menggali kekuatan, bukan mencari kesalahan |
Pada setiap tahun anggaran, bisa kita saksikan bagaimana undangan pekerjaan
(proyek) terpampang memenuhi halaman koran-koran. Tender digelar dengan judul
yang sama dengan kegiatan tahun-tahun sebelumnya (boleh jadi dengan penekanan
dan fokus yang berbeda).
Maka, terjadi kesibukan sesaat. Berbagai ‘manuver’ hubungan relasional berlangsung sangat intensif diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dan agenda paling hot adalah perbincangan soal share dan fee, yang dibahas terang-terangan, nyaris tanpa rasa malu (bermain-main dengan uang rakyat yang dipungut dari pajak).
Maka, terjadi kesibukan sesaat. Berbagai ‘manuver’ hubungan relasional berlangsung sangat intensif diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dan agenda paling hot adalah perbincangan soal share dan fee, yang dibahas terang-terangan, nyaris tanpa rasa malu (bermain-main dengan uang rakyat yang dipungut dari pajak).
Begitu seterusnya, dari tahun ke tahun kesibukan yang sama berulang. Di luar arena, masyarakat --kepada siapa proyek-proyek itu
diperuntukan— hanya menjadi penonton. Kehidupan mereka tak banyak berubah.
Tetap marjinal dan berkutat di lingkaran kemiskinan. Inilah perkara yang
dianggap lumrah di lingkungan Pemerintah Daerah karena intervensi pembangunan
selama ini, tidak memiliki elan vital yang berakar dari envision seluruh
pemangku kepentingan (stakeholders). Tidak hanya pada proyek-proyek
non fisik, seperti program-program ketahanan pangan, pemberdayaan usaha kecil,
tetapi juga terjadi pada proyek vital, seperti penyediaan air bersih dan sanitasi.
Tak heran jika kemudian muncul banyak kritik dan skeptisisme terhadap
hasil-hasil pembangunan yang selama ini telah dicapai. Hasil survey UNDP menunjukkan: Human
Development Index Indonesia berada pada urutan ke-121 dari 186 negara (hampir
sama dengan Vanuatu, Nicaragua, Honduras) sementara Corruption Index berada
pada tingkat 114 (mendekati Vietnam). Sedemikian terpuruknya kualitas hidup
kita dibandingkan dengan negara-negara lain....
Sudah terlalu banyak perbincangan, yang mengupas sebab-sebab keterpurukan.
Tetapi terlalu sedikit yang sampai pada tahap implementasi. Kini saatnya kita
mengubah cara-cara lama dengan sesuatu yang lebih kuat dampaknya dalam
membangun komunitas.
Pendekatan Berbasis Aset
ACCES (The Australian Community
Development and Civil Society Strengthening Scheme) , sebuah lembaga yang
diprakarsai atas kerjasama pemerintah Australia dan Indonesia
melalui Australian Agency for
International Development (AusAID), belum lama ini, menawarkan
gagasan yang menarik dalam upaya pengembangan komunitas di tingkat
kabupaten.
ACCESS yang sudah berkiprah sejak 2002 di sejumlah kabupaten termiskin di
Indonesia itu (khususnya Indonesia Timur), memperkenalkan model Asset Based Community Development (ABCD)
melalui pendekatan Appreciative Inquiry.
Meskipun skala kegiatannya masih terbatas, tetapi pengenalan metode
appreciative Inquiry telah menanamkan kesadaran baru terhadap segala
kemungkinan, yang belum terbayangkan. Ia menumbuhkan tunas-tunas gagasan
perubahan di tingkat kabupaten.
lingkaran spiral proses AI |
Pendekatan ini melihat pentingnya modal sosial sebagai sebuah aset. Itulah
mengapa ABCD memberikan perhatian kepada kekuatan asosiasi dan jaringan
informal di masyarakat. Dan hubungan yang terbina diantara asosiasi-asosiasi
dengan institusi-institusi atau kelembagaan eksternal lainnya. ABCD menggunakan
pilihan-pilihan terbaik yang berbasis sumberdaya masyarakat itu sendiri.
Pendekatan partisipatif terhadap pembangunan didasarkan pada pemberdayaan dan
kepemilikan (ownership) dalam proses pembangunan.
Di dalam proses ABCD juga terjadi penguatan
masyarakat madani (civil society), yang melibatkan penduduk sebagai
warganegara yang mempunyai hak dan tanggungjawab. Tidak hanya semata sebagai objek
dalam pembangunan. ABCD juga membantu kinerja Pemerintah Daerah menjadi lebih
efektif dan responsif terhadap perubahan.
Appreciative Inquiry (AI)
generic AI process |
Pendekatan yang
digunakan dalam ABCD adalah Appreciative inquiry. Suatu metoda
tentang tangga perubahan bertahap menyerupai gerak melingkar spiral, mulai
dari: tahap pencarian, membangun impian, merancang dan implementasi atau
dikenal dengan rumus 4 D (discover, dream, design and deliver).
Istilah appreciative menurut World English Dictionary (1999) adalah: suatu perasaan atau ekspresi penghormatan; suatu opini menyenangkan mengenai sesuatu; menyukai dan mengakui kualitas sesuatu; pemahaman sepenuhnya terhadap arti penting sesuatu; dan suatu peningkatan nilai, khususnya yang sudah terjadi. Sedangkan Inquiry diartikan sebagai: penjelajahan dan pencarian; mengajukan pertanyaan-pertanyaan; terbuka pada kemungkinan potensi-potensi baru. Persamaan katanya adalah discovery, search dan systematic exploration, study.
Istilah appreciative menurut World English Dictionary (1999) adalah: suatu perasaan atau ekspresi penghormatan; suatu opini menyenangkan mengenai sesuatu; menyukai dan mengakui kualitas sesuatu; pemahaman sepenuhnya terhadap arti penting sesuatu; dan suatu peningkatan nilai, khususnya yang sudah terjadi. Sedangkan Inquiry diartikan sebagai: penjelajahan dan pencarian; mengajukan pertanyaan-pertanyaan; terbuka pada kemungkinan potensi-potensi baru. Persamaan katanya adalah discovery, search dan systematic exploration, study.
Apprecitaive Inquiry (AI) adalah tentang: mencari, mengakui dan memberi makna pada apa
yang terbaik di masa lalu serta apa saja yang sekarang sudah/sedang ‘berjalan’
dengan baik (discover).
‘’Keberhasilan masa lalu digunakan sebagai
titik beranjak dalam menggambarkan suatu
kondisi ideal yang dikehendaki terjadi
di masa depan (dream)’’.
Tentu saja, masa depan yang diinginkan harus dirancang secara visioner melalui rencana tindak dan tahapan kerja bersama dengan cara-cara yang lebih bernas, segar dan jitu (design). Selanjutnya diimplementasikan ke dalam tindakan nyata (deliver) yang merujuk pada kompetensi dan pengalaman yang pernah dilakukan.
Pandangan logis menunjukkan, jika sesuatu beranjak dari eksisting
pengalaman yang dimiliki, akan membangkitkan rasa percaya diri komunitas
tersebut. Maka, kabupaten impian pun menjadi sesuatu yang sangat mungkin
terjadi (destiny).
Apresiasi Bukan Kritik
apresiasi, bukan kritik |
Appreciative Inquiry bekerja dengan
asumsi bahwa lingkungan ini tercipta untuk mendukung sistem kehidupan. Dan
selalu tersedia kapasitas yang sedang berjalan dengan baik. Untuk itu, proses AI
menggunakan 4 penyelidikan dan penajaman
dari pentahapan yang saling mengait.
Gambaran sederhananya: Pertama,
tahap DISCOVER: melihat dan mengidentifikasi suatu
Gagasan penting yang ditawarkan AI adalah lebih baik mengembangkan apa yang
sudah berjalan dengan baik di dalam suatu masyarakat, komunitas /organisasi,
ketimbang mencoba memperbaiki masalah. Ini berlawanan dengan cara lama yang
cenderung mencari penyelesaian masalah (problem solving).
AI memusatkan pada keberhasilan apa yang pernah terjadi. Dan apa yang sekarang berjalan dengan baik,
kemudian memperkuatnya. Hasilnya, ternyata memberikan dampak yang melebihi dari
penyelesaian masalah itu sendiri.
Joe Hall dan Sue Hammond (dari Universitas Columbia dan konsultan
pada Kodiak Consulting), menegaskan perbedaan cara pandang proses tradisional
dengan Appreciative Inquiry:
Traditional Process
|
Appreciative Inquiry
|
Mendefinisikan masalah
|
Mencari solusi yang
telah ada
|
Memperbaiki apa yang
salah
|
Memperkuat apa yang
bekerja
|
Fokus pada apa yang
kurang
|
Fokus pada tenaga yang
menjadikan hidup
|
Apa masalah anda?
|
Apa yang terbaik di
sini?
|
Meskipun pada mulanya metode AI yang dikembangkan Dr. David L. Cooperrider
dari Case Western Reserve University dimaksudkan untuk pengembangan organisasi,
tetapi kini metode AI telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi. Dan
telah banyak dipraktikan di negara maju, dengan perkembangan yang semakin
jelas, bahwa metode praktis AI menawarkan suatu cara pandang yang berbeda dalam
melihat dunia (lingkungan sekitar). Ia membuka sisi lain dalam cara berpikir,
bertindak dan menjadikan apa yang dikehendaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar