Jika
selama ini orang hanya mengenal adanya donor
darah, donor ginjal, donor mata atau donor anggota tubuh lainnya,
maka tidak begitu bagi Yefigarata S. Graputin, 62 tahun. Ia tak tanggung-tanggung,
siap mendonorkan jenazah dirinya jika kelak ia meninggal dunia. Tetapi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak merespons.
‘’Ya,
seluruh tubuh jenazah saya donorkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan
kemanusiaan,’’ katanya ketika dijumpai di kediamannya di sebuah gubuk sederhana
di kelurahan bahagia, Kecamatan Babelan, Bekasi.
Bang Yefi, demikian ia biasa di sapa, berharap
di akhir hidupnya masih berguna bagi orang lain, dengan memberikan sesuatu yang
berarti bagi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
kemanusiaan. Tanpa
imbalan apa pun.
Yefigarata, menunggu operasi prostat di UGD RSUD Bekasi |
Maka sejak
Kamis (20/03) setelah 2 hari tidak juga bisa buang air, ia dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat RSUD
Bekasi. Rupanya telah terjadi pembengkakan, perut kembung dan mengeras, keringat bercucuran dan badannya menggigil,
meriang akibat gas-gas amoniak di dalam perut tidak bisa keluar dari tubuhnya. Tidak bisa makan dan minum
sudah dua hari. Asupan yang dipaksa masuk, langsung dimuntahkan, sehingga
terpaksa harus dipasang infus. Maka, dokter di
RSUD Bekasi melobangi perutnya untuk
memberi jalan bagi saluran kecing....
Sebenarnya, ia pernah di rawat di RS Islam Rawamangun, sekitar dua bulan lalu, ketika suatu hari ia mengalami kesulitan kencing. Setelah diupayakan berbagai cara, dokter dan para medis yang merawat, memasangkan selang tersebut untuk sementara, tetapi selanutnya harus menjalani operasi .
Sebenarnya, ia pernah di rawat di RS Islam Rawamangun, sekitar dua bulan lalu, ketika suatu hari ia mengalami kesulitan kencing. Setelah diupayakan berbagai cara, dokter dan para medis yang merawat, memasangkan selang tersebut untuk sementara, tetapi selanutnya harus menjalani operasi .
Sejak
dipasang selang itulah, ia memilih pulang karena ketiadaan biaya. Ia mengupayakan untuk
mengurus BPJS atau Kartu Jakarta Sehat, tetapi KTP Jakarta-nya sudah tidak
berlaku. Ia malas dengan urusan yang bertele-tele, padahal seharusnya
pengobatan itu dilanjutkan dengan kontrol tetapi itu tidak dilakukan.
Yefigarata kini tergolek lemah di IGD RSUD. Tak jelas nasibnya. Padahal
seharusnya ia menjalani operasi, namun kesulitan biaya. Konon biaya operasi prostat sebesar Rp
25 juta. Pernah datang tim
sukses dari seorang Caleg, yang siap
membantu dan mengurus biaya pengobatan sampai sembuh, tetapi hingga kini tidak kabarnya lagi.
Yefigarata,
semasa aktif sebagai wartawan adalah peraih penghargaan Adinegoro bidang Foto
Jurnalistik Terbaik (1982), karya tulisnya, seperti cerpen di muat di majalah
sastra HORISON, bahkan kumpulan 9 cerpen
berjudul TAKTIK pernah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Universitas
Indonesia Press, 1986.
‘’Gue lagi
lemes banget nih. Muntah-muntah,’’ katanya ketika menjawab melalui pesan
singkat. Soal donoh jenazah, dia mengaku belum menghubungi FK-UI karena masih menunggu jawaban dari MUI (Majelis Ulama Indonesia), yang tak
kunjung merespon.
Sejak bercerai dengan istrinya, bang Yefi memilih menyingkir dari kawasan tempat tinggal
semula di bilangan Jalan Jengki Halim Perdana Kusuma, Jaktim, ke daerah
pinggiran di Bekasi.
Ia memiliki 4 anak Ferry, Riri, Lita (alm) dan Tika, kini dua anaknya sudah
berkeluarga dan hidup terpisah jarang bertemu satu sama lain, termasuk dengan mantan
istrinya. Ketika krisis moneter 1998 melanda, tabloid Mingguan Mutiara ditutup, ia sempat banting stir bergabung
dengan Harian
Sinar Pagi, tetapi tidak bertahan lama karena merasa tak betah.
Ia
pun meninggalkan dunia pers dan memilih menjadi pekerja serabutan. Bahkan pernah menjadi
tukang cat dan mencari nafkah sebagai kuli bangunan. Dan itu, artinya hanya dapat uang jika bekerja, kalau ada yang membutuhkan jasanya. Di sela-sela waktu
luang, ia hanya menulis. Dan saat ini sedang mempersiapkan buku bertema
ketuhanan, yang ia beri judul:
‘’Perjalanan Mencari dan Menemukan Tuhan,’’ yang belum sempat ia
terbitkan.
Dalam
keadaan susah payah, Yefi menulis wasiat
karena merasa ajalnya sudah semakin dekat. Berikut petikan wasiat yang ia tulis
tangan sendiri, sebelum menderita sakit, sekitar dua bulan yang lalu.
PERNYATAAN
KERELAAN MENDONORKAN JENAZAH
Saya
yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Yefigarata S Graputin
Tempat/Tgl
lahir : Bajarmasin, 15 Agustus 1952
Agama : Islam
Status
perkawinan : Kawin (cerai)
Pekerjaan : Serabutan (mantan wartawan Tabloid Mutiara dan harian Sinar
Pagi – Jakarta).
Alamat : (maaf, demi melindungi privasi dan keamanan ybs, alamatnya dihapus)
Dengan
kerelaan dan keikhlasan karena ALLAH serta azas manfaat, bersama ini saya
menyatakan rela/kesediaan mendonorkan jenazah saya bila saya meninggal dunia;
kepada pihak Fakultas Kedokteran /Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Insya
Allah kelak jenazah (seluruh bagian tubuh) saya dapat didayagunakan
/dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian dan pelajaran, khususnya di bidang
ilmu kedokteran.
Insya
ALLAH ada manfaatnya.
Dan
semoga TUHAN sebagai sumber ilmu pengetahuan, Sang Pengatur Segala Urusan yang
Maha Bijaksana meridhai serta mengampuni segala kesalahan / dosa saya. Amin. Demikian
saya sampaikan dengan penuh kerelaan dan keikhlasan. (Tanda
tangan), 22 Januari 2014. Yefigarata S Graputin “sang angin” yang ada tapi tak ada, tak
ada tetapi ada.
Nah, bagaimana tanggapan Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar