyari mencetuskan resolusi jihad di awal Muharam, sebagai awal embrio dari perjuangan dan kemerdekaan Indonesia.
Kini, rasanya tidak berlebihan, jika ada seorang Capres (siapapun dia) yang menghargai peran para santri dengan menetapkan 1 Muharam sebagai Hari Santri Nasional.
Lebih baik menebar kebaikan-kebaikan yang sifatnya inspiratif seperti Hari Santri, Hari Inovasi Nasional, Hari Buruh, Hari Kreatif dan sebagainya, ketimbang menebar janji kekuasaan dan kursi menteri serta jabatan birokrasi lainnya kepada semua pendukungnya.
(as written on Tajuk Harian Nasional "Karawang Bekasi" June 28, 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar