Jumat, Januari 04, 2013

Resolusi 2013: Memilih Pada Perubahan

Kemeriahan seantero jagad baru saja usai, ketika tiupan terompet, dentuman meriam, ledakan petasan dan  buncahan kembang api menghiasi langit di mana sejumlah manusia di berbagai sudut bumi berkumpul. Puncaknya, tepat di penghujung pergantian tahun mereka berangkulan, saling berpelukan, saling mencium, saling menyalami: menularkan harapan akan hidup yang lebih baik pada masa yang akan segera di masuki.  Sorak sorai kegembiraan dan harapan menyemburat ke angkasa. Selamat tinggal masa lalu. Selamat datang fajar baru.

Kembali ke rumah, kita membuang kalender Masehi 2012 dan menggantinya dengan yang baru: 2013. Dan kini, kita menemukan diri kita masih di dalam badan yang sama, masih dengan sikap dan perilaku yang sama. Tidak ada yang benar-benar berubah. Nah, apa yang sebenarnya terjadi, apa arti semua kemeriahan ini? Begitulah jika kita hanya mampu melihat apa yang bisa terlihat, tetapi tidak merasakan apa yang terlihat.

Kemana perginya resolusi yang banyak diteriakkan orang-orang itu?  Mengapa tidak sanggup mengubah keinginan mewujud ke dalam rencana tindak yang dibungkus dengan spirit dan harapan! Kita kembali menjadi zombie-zombie. Kembali kepada rutinitas. Kembali kepada wadag yang lama dengan pola pikir yang sama. Jika benar itu yang terjadi, maka sebenarnya kita sedang menuju kepada kemusnahan! Atau tetap hidup sebagai mayat yang berjalan. Tidak ada perubahan, karena kita tetap tenggelam diantara kerumunan milyaran manusia yang berebut mencari penghidupannya masing-masing.



Jika kelahiran kita adalah sebuah kulit muka sebuah buku, maka kita hanya mengisi coretan-coretan ala kadarnya sekehendak hati di dalam badan isi buku itu. Memang masih tersedia halaman kosong untuk kita isi dengan sesuatu cerita baru. Tetapi kita memilihnya dengan sesuka hati tanpa ruh elan vital. Maka, yang terjadi berikutnya adalah keniscayaan berupa hari-hari ketika tiba-tiba kita telah sampai bagian akhir dan menemukan sampul buku di bagian belakang, yang berarti tanggal kematian kita!

Siapa yang akan membaca buku yang kita tulis dengan sesuka hati itu? Tidak seorangpun, kecuali (mungkin) anak dan istri kita atau siapa saja yang pernah hidup bersama kita atau mereka yang ingin membaca naskah hidup kita hanya karena pernah mengenal kita atau karena keberadaannya melalui perantara eksistensi diri kita. Hm...sebuah konsep hidup yang tragis!

Hidup yang setragis-tragisnya, adalah hilangnya keinginan untuk berbuat sesuatu yang lebih baik, jangankan bagi generasi mendatang, bahkan bagi dirinya sendiri pun tak mampu karena tiadanya kehendak untuk berubah. Hidup seperti inilah yang tidak pantas untuk dihidupi karena pada hakikatnya kita hanya menjadi residu yang memang pantas dilenyapkan. Begitu banyak jenis dan typikal manusia seperti ini di muka bumi. Dan saya adalah satu diantara jutaan bahkan miliaran orang-orang seperti itu. Hanya sedikit saja perbedaannya, saya ingin soal ini diketahui orang lain agar tidak semakin banyak lagi orang yang masuk ke dalam barisan para pecundang! Bagaimana caranya?

Miliki kehendak untuk berubah. sebab hanya dengan itu, terbuka kemungkinan pada dua hal: berhasil atau gagal. Sedih atau gembira. Suka atau duka. Menang atau kalah. Tersenyum atau menangis. Hidup yang ceria atau kelabu. Singkatnya, keberhasilan atau kebahagiaan dalam hidup adalah perkara pilihan! Bukan yang lain. Sederhana, bukan? Pilihlah hidup yang bahagia, maka seluruh panca indra, bahkan milyaran urat syaraf di dalam tubuh Anda, akan mempersiapkan diri dan mengarah ke sana, meskipun di dalam kenyataan Anda gagal tetapi karena Anda sudah siap, maka akan selalu tersedia ruang yang memungkinkan Anda jatuh di bantalan pelindung yang menghidarkan kita terluka parah jika memang harus terjerembab atau jatuh sungkur.

Maka, ketika seorang teman bertanya: mengapa kamu tidak membuat resolusi di tahun 2013? Sejujurnya, banyak orang yang merasa takut ditertawakan orang lain! Kuatir jika orang yang mereka kenal itu mendengar sesuatu yang absurd, karena itu tidak sedikit yang memilih diam saja, meski sebenarnya dia  sedang berusaha mengencangkan ikat pinggang, mengeraskan hati dan mendisiplinkan diri sendiri untuk setia pada keinginan hidup yang lebih baik. Dan mereka merasa tidak perlu mengatakannya kepada orang lain, seperti sesumbar janji para politisi, tetapi hanya berbisik kepada dirinya sendiri dengan sepenuh hati dan segenap keyakinan beserta seluruh kekuatan dan daya hidup yang dimilikinya!

Inilah pilihan hidup yang berani: memilih pada perubahan. Meski hasilnya, bisa berhasil atau gagal. Seize the day and trust the future! Selamat Tahun Baru!


    




  

Tidak ada komentar: