(blog.mirror.co.uk) |
Sekitar
jam 21.30 tanggal 13 Januari 2012, terasa hentakan keras pada lunas kapal ‘Costa Concordia’ kapal pesiar mewah
dengan bobot 114.000 Ton milik pengusaha Italia itu. Kemudian kapal mulai
terkulai miring disertai rembesan air menerobos masuk. Tidak beberapa lama terdengar melengking tiupan peluit yang disusul suara dari pengeras suara “Abandon
Ship! Abandon Ship! Abandon Ship!.
Peristiwa terjadi di dekat pulau Giglio di depan pantai Tuscan.
Peristiwa terjadi di dekat pulau Giglio di depan pantai Tuscan.
Dengan kondisi seperti ini pihak asuransi kapal, mungkkin saja akan menyatakan sebagai, ’Total Lost’ apabila diperhitungkan biaya mengapungkan dan renovasinya akan lebih besar dari insured value kapal tersebut.
“Abandon
Ship” di kapal laut atau “Bail Out”
di pesawat terbang tempur, adalah upaya untuk menyelamatkan diri untuk segera
keluar di saat kapal / pesawat itu situasinya sangat kritis (akan segera
tenggelam, jatuh atau meledak). Pelaksanaan
“Abandon
Ship” (Peran Peninggalan Kapal) tentunya harus atas perintah komandan /
nahkoda.
Sejak
terjadi peristiwa tenggelamnya Titanic , kapal pesiar mewah terbesar milik
Inggris, sekitar seratus tahun lalu ,pihak
organisasi maritime sedunia (IMO / International
Maritime Organization) menilai musibah itu diakibatkan karena masih
kurangnya kelengkapan peralatan navigasi, sarana keselamatan kapal dan
kurangnya keterampilan awak kapalnya. Maka secara beruntun dikeluarkanlah
berbagai peraturan baru yang dicantumkan dalam aturan SOLAS (Safety Of Life At Sea).
Namun
musibah di laut masih terus sering terjadi yang diakibatkan makin bertambah
banyaknya kapal-kapal niaga yang berseliweran lalu-lalang dilaut. Layaknya
kesemerawutan lalu lintas di depan pasar Blauran, yang ternyata kapalpun bisa
saling senggol. Maka dikeluarkan lagi aturan Collreg (Collision and Prevention Regulation at Sea / Peraturan Pencegahan
Pelanggaran di Laut).
Belum
selesai dengan acara saling tabrak antar kapal pengangkut barang (cargo ship),
terjadi pula musibah banyaknya kapal pengangkut minyak (tanker ship) yang
mengangkut ratusan ribu ton minyak yang juga bertabrakan maupun kandas.
Mengakibatkan kebocoran yang menumpahkan minyak ke laut, menimbulkan pencemaran
yang membinasakan biota laut dan merusak
lingkungan sekitarnya. Dengan adanya inisden ini kapal-kapal tanker tersebut
saat ini harus sudah Double Bottom,
Double Skin (lunas ganda dan lambung ganda) dan kemudian setiap kapal diatas 500 GRT
diwajibkan dilengkapi juga dengan peralatan ODMS (Oil Discharge Monitory System) dan dilengkapi tangki penampung
limbah minyak dan sanitary, (sludge-tank
dan Seawage).
Sebetulnya
musibah-musibah kapal di laut sama-sama membuat pusing para pengusaha
pemilik kapal maupun pihak Asuransi kapal. Tidak cukup hanya pada pertanggungan
Hull & Machinary/H&M
(pertanggungan untuk bangunan kapal dan permesinan) dan Protection & Indemnity/P&I (pertanggungan bagi keselamatan
manusia dan barang muatan).
Musibah masih terus berlanjut karena ulah manusianya
sendiri, baik secara external maupun internal, misalnya kena ranjau laut atau
roket nyasar, akibat peperangan di sekitar jalur pelayaran, serangan teroris, dan
juga pembajakan, sehingga dalam perjanjian asuransi, berikutnya dimunculkan
klausul-klausul baru mulai dari “War Risk” sampai “Kidnap and Ransom” (pembajakan / penculikan dan uang tebusan).ini
tentunya menambah beban biaya operasi kapal.
Pengelolaan
manajemen di kapal maupun perusahaannya itu sendiri diperketat, demikian pula
aturan keselamatan dan keamanan di atas kapal dan di pelabuhan. Perusahaan pelayaran diwajibkan
untuk mengakses aturan ISM code (International
Ship Management) dan ISPS Code (International
Ship-Port Security).
Keterangan-keterangan di atas menggambarkan segala upaya betapa concern nya manusia untuk
meminimalisir kecelakaan dilaut yang ekses nya kemudian memerlukan upaya untuk meninggalkan kapal ‘Abandon Ship’ demi menyelamatkan jiwa manusia.
PROSEDUR DAN PELAKSANAAN
Kembali
kepada masalah “Bail Out” yang untuk
para pilot pesawat tempur hanya perlu menekan tombol “kursi lontar” saja,
tetapi untuk para komandan kapal / nahkoda kapal banyak pekerjaan lain yang
lebih rumit lagi, sementara harus memimpin dan mengatur evakuasi.
Komandan kapal / nahkoda kapal harus merasa yakin bahwa semua perwira dan awak kapalnya selalu siaga dan siap untuk pelaksanaan “Peran Penanggulangan Kebocoran, Kebakaran” dan juga “Peran Peninggalan Kapal” dengan mengutamakan lebih dulu keselamatan penumpang terutama anak-anak dan wanita, apabila kapal tersebut adalah kapal pesiar / kapal penumpang.
Komandan kapal / nahkoda kapal harus merasa yakin bahwa semua perwira dan awak kapalnya selalu siaga dan siap untuk pelaksanaan “Peran Penanggulangan Kebocoran, Kebakaran” dan juga “Peran Peninggalan Kapal” dengan mengutamakan lebih dulu keselamatan penumpang terutama anak-anak dan wanita, apabila kapal tersebut adalah kapal pesiar / kapal penumpang.
Peran Meninggalkan Kapal (thesun.co.uk) |
Musibah
kapal Costa Concordia milik Italia itu, akan bertambah rumit permasalahannya
karena menurut berita-berita pers, banyak saksi mata yang mengetahui bahwa pada
saat kejadian itu sang Captain sedang
setengah mabuk gara-gara kebanyakan minum “wine”, malah sudah duluan turun dari
kapal sebelum semua penumpang dan awaknya dapat diselamatkan.
Meskipun
yang paling bertanggung jawab itu adalah
Nahkoda, mengingat jam saat kejadian, bila
mengikuti aturan jam jaga kapal bendera Indonesia, itu giliran jaganya Chief
Officer (Mualim Satu/Palaksa) 20.00 s/d 24.00, yang katanya sudah
sering melewati jalur itu. Setidaknya dia harus membaca Tides and Tidals Table
(buku daftar Arus pasang –surut). Mungkin selama ini bisa lolos karena saat itu
lagi pasang tertinggi.
Perbedaan
permukaan air dalam setiap harinya bisa berbeda beda, tergantung akibat gaya
tarik bulan terhadap bumi karena rotasinya. Misalnya, di sekitar Tanjung Priok/Teluk
Jakarta hanya 1-1,5m tapi bisa lebih beberapa meter bila kapal sandar di sekitar
dermaga Krakatau Steel (Cilegon) atau
di pelabuhan Bitung (Manado). Malah di pelabuhan Incheon (Korea Selatan) bisa lebih dari 13 m
sehingga dibuatkan Dam bendungan dipelabuhannya untuk keamanan kapal-kapal.
Demi menghindari terjadinya korban jiwa yang lebih besar, maka sudah seharusnya seorang Nahkoda adalah orang yang paling akhir meninggalkan kapal setelah diyakininya semua penumpang termasuk para perwira kapal di bawah tanggungjawabnya, sudah meninggalkan kapal.
(ditulis oleh Capt. Gita Arjakusuma, mantan Nahkoda)
Demi menghindari terjadinya korban jiwa yang lebih besar, maka sudah seharusnya seorang Nahkoda adalah orang yang paling akhir meninggalkan kapal setelah diyakininya semua penumpang termasuk para perwira kapal di bawah tanggungjawabnya, sudah meninggalkan kapal.
(ditulis oleh Capt. Gita Arjakusuma, mantan Nahkoda)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar