Sabtu, April 02, 2011

Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Kini Sudah Di Kavling - Kavling..!

Gugusan Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara
 
GUGUSAN Kepulauan Seribu, Jakarta Utara, memiliki sekurangnya 114  pulau. Bukan rahasia lagi, jika banyak pulau-pulau berikut pantainya di sana  yang sudah  di kavling - kavling menjadi rmarine resort


Siapa pemiliknya? Pulau-pulau itu, kini dimiliki secara pribadi para konglomerat di Jakarta, para pejabat atau orang-orang yang memiliki kelebihan uang dan mempergunakannya untuk bersenang-senang.


Bahkan, seorang ‘Raja Judi’ di Jakarta dikabarkan memiliki 13 buah pulau di sana. Tentu saja tidak sembarang  orang boleh merapatkan lambung kapalnya, bahkan menginjakkan kakinya  ke sana tanpa izin dari Pemiliknya.

Gugusan Kepulauan Seribu hanya beberapa mil saja  letaknya dari Ibukota. Hanya karena pusat kota Jakarta terpisahkan oleh lautan, kepulauan nan indah ini luput dari perhatian. Jika musim kemarau, acapkali penduduk asli di beberapa pulau itu mengalami kesulitan air bersih, sanitasi yang buruk, pantai yang kotor.  

Berbeda dengan beberapa pulau yang dihuni bukan oleh penduduk asli tetapi oleh para pendatang, tampak bersih dengan  pelabuhan-pelabuhan kecil. Daratan seluas lapangan sepak bola  berikut pantai-pantainya yang landai, kini semakin banyak yang dimiliki dan dikuasai  secara pribadi. 


sebuah resort di kepulauan seribu
(source:poskota.co.id)
Padahal, ketentuan undang-undang menyebutkan, yang namanya pantai itu adalah milik  publik, bisa digunakan sebagai sarana umum. Nah, bagaimana kemudian pulau-pulau berikut pantai-pantainya  bisa menjadi milik pribadi? Ooops...tunggu, siapa perduli dengan peraturan, ketentuan dan perundang-undangan? Banyak konglomerat di Jakarta yang sudah tidak mempersoalkan itu, mereka tidak  perduli alias cuek bebek saja...bukankah semuanya bisa diselesaikan dengan uang?


Kalau di daratan, katakan depan rumah Anda saja, ada garis sempadan. Di jalan raya ada trotoar yang disediakan bagi pejalan kaki, ada ruang  yang disediakan bagi kepentingan orang-orang yang berlalu lalang. Tetapi  sangat disayangkan,  banyak  pantai di Pulau Seribu yang tidak menerapkan  hal itu. Akibatnya, kalau Anda mau ke pulau-pulau di sana, Anda akan tahu, semakin  banyak pulau yang tidak boleh didatangi. Kalau pun boleh,  Anda harus membayar dengan cukup tinggi. 


pulau-pulau ini, milik siapa?
Silahkan  sesekali Anda berlayar mengelilingi gugusan Kepulauan Seribu. Anda bisa  temukan: Pulau Matahari, Pulau Pantara, Pulau Bira, Pulau Kotok dan lainnya,  yang membuat Anda merasa segan untuk merapatkan kapal di sana. 


Mengapa segan? Anda menjadi khawatir dermaganya  rusak, mungkin juga Anda harus  membayar kepada penjaganya atau dengan pertimbangan tidak ingin mengganggu privacy pemiliknya, alasan-alasan itu sudah cukup membuat Anda segan masuk ke sana. Keadaan semacam ini,  tentu saja bisa melunturkan animo orang-orang untuk pergi ke laut dan  mendapatkan shelter yang mudah bagi kapal-kapal kecil yang sedang berlayar. Terkadang kita merasakan seolah-olah kita tidak berada di negeri sendiri. 


Dari pengamatan dan perbincangan sehari-hari di warung kopi, akhirnya kita menjadi tahu; ada pulau yang harganya murah, sedang dan mahal. Bahkan tidak sedikit, pulau-pulau yang terlarang dimasuki. 


Di wilayah barat Jakarta, pulau yang termasuk paling murah itu  adalah Pulau Untung Jawa. Indikasinya, bagi warga  masyarakat biasa yang berasal dari Tangerang masih bisa ke sana, tarif masuknya masih ringan. Tetapi kalau Anda bertolak dari Jakarta, lalu naik sedikit ke utara, misalnya ke Pulau Bidadari, Pulau Ayer, pulau-pulau di kawasan itu bisa dikatakan kelas menengah dan bawah.

Lain halnya kalau Anda naik lebih ke utara lagi, sampai kira-kira sejauh 40  kilometer dan menemukan Pulau Bira, Pulau Pantara, Pulau Sepa, Pulau Matahari, dan Pulau Genteng. Jika Anda, tergolong rakyat biasa, jangan berharap bisa masuk ke sana. Pulau-pulau itu sudah menjadi milik orang-orang yang   uangnya sudah tidak ber-seri, para konglomerat.


Saya prihatin menyaksikan keadaan ini. Semestinya pulau-pulau itu bisa dipakai untuk sarana umum. Kira-kira kalau di darat, kita bisa mengadakan  kegiatan out bound, semestinya di pulau-pulau kecil itu pun kita bisa melakukan kegiatan serupa. Setidaknya bagi kapal-kapal layar bisa merapat  sejenak di pulau - pulau kecil itu,    sekedar   untuk   memetik   sebutir  kelapa, melepas dahaga.

Sepertinya, belum ada komitmen yang tegas untuk melaksanakan peraturan undang-undang: bahwa sebuah pulau itu memiliki ruang publik dan berfungsi sosial. Ataukah memang benar bahwa kepentingan  umum sudah dikalahkan oleh uang?  Yang jelas, ternyata bisa segelintir orang, secara pribadi memiliki dan  menguasai pulau-pulau di gugusan Kepulauan Seribu. Perilaku serupa itu, cuma disaingi oleh para big boss raja narkoba Amerika Latin yang berkepentingan untuk mengamankan wilayahnya. 

Tidak ada komentar: