GAMBAR MEMBANGKITKAN TINDAKAN
Ilustrasi: Model Maudy Ayunda mejeng di Billboard Times Square New York, (instagram/@maudyayunda)
Sebuah billboard raksasa terpampang di sebuah hypermart megah di jantung kota Bekasi. Wajah Perempuan model terkenal dengan bibir sensual, seakan memandang tajam siapapun yang melihatnya. Di sebelah wajah sang model tampak sebuah produk telepon genggam made in China terbaru.
Pemasang iklan percaya betul dengan gambar seorang yang cantik, ramping, dan terkesan sexy and smart, sebagai representasi yang pas mewakili produk gadget terbarunya ini, berharap laris manis di pasaran.
Produsen pun sepertinya ingin menanamkan ke dalam benak Gen- Z --sebagai target market-nya-- sebuah asosiasi-visual dari seorang model cantik, terkenal, sekaligus menggoda namun juga cerdas berkelas.
Juga ingin menjauhi kesan murahan untuk gadget yang baru saja di launching ini. Dan hebatnya, billboard serupa, juga terpampang di berbagai lokasi strategis dan gerai-gerai handphone di berbagai kota, dalam ukuran yang berbeda.
Inilah sebuah strategi promosi yang bertolak dari pandangan image inspire action.
Dani Wahyu Munggoro dari INSPIRIT atau Inspirasi Tanpa Batas, melalui podcast INIKOPER, Inspirasi untuk Komunitas Perubahan, kembali mengajak kita menjelajahi sekaligus mempertanyakan satu hal menarik yang muncul pada pendekatan Asset Base Thinking (ABT), yaitu: Apakah benar gambar memiliki kekuatan untuk membangkitkan tindakan?
Dalam dunia Asset Base Thinking, ungkap Dani, kita meyakini bahwa ‘images inspire action’ atau gambarlah yang sebenarnya memotivasi seseorang untuk bertindak.
Setelah kita melalui tahap DISCOVER, kita masuk ke tahap DREAM, di mana fasilitator ABT atau Appreciative Inquiry (AI) menyebutnya sebagai impian yang ingin diwujudkan.
Lantas, mengapa gambar bisa memiliki pengaruh yang kuat untuk memotivasi tindakan seseorang? Beberapa teori memang mendukung ide ini.
Pertama, Teori Afektif yang menyatakan bahwa gambar dapat membangkitkan emosi, menciptakan rasa senang, khawatir atau marah, yang selanjutnya mendorong seseorang untuk bertindak.
Teori kedua, disebut sebagai social cognitive theory, yang menyebutkan bahwa orang cenderung meniru tindakan orang lain yang mereka lihat. Dengan kata lain, gambaran visual dari seseorang, misalnya; menanam pohon atau membuang sampah dengan benar, dapat menjadi contoh yang diikuti oleh orang lain.
Selanjutnya, teori ketiga; elaboration likelihood model menyatakan bahwa reaksi seseorang terhadap gambar, dapat berasal dari pemrosesan informasi yang mendalam atau langsung dari respons emosional. Ada orang yang menganalisis gambar secara seksama sebelum bertindak, sementara ada pula yang langsung merespons secara emosional.
Teori keempat, apa yang disebut cognitive dissonance theory, menyatakan bahwa gambar yang tidak sesuai dengan keyakinan seseorang dapat memicu tindakan untuk mengoreksi atau menggugat pandangan yang tidak konsisten dengan nilai-nilai pribadi.
Jika kita melihat fenomena dunia digital akhir-akhir ini, terutama di media sosial, kita sering melihat bagaimana gambar-gambar dipakai untuk memamerkan berbagai aspek kehidupan. Seperti fashion; pakaian, sepatu, topi, kacamata atau kendaraan; seperti mobil, motor, sepeda bahkan kegiatan dan gaya hidup atau style tertentu yang menampilkan high profile dirinya atau ingin agar orang lain mendapatkan kesan seperti itu.
Fenomena ini jelas dapat memantik respon atau tindakan tertentu. Bisa menginspirasi, bisa juga mengundang respon negatif atau kritik. Dalam pendekatan Asset Base Thinking, ada tahapan penting yaitu DREAM, yang intinya meyakini bahwa gambar atau imajinasi dapat memotivasi tindakan.
Keyakinan ini didukung dengan teori-teori seperti; afektif, social cognitive, elaboration likelihood, dan cognitive dissonance, yang memberikan pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana gambar memiliki kekuatan untuk memengaruhi perilaku seseorang.
Maka tak heran, jika menjelang Pemilu 14 Februari 2024 ini, ramai terpampang wajah-wajah Calon Presiden dan calon wakil Presiden, serta, wajah-wajah Calon Legislatif serta gambar partai pendukungnya, menghiasi sepanjang jalan-jalan protokol, tempat-tempat keramaian, lokasi-lokasi strategis, bahkan hingga ke gang-gang di kampung-kampung, kini semakin ramai dengan berbagai spanduk, baliho, umbul-umbul partai, hingga billboard di tempat-tempat perbelanjaan,
Pertanyaannya, benarkah itu efektif? Bagaimana pendapat Anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar