Selasa, April 01, 2014

Pendonor Jenazah Dari Bekasi: "Silahkan Bongkar dan Dipotong-potong Mayat Saya''

Jika selama ini orang  hanya mengenal adanya donor darah, donor ginjal, donor mata atau donor anggota tubuh lainnya, maka tidak begitu bagi Yefigarata S. Graputin, 62 tahun. Ia tak tanggung-tanggung, siap mendonorkan jenazah dirinya jika kelak ia meninggal dunia. Tetapi, Majelis Ulama Indonesia (MUI)  tidak  merespons. 

‘’Ya, seluruh tubuh jenazah saya donorkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan,’’ katanya ketika dijumpai di kediamannya di sebuah gubuk sederhana di kelurahan bahagia, Kecamatan Babelan, Bekasi.

Bang Yefi, demikian ia biasa di sapa, berharap di akhir hidupnya masih berguna bagi orang lain, dengan memberikan sesuatu yang berarti bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Tanpa imbalan apa pun.

Yefigarata, menunggu 
operasi prostat 
di UGD RSUD Bekasi
‘’Saya tidak berharap sepeserpun, silahkan kalau mau di apa-apain jenazah saya. Mau di potong-potong, disayat, di kuliti di bongkar-bongkar  dalamnya dan lain-lain tetapi biarkan  media meliput dan menyaksikannya, ujar seniman kelahiran Banjarmasin, yang mantan wartawan Mingguan Mutiara dan Harian Sinar Pagi ini.  Ia ingin mendonorkan jenazah dirinya kepada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)  

Yefigarata, kini terbaring menderita. Sudah beberapa  hari tidak bisa beranjak dari tempat tidurnya di lantai beralas kasur tipis. Ia menderita prostat. Terjadi penyumbatan dan pemanpatan saluran kencing sehingga harus dipasang kateter berupa pipa selang kecil dari alat vitalnya yang langsung terhubung  ke kandung kemih, kemudian di tampung di  plastik seukuran labu cairan infus. Dan itu, sudah berlangsung lama. Kondisinya makin melemah.  

Maka sejak Kamis (20/03) setelah 2 hari tidak juga bisa buang air,  ia dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Bekasi. Rupanya telah terjadi pembengkakan, perut kembung dan mengeras,  keringat bercucuran dan badannya menggigil, meriang akibat gas-gas amoniak di dalam perut tidak bisa keluar dari tubuhnya. Tidak bisa makan dan minum sudah dua hari. Asupan yang dipaksa masuk, langsung dimuntahkan, sehingga terpaksa harus dipasang  infus. Maka, dokter di RSUD Bekasi  melobangi perutnya untuk memberi jalan bagi saluran kecing....   

Sebenarnya, ia pernah di rawat di RS Islam Rawamangun,  sekitar dua bulan lalu, ketika suatu hari  ia mengalami kesulitan kencing. Setelah diupayakan berbagai cara,  dokter dan para medis  yang merawat, memasangkan selang  tersebut untuk sementara, tetapi selanutnya harus menjalani operasi .

Sejak dipasang selang itulah, ia memilih pulang karena  ketiadaan biaya. Ia mengupayakan untuk mengurus BPJS atau Kartu Jakarta Sehat, tetapi KTP Jakarta-nya sudah tidak berlaku. Ia malas dengan urusan yang bertele-tele, padahal seharusnya pengobatan itu dilanjutkan dengan kontrol tetapi  itu tidak dilakukan. 

Yefigarata kini tergolek lemah di IGD RSUD. Tak jelas nasibnya. Padahal seharusnya ia menjalani operasi, namun kesulitan biaya. Konon biaya operasi prostat sebesar Rp 25 juta. Pernah datang tim sukses dari seorang  Caleg, yang siap membantu dan mengurus biaya pengobatan sampai sembuh, tetapi  hingga kini tidak kabarnya lagi.

Yefigarata, semasa aktif sebagai wartawan adalah peraih penghargaan Adinegoro bidang Foto Jurnalistik Terbaik (1982), karya tulisnya, seperti cerpen di muat di majalah sastra HORISON,  bahkan kumpulan 9 cerpen berjudul TAKTIK pernah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Universitas Indonesia  Press, 1986.
‘’Gue lagi lemes banget nih. Muntah-muntah,’’ katanya ketika menjawab melalui pesan singkat. Soal donoh jenazah, dia mengaku belum menghubungi  FK-UI karena masih menunggu jawaban dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), yang tak kunjung merespon.     

Sejak bercerai dengan istrinya, bang Yefi memilih menyingkir dari kawasan tempat tinggal semula di bilangan Jalan Jengki Halim Perdana Kusuma, Jaktim, ke daerah pinggiran di Bekasi. Ia memiliki 4 anak Ferry, Riri, Lita (alm) dan Tika, kini dua anaknya sudah berkeluarga dan hidup terpisah jarang bertemu satu sama lain, termasuk dengan mantan istrinya.  Ketika krisis moneter 1998 melanda, tabloid Mingguan Mutiara ditutup, ia sempat banting stir bergabung dengan Harian Sinar Pagi, tetapi tidak bertahan lama karena merasa tak betah.

Ia pun meninggalkan dunia pers dan memilih menjadi pekerja serabutan. Bahkan pernah menjadi tukang cat dan mencari nafkah sebagai kuli bangunan. Dan itu, artinya hanya dapat uang jika bekerja, kalau  ada yang membutuhkan jasanya. Di sela-sela waktu luang, ia hanya menulis. Dan saat ini sedang mempersiapkan buku bertema ketuhanan, yang ia beri judul:  ‘’Perjalanan Mencari dan Menemukan Tuhan,’’ yang belum sempat ia terbitkan.  
      
Dalam keadaan susah payah, Yefi  menulis wasiat karena merasa ajalnya sudah semakin dekat. Berikut petikan wasiat yang ia tulis tangan sendiri, sebelum menderita sakit, sekitar dua bulan yang lalu.


PERNYATAAN KERELAAN MENDONORKAN JENAZAH
Saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama                           :           Yefigarata S Graputin
Tempat/Tgl lahir            :           Bajarmasin, 15 Agustus 1952
Agama                          :           Islam
Status perkawinan         :            Kawin (cerai)
Pekerjaan                     :           Serabutan (mantan wartawan Tabloid Mutiara dan harian Sinar Pagi – Jakarta).
Alamat                          :    (maaf, demi melindungi privasi dan keamanan ybs, alamatnya dihapus)

Dengan kerelaan dan keikhlasan karena ALLAH serta azas manfaat, bersama ini saya menyatakan rela/kesediaan mendonorkan jenazah saya bila saya meninggal dunia; kepada pihak Fakultas Kedokteran /Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Insya Allah kelak jenazah (seluruh bagian tubuh) saya dapat didayagunakan /dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan pelajaran, khususnya di bidang ilmu kedokteran.
Insya ALLAH ada manfaatnya.

Dan semoga TUHAN sebagai sumber ilmu pengetahuan, Sang Pengatur Segala Urusan yang Maha Bijaksana meridhai serta mengampuni segala kesalahan / dosa saya. Amin. Demikian saya sampaikan dengan penuh kerelaan dan keikhlasan. (Tanda tangan), 22 Januari 2014. Yefigarata S Graputin “sang angin” yang ada tapi tak ada, tak ada tetapi ada.

Nah, bagaimana tanggapan Anda?


Tidak ada komentar: