Selasa, Maret 25, 2014

Obrolan Dari Balik Tembok Rutan Cipinang


''INI negara sendiri. Apa yang berlaku di luar tembok sana, tidak berlaku disini. Kami tidak lagi punya hak . Jangan bicara soal kebebasan. Apalagi harga diri. Taruh semua itu dilemari dan ambil kapan-kapan kau bebas.'' Itulah nasehat seorang tahanan kepada saya, ketika saya menemuinya  di ruang kunjungan tamu, Rutan Cipinang, Jakarta Timur, belum lama ini. 

Johnny, (sebut saja begitu namanya) seorang pria kekar yang tampak berbadan agak gempal itu,  kini berada di seberang meja, dan kami terlibat dalam obrolan yang mengasyikan, sambil menyeruput secangkir kopi pahit. 

Jadi, lanjutnya,  nikmati saja apa yang kau dapat hari ini, jangan gundah dengan keadaan esok atau lusa, apalagi membayangkan masa penahanan:  lima tahun,  10 tahun, 20 tahun bahkan hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Sebab, jika kau pikirkan hidupmu dalam kerangkeng selama itu, hidupmu akan tersiksa dan menderita selamanya. Bisa jadi, kau mati lebih cepat.
Rutan Cipinang, Jakarta Timur
(foto: tempo.co)

Ruang kunjungan tak lain sebuah aula berukuran sekitar 15x20 M2, berderet rapi beberapa meja kayu dan kursi  jati kokoh, yang sulit digerakan. Di pojok kiri dan kanan,  tersedia WC. 

Di pojok sudut ada etalase kaca bekas tempat berjualan kopi dan minuman kemasan. Seluruh meja-meja dan kursi di ruangan ini, pada setiap jam kunjungan siang,  tampak penuh. 

Ada yang tampak sedang berpelukan erat  atau sekadar ngobrol bersenda gurau. Inilah saatnya melepas kangen, kerinduan antara tahanan dengan keluarga, kerabat, anak, istri,  teman atau pacar...!

Ada Musik Hidup

Belum lama ini, suasana di ruangan kunjungan menjadi ramai, hingar bingar bak sebuah kafe, dengan adanya sajian musik hidup lengkap dengan peralatan elektronik  organ, gitar dan bass tanpa drum, tetapi diganti dengan tetabuhan lain, semacam kahun.  

Para pemainnya adalah para tahanan juga, dan lagu yang dimainkan sangat bervariatif. Mulai dari Bob Marley hingga Benjamin Sueb pun bisa mereka mainkan. Suara musik yang lumayan kencang membuat pengunjung harus meningkatkan volume suara ketika mengobrol atau saling mendekatkan mulut dan telinga supaya bisa mengalahkannya.

Apa yang dirasakan ketika seseorang menjadi penghuni Rutan? Ada masa orientasi selama seminggu, dimana para tahanan harus tinggal satu ruangan penuh sesak dengan beragam orang dari berbagai latar belakang dan perangai yang berbeda-beda. Mulai dari tahanan kriminal, teroris, pembunuh, pemerkosa, pengedar atau pemakai narkoba, penderita HIV AIDS hingga koruptor, berbaur menjadi satu di ruangan yang sempit dengan berbagai jenis bau badan yang bercampur aduk. Mereka tidur bergelatakan bak ikan pindang berjejer.

Penjara Dalam Penjara

Keributan hingga perkelahian adalah soal biasa. ‘’Disini, kalau kau tak punya otot, kau harus punya otak,’’ ujar Johnny tahanan kasus kriminal

Ketika masuk orang baru ke ruangan itu, siapapun dia, pasti akan merasa ciut. Mentalnya langsung down apalagi ketika pendatang baru itu ketika memasuki ruangan dia berhadapan dengan puluhan pasang mata garang, yang  menatapnya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki, seakan siap menerkam.

Tak ada yang kami kerjakan di sini, katanya, selain duduk-duduk, melamun, atau sekedar mengobrol. Setiap pagi dan sore mereka wajib apel, yakni kembali ke ruangan itu. Dan celakalah jika ada yang bandel atau  menghilang atau berada di tempat lain ketika apel tiba. Ia bisa ditempatkan di “penjara dalam penjara” sebuah ukuran sangat sempit yang sekitar 2x1 meter yang ditempati 5-7 orang, dengan toilet mini, tidak ada matahari tembus. Lembab, dingin tetapi berdesakan, dengan bau toilet menyengat. Satu hari disini saja, terasa seperti sebulan di sel biasa. Dan selama di KEONG itu, mereka tidak bisa keluar.

Setelah seminggu masa orientasi, tahanan mulai menempati blok masing-masing sesuai jenis kejahatannya. Ada Blok Citarum, Blok Amazon, Blok Barito dan Blok Sahardjo (bagi tahanan kasus Tipikor). Tetapi pada jam kunjungan mereka bisa kembali berbaur. Sebuah blok terdiri dari beberapa kamar, dan sebuah kamar berukuran kecil  bisa ditempati sampai 17 orang.

Kapasitas Rutan Cipinang sebenarnya hanya cukup untuk menampung 1500 tahanan, tetapi kini sudah dijejali sekitar 3500 tahanan. Bagaimana dengan makan? Dengan jatah Rp 7000 /hari /orang dibagi 3 kali makan sehari, maka bisa dibayangkan makanan seperti apa yang dikonsumsi. ‘’Makan disini nasi Cadong dan Sate,’’ kata Aldi, tahanan kasus Narkoba. 

Yang dia maksud nasi cadong  adalah beras yang disiram air panas, itulah nasi. Seminggu pertama makan nasi cadong pasti mules dan murus karena beras yang aneh-aneh, apek dan pera. Sedangkan lauknya adalah 'Sate' (baca: Satu Tempe). Begitulah, jika tidak mau nasi cadong, tahanan bisa pergi ke kantin atau menunggu kiriman makanan dari kerabat yang mengunjunginya. ‘’Jika ada kiriman, ini saatnya perbaikan gizi, hahaha’’  katanya.

Hidup disini mahal Mas! Tapi apa aja ada ko’. Mau KFC , bakso atau rujak juga ada. Tapi jangan salah, harganya bisa 10 kali lipat dari harga biasa karena untuk membelinya perlu seorang kurir yang harus melalui berbagai lapis penjagaan. Setidaknya ada 6-8 pintu yang harus dilalui dari sel seorang tahanan hingga ke pintu gerbang.

Gayus Tambunan
Gayus Tambunan yang Dermawan

Para tahanan di Rutan Cipinang sempat kecipratan sumringah ketika Gayus Tambunan, menjadi bagian dari penghuni cipinang. Terpidana kasus penggelapan pajak itu, konon pernah membuat heboh dengan membelikan nasi bungkus bagi seluruh tahanan disana atau gaya tebar duit lainnya. 

Sampai suatu hari ia harus dipindahkan ke LP lain dan harus meninggalkan Rutan Cipinang, mereka pun ikut prihatin. 

Namun petugas sipir penjara sempat geleng-geleng kepala ketika dikamarnya ditemukan uang tunai sebanyak  Rp 2 Milyar di balik kasur dan tempat-tempat lain di dalam selnya. Duit itu, kemudian  ‘diamankan’ oleh petugas.  ‘’Uang berkuasa. Hidup disini lebih mahal daripada di luar sana,’’ kata Johnny. Semua bisa dilakukan jika ada uang.    

Jika Anda berada di penjara, maka tidak ada lagi yang ditakuti. Sebab semua sumber ketakutan kini hadir dan bergumul bersama mereka. Sedang diantara sesama tahanan, memang masih ada rasa segan. 

Bukan kepada mereka yang bertampang sangar, berbaju hiasan tato dengan otot melingkar-lingkar bergambar ular naga dan rajawali, itu tidak lagi membuat mereka takut, sebab bisa saja seorang kerempeng masuk bui justru karena perbuatan sadis diluar, yang sangat mungkin untuk diulang di dalam penjara.


Yang benar-benar disegani diantara mereka hanyalah dua sosok, yakni: mereka yang terancam Hukuman Mati dan tersangka Teroris.  Dan jangan salah, kedua sosok ini, bisa tampil sopan, santun, berwajah lembut  dan berperawakan bersih, singkatnya,  biasa saja. Bahkan mungkin saja kurus kerempeng, tetapi jelas mereka disegani sebab memang urat rasa takutnya sudah putus dari kepala mereka. 

Kopi belum habis, tapi pukul 12 tepat, suara sirene terdengar kencang meraung-raung, tandanya obrolan harus dihentikan. Dan sayapun pamit. ****

Tidak ada komentar: